Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Memahami Beda Mudik dan Pulang Kampung Menurut Jokowi, Najwa, dan Kita

23 April 2020   04:39 Diperbarui: 23 April 2020   14:30 7972
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari kompas.com dan najwashihab.com - dokpri

Konteks dan Esensi Pernyataan Jokowi

Lebih dari perdebatan soal makna (leksikal dan selingkung) mudik dan pulang kampung, kiranya kita perlu lebih memperhatikan konteks dan esensi pernyataan Presiden Jokowi. 

Wawancara dengan Najwa Shihab dilakukan tepat sebelum rapat terbatas soal wacana pelarangan mudik Lebaran 2020.

Kita tahu, rapat terbatas itu akhirnya memutuskan larangan mudik Lebaran 2020. Warga yang dilarang mudik ialah mereka yang berasal dari daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta daerah zona merah Covid-19 lainnya. Larangan tersebut berlaku mulai 24 April.

Rapat ini lah konteks pernyataan Presiden Jokowi. Dalam pemahaman Jokowi (yang dipengaruhi terminologi selingkung rapat), para warga pendatang itu disebut pulang kampung karena tak terkait langsung dengan Lebaran.  

Rapat terbatas yang Jokowi ikuti membahas pelarangan mudik, bukan pulang kampung Lebaran 2020. 

Singkat cerita, Jokowi kemungkinan besar terpengaruh istilah teknis rapat saat menjawab pertanyaan Najwa soal 'mencuri start mudik', yang ditanyakan persis sebelum rapat terbatas.

Sementara dalam pemahaman Najwa dan kita (warga masyarakat luas), para warga pendatang itu mencuri start mudik. 

Kedua istilah ini memang berbeda dan menimbulkan kerancuan, bahkan di kalangan pemerintah sendiri. Soal perbedaan istilah, kiranya tak perlu kita bahas berlarut-larut. Masukan patut kita sampaikan pada para politikus kita agar tak terjadi lagi kesalahpahaman. 

Bisa kita pahami "kritik halus" pencinta bahasa Indonesia, Ivan Lanin yang mencuit ulang: "Pemaknaan kata tidak perlu dicari dalam kamus. Cukup tanyakan kepada politikus." 

Kiranya masukan ini berlaku untuk semua politikus di negeri kita tercinta agar memopulerkan istilah yang mudah dipahami rakyat jelata. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun