Dalam lingkup tertentu, terus terjadi pengkultusan pemuka agama dan pseudo-pemuka agama dan kepercayaan di Indonesia. Â Gejala munculnya "kerajaan-kerajaan halu" sebenarnya terkait juga dengan keinginan pribadi-pribadi tertentu untuk diakui sebagai pemuka agama.
Masyarakat Indonesia memang adalah masyarakat agamis. Nah, sayangnya, karakter luhur ini sering dimanipulasi oleh oknum pemuka agama dan pseudo-pemuka agama.Â
Bukan rahasia umum, status sebagai pemuka agama adalah status tinggi dalam masyarakat Indonesia. Sejumlah oknum pemuka agama memanfaatkan statusnya secara keliru, yakni demi mengeruk keuntungan pribadi.Â
Bahkan, baru-baru ini marak pastor, suster, dan biarawan palsu. Simak 7 Tips Waspadai Pastor-Suster Palsu ini.
Oknum-oknum ini senang sekali dihormati, dipuja-puji, dianggap "tuhan" oleh pengikutnya. Mereka melanggengkan kuasa dan pengaruh denggan menebarkan fanatisme sempit. Kadang dengan cara-cara antiPancasila, antikeberagaman, dan antilogika.
Dalam situasi ini, kita sebagai warga perlu menyadari bahwa pemuka agama itu bukan Tuhan. Jangan pernah menuhankan manusia, betapapun karismatiknya orang itu ketika berkhotbah dan berceramah.
Wasana Kata
Ulasan ini pun masih jauh dari tuntas. Saya harapkan rekan pembaca dan penulis Kompasiana menanggapi artikel ini dengan artikel balasan dan atau komentar.Â
Salam persaudaraan. Sila bagikan artikel ini jika dipandang baik. Akhirulkalam, saya aturkan pesan ini: "Virtus in medio. Keutamaan ada di tengah. Bukan di salah satu ekstrem. Beragama itu baik sekali, tetapi "mabuk agama" itu sangat perlu kita waspadai."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H