Pak Akup seorang duda. Ia tinggal seorang diri di pondok tanpa sekat kamar itu. Syukurlah, para tetangga sering memberinya bantuan. Mengambilkan air dan memberi bantuan makanan.
Menariknya, meski tunanetra, Pak Akup tetap berusaha melayat tetangga yang meninggal dunia.
Kondisi pria renta ini diwartakan oleh Suster Sari PI, biarawati yang bertugas di Tamiang Layang kepada banyak insan budiman. Penggalangan dana untuk pembangunan rumah baru bagi Pak Akup pun dilakukan.
Berkat penyelenggaraan Tuhan YME, dana sebesar Rp 8,670.000 berhasil terkumpul. Adalah kemurahan hati sejumlah donatur, termasuk sejumlah rekan Kompasianer, yang membuat dana solidaritas itu dapat disalurkan pada Pak Akup.
Gotong-Royong Tiga Hari
"Masyarakat sepakat tidak meladang selama tiga hari untuk bergotong royong membangun rumah baru Pak Akup," demikian tulis Suster Sari, pemerhati kaum papa, melalui pesan singkat.
Keputusan untuk membuat rumah baru bagi Pak Akup didukung penuh oleh perangkat desa dan seluruh warga desa yang berasal dari aneka latar belakang agama dan kepercayaan.Â
Ritual Adat Dayak Ma'anyan
Pada hari pertama, dari pukul 8 pagi sampai pukul 17, masyarakat bersatu padu membangun rumah Pak Akup. Ada yang membuat septic tank, ada pula yang membuat fondasi.