Para investor asing ini tidak (terlalu) peduli dengan sejarah klub dan suara suporter. Yang penting dapat uang. Titik.Â
Bisa dibayangkan, jika misalnya Liverpool dan MU tak lagi berlaga di Liga Inggris (karena otoritas Liga Inggris tidak setujui rencana ESL), partisipasi dua klub ini di Liga Inggris akan berhenti mendadak.
Padahal, rivalitas MU dan Liverpool di Liga Inggris adalah magnet yang menyatukan sekaligus memisahkan warga Merseyside Inggris. Ibarat rivalitas Persija dan Persib atau PSIM dan PSS yang selalu seru.
ESL menganggap sepi ikatan historis dan emosional antara kota, klub, dan suporter bola.
Okelah, MU dan Liverpool akan bertemu di ESL. Akan tetapi, mereka tidak lagi bersaing meraih gelar Liga Inggris yang sangat bermakna bagi suporter dan (mantan) pemain kedua kesebelasan.
Selain itu, kriteria lima klub lolos kualifikasi juga belum jelas. Dari liga mana saja? Bagaimana nasib klub kualifikasi ketika tahun depan kembali ke liga domestik? Apakah liga domestik mau menerima lagi "bekas ESL"? Sejauh ini, semua liga besar Eropa tidak setujui ESL!
Ketiga, Â mengacaukan tatanan sepak bola global dan lokal
FIFA telah memperingatkan, para pemain klub-klub anggota European Super League bisa hilang peluang memperkuat tim nasional di ajang resmi FIFA.
Coba bayangkan, Piala Dunia tanpa kehadiran Cristiano Ronaldo (Juventus), Lionel Messi (Barcelona), Mohammed Salah (Liverpool), dan banyak bintang lain.Â
Di tingkat lokal, liga-liga domestik akan kelimpungan karena kehilangan tim-tim besar yang selama ini membuat liga menarik bagi penonton dan sponsor. Liga Inggris tanpa enam klub di atas akan tampak ganjil.Â
Para pemain ESL akan sangat dirugikan jika dilarang tampil membela negara di ajang FIFA. Bayangkan jika suatu saat nanti ada bintang muda Indonesia yang main di Arsenal atau Inter Milan (anggota tetap ESL). Dia akan dilarang main di Timnas Indonesia!
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!