3. Sintetis-Konvensional (Synthetic-Conventional)
Sebagian besar orang bertransisi ke tahap ini saat masa remaja. Tahap ini umumnya dialami sejak usai 12 tahun hingga dewasa. Pada tahap ini, orang mulai memiliki sejumlah lingkaran sosial.
Meski demikian, di tahap ini, orang cenderung mengalami kesulitan untuk melihat di luar dunia mereka dan tidak menyadari bahwa mereka ada “di dalam” suatu sistem kepercayaan.
Pada tahap ketiga ini, otoritas keagamaan biasanya disematkan pada pribadi-pribadi tokoh atau pemuka agama atau kelompok yang mewakili kepercayaan seseorang. Sayangnya, inilah tahap di mana banyak orang berhenti bertumbuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi transisi iman seseorang ke tahap selanjutnya (tahap keempat) antara lain: adanya perjumpaan dengan pengalaman atau perspektif yang membawa pada refleksi kritis pada kepercayaan/agamanya; kekecewaan besar terhadap pemimpin agama panutannya, atau bisa juga karena pengalaman remaja kabur dari rumah.
4. Individuatif-Reflektif (Individuative-Reflective)
Tahap ini adalah tahap yang sulit. Tahap ini sering dimulai pada masa dewasa muda, saat orang mulai melihat di luar "kotak (agama)nya" dan menyadari bahwa ada kotak-kotak (agama dan kepercayaan) yang lain. Orang mulai secara kritis menimbang-nimbang imannya.
Iman pada tahapan ini sudah bersifat otonom. Ada kemampuan melakukan refleksi kritis. Namun, bahaya pada tahap ini adalah orang bisa cenderung mengagungkan rasionya.
5. Iman Konjungtif (Conjunctive Faith)
Tahap ini umumnya dialami orang paruh-baya dan selanjutnya. Pada tahap ini, orang mulai menyadari batas logika dan mulai menerima hal-hal yang bertentangan dalam kehidupan.
Orang mulai melihat hidup sebagai misteri dan sering kembali ke cerita-cerita dan simbol-simbol suci, namun kali ini tanpa terkurung pada “kotak teologis”.