Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Hukum, Etika, dan Tata Cara Menerjemahkan Karya Orang Lain

28 November 2020   10:53 Diperbarui: 29 November 2020   22:49 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pengarang tentu senang kala karyanya dibaca banyak orang. Akan tetapi, ia juga tentu ingin hak ciptanya dihargai. Jika penulis lain ingin menerjemahkan karyanya, tentu ada etika dan tata cara yang perlu dijunjung tinggi.

Hal paling penting adalah menghormati hak cipta penulis sesuai hukum yang berlaku. Di Indonesia, ada UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Pasal 58 Undang-undang Hak Cipta No 28 tahun 2014 (UUHC) menyatakan bahwa jangka waktu perlindungan atas karya cipta di Indonesia “…berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.”

Pasal 8 UUHC mengatur hak ekonomi pencipta karya. Hak ekonomi yang dipegang pencipta dan pemegang hak cipta mencakup: 1) Penerbitan Ciptaan; 2) Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; 3) Penerjemahan Ciptaan; 4) Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; 5) Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; 5) Pertunjukan Ciptaan; 6) Pengumuman Ciptaan; 7) Komunikasi Ciptaan; dan 8) Penyewaan Ciptaan.

Setiap negara memiliki aturan hukum mengenai hak cipta. Di Amerika Serikat, misalnya, karya cipta yang diterbitkan atau didaftarkan sebelum tahun 1978 memiliki jangka waktu perlindungan 95 tahun.

Jika masa itu telah lewat masa perlindungan hukumnya, karya menjadi domain publik (milik publik) dan bebas dipergunakan masyarakat luas, juga untuk kepentingan ekonomi.

Dengan memperhatikan aturan hukum di atas, setiap orang yang hendak menerjemahkan dan mengadaptasi karya seorang pencipta demi tujuan komersial wajib meminta izin kepada pencipta atau pemegang hak cipta sejauh karya itu masih dalam masa perlindungan hukum hak cipta.

Fair Use

Dalam praktik, kita mengenal adanya pengecualian untuk kepentingan fair use. Yang dimaksud kepentingan fair use adalah:

1) Kritik dan komentar atas karya

Misalnya, saya ingin menulis ulasan tentang puisi seorang penyair Inggris kontemporer. Saya diizinkan menerjemahkan puisi itu sejauh hal ini digunakan untuk menulis kritik dan komentar atas karya tersebut.

2) Kepentingan edukasi

Umpama, saya ingin menerjemahkan sebuah cerpen berbahasa Jepang karya penulis masa kini untuk bahan pengajaran di kampus. Saya boleh saja menerjemahkan tanpa harus meminta izin pada penulisnya.

Artikel, makalah, dan segala tulisan saya yang memuat terjemahan karya itu hanya boleh dipergunakan untuk kalangan terbatas demi kepentingan kritik dan komentar serta edukasi.

Saya sebagai orang yang menerjemahkan juga wajib secara etis untuk mencantumkan nama penulis asli dan sumber asli naskah tersebut. 

Karya adaptasi

Sering kali kita terpesona akan keindahan dan mutu suatu karya berbahasa asing, lalu ingin melakukan adaptasi karya itu ke bahasa lain (misal, bahasa Indonesia).

Adaptasi merujuk pada proses menyesuaikan karya itu dengan konteks baru dan atau alih wahana. Alih wahana adalah proses mengubah suatu jenis kesenian ke jenis kesenian lain. Demikian menurut Sapardi Djoko Damono.

Misal, sebuah novel kita buat adaptasi menjadi naskah film. Sebuah novel Sapardi Djoko Damono bertajuk “Hujan Bulan Juni” juga telah mengalami alih wahana pada 2017 lalu ke dalam bentuk film.

Aturan serupa tentang penerjemahan juga berlaku. Sejauh saya melakukan adaptasi itu untuk kepentingan nonkomersial, saya tidak perlu meminta izin dari pengarang atau pemegang hak cipta.

Lain halnya kala karya adaptasi itu mendatangkan keuntungan ekonomi bagi saya semata. Tentu tidak adil bahwa penulis asli tidak mendapatkan keuntungan ekonomi yang menjadi haknya. 

Secara etis, saya sebagai orang yang melakukan adaptasi juga wajib mencantumkan nama penulis dan sumber asli naskah tersebut.

Karya terinspirasi

Bagaimana dengan sebuah karya yang terinspirasi oleh karya orang lain? Saya berpendapat, kita perlu membedakan gejala ini menjadi dua:

1) Disadari oleh penulis

Seorang penulis bisa saja secara sadar menulis karya dengan mengambil inspirasi dari bagian karya penulis lain. Dalam hal ini, ia perlu menulis keterangan di akhir karya untuk menjelaskan asal inspirasi tulisannya itu.

2) Tidak disadari oleh penulis

Bisa terjadi, penulis tidak menyadari bahwa ketika menulis, ia sedang dipengaruhi kuat oleh inspirasi dari penulis-penulis lain. Pembaca segera mengenali kesamaan itu dan mungkin segera menuduh telah terjadi plagiarisme.

Dalam hal ini, penulis dapat melakukan klarifikasi secara jujur agar pembaca memahami apa yang sebenarnya terjadi. Pemberian pengakuan pada penulis asli (sumber inspirasi karya) pun perlu dilakukan.

Tata cara penerjemahan dan adaptasi karya

1. Sejauh karya itu bukan domain publik dan bukan fair use, penulis asli dan pemegang hak cipta perlu dimintai izin. 

Karya para penulis dilindungi hak cipta. Hanya penulis asli yang boleh menggunakan karya itu untuk kepentingan komersial. Pihak lain yang ingin menggunakan, atau ingin menerjemahkan dan mengadaptasi karyanya untuk kepentingan komersial wajib meminta izin.

2. Proses penerjemahan dan pengadaptasian wajib dilakukan secara saksama demi menjaga mutu.

Menerjemahkan dan mengadaptasi karya bukan hal sederhana. Para penerjemah pun harus bersusah payah memastikan hasil terjemahan sungguh akurat. 

Demikian pula, adaptasi atau alih wahana karya perlu menjaga "perasaan" penulis asli. Artinya, hendaknya jangan menyimpang jauh dari maksud penulis asli. Setidaknya pesan yang ia sampaikan tetap kita teruskan dalam karya terjemahan dan adaptasi kita.

Jika memungkinkan, kita perlu juga meminta pendapat penulis asli dan pendapat ahli 

Pernyataan sanggahan

Saya bukan penulis dan penerjemah profesional. Tulisan ini lebih merupakan ungkapan penghormatan terhadap karya cipta dan hak cipta. Hendaknya sebagai penulis, kita menghargai hak cipta. Jangan pernah melanggar secara sengaja hak cipta orang lain demi kepentingan sempit.

Jika ingin tulisan dan hak cipta kita dihargai, hargailah tulisan dan hak cipta orang.

Sesederhana itu. Salam literasi. Salam kejujuran. Penulis harus jujur kalau tak ingin hancur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun