Nah, setelah kita mengenali sumber dan menemukan letak jeda "eee" dan "uhm", kita perlu memperbaiki wicara publik kita dengan latihan teratur dan terencana.Â
Semasa SMA dulu, saya dan teman-teman seminggu sekali mengadakan latihan berbicara di depan umum dalam rupa "Sidang Akademi". Meskipun namanya terkesan formal, isinya tidak selalu membosankan.
Ada aneka variasi latihan: berpidato, berperan sebagai penyiar televisi, komentator pertandingan olahraga, drama, pementasan karya sastra, diskusi panel, dan sebagainya.
Menurut saya, latihan wicara publik ini dapat kita lakukan sesuai keperluan dan situasi aktual kita. Tentukan apa tujuan latihan Anda. Apakah untuk bidang tertentu (misalnya ceramah) atau untuk menambah jam terbang sebagai pembicara secara umum.
Tidak harus sangat menyita waktu. Satu atau dua jam per minggu sudah cukup. Akan lebih baik jika ada mitra latihan dan atau pengamat yang memberikan umpan balik.
Pengamat itu bisa saja keluarga sendiri, sahabat, guru, atau kekasih Anda (cie..cie...pacaran bermanfaat nih). Di tengah kemajuan zaman ini, bisa saja kita membuat grup latihan wicara publik secara daring.Â
4. Persiapan materi wicara publik dengan cermat dan latihan jelang hari H
Ada langkah yang penting, bahkan bagi setiap pembicara publik profesional. Jangan abaikan persiapan materi wicara dengan cermat dan berlatih jelang hari H.
Itulah mengapa acara-acara besar hampir pasti ada geladi bersihnya! Bahkan ada geladi kotor. Tujuannya untuk membuat para pembicara publik dan penampil bisa berlatih dan beradaptasi dengan panggung dan calon audiens sejauh memungkinkan.
5. Jangan lupa rileks
Kiat pamungkas dari artikel super serius ini justru adalah "jangan lupa rileks". Iya, jangan lupa untuk bersikap santai sebelum tampil berbicara. Ada aneka kiat swasugesti jitu yang bisa kita terapkan sebelum kita akan tampil dalam lomba atau acara publik.