Pertama, negara-negara pada kelompok kedua ini sangat beragam tanggapannya. Ada Indonesia yang 83 persen warganya menilai agama saat ini memegang peran yang lebih penting daripada 20 tahun lalu. Sementara itu, 63 persen responden Australia menilai bahwa agama makin tidak berpengaruh di benua itu.Â
Kedua, adanya 83 persen responden Indonesia yang berpendapat bahwa agama semakin berpengaruh dalam tiap sendi kehidupan menjadi angka tertinggi di antara 27 negara yang disurvei.
Hanya Nigeria (65 persen) dan Kenya (60 persen) yang bisa mengekor Indonesia dalam hal makin besarnya pengaruh agama dalam 20 tahun terakhir.
Istilah "Mabuk Agama"
Sebelumnya, saya perlu memberi penjelasan mengenai istilah "mabuk agama" ini agar tidak menimbulkan salah tafsir.Â
Istilah ini memang bukan istilah ilmiah. Istilah ini muncul, antara lain, untuk menamai gejala makin kuatnya pengaruh agama dalam masyarakat kita, terutama dalam kaitannya dengan kontestasi politik berbasis politik identitas.
Istilah "mabuk agama" bukan berarti bahwa saya menilai bahwa agama itu seperti alkohol yang memabukkan. Agama sangat penting bagi saya. Juga bagi kita semua sebagai warga Indonesia ber-Pancasila. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi juga nafas hidup saya dan Anda, pembaca budiman.Â
Istilah "mabuk agama" sejatinya adalah istilah yang mengajak kita untuk berkaca diri: "Seberapa kuat sih agama itu memengaruhi hidupku dan masyarakatku? Bagaimana seharusnya menempatkan agama secara tepat dalam konteks hidupku dan hidup berbangsa dalam masyarakat bineka di Indonesia?"
"Mabuk agama" pada judul artikel ini memang berkonotasi negatif, akan tetapi sebenarnya riset PEW Research tidak sedang membahas soal "mabuk agama". Maafkan saya yang menggunakan istilah "mabuk agama" itu untuk menarik minat Anda membaca ulasan "agak berat" ini.Â
Empat Relevansi Riset PEW Research untuk Kita