Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Kaget, Sinterklas Bukan Simbol Natal Sejati

18 Desember 2019   07:16 Diperbarui: 20 Desember 2019   05:01 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
St Nicholas dekat dengan anak-anak | forum.termometropolitico.it

Saya sarankan Anda membaca tulisan ini sampai tuntas, jangan cuma baca judul lalu kabur. 

Sebelum menguraikan tema ini, perkenankan saya menerangkan bahwa tulisan ini adalah wujud otokritik saya sebagai seorang Katolik. Bukan suatu tulisan asal-asalan dari seorang "dari luar" kekatolikan. 

Santa Klaus atau Sinterklas selama ini seolah identik dengan Natal. Jelang Natal, banyak orang Katolik (dan Kristen) memasang hiasan, juga figur Santa Klaus. Pula mal dan toko-toko serta pusat keramaian memajang Santa Klaus. 

Pertanyaannya, siapa sebenarnya Santa Klaus atau Sinterklas? Apakah ia sungguh ada kaitannya dengan Natal?

Mungkin Santo Nikolaus

Mungkin saja figur historis yang bisa dikaitkan dengan nama saint atau santo Nicholas adalah Santo Nikolaus, seorang uskup Yunani abad keempat. 

Dikutip dari laman history.com, Santo Nicholas dilahirkan sekitar tahun 280 M di Patara, dekat Myra di Turki modern. Ia sangat dikagumi karena kesalehan dan kebaikannya. 

Lukisan St Nicholas dari abad ke-11-Karahalis/Reuters | milwaukeeindependent.com
Lukisan St Nicholas dari abad ke-11-Karahalis/Reuters | milwaukeeindependent.com
Dikisahkan bahwa Santo Nicholas memberikan semua warisan yang ia terima untuk membantu orang miskin dan sakit. Salah satu kisah St. Nicholas yang paling terkenal adalah saat ia menyelamatkan tiga gadis miskin yang hendak dijual oleh ayah mereka sendiri. 

Santo Nicholas menyediakan mas kawin agar tiga gadis itu bisa menikah dengan pemuda idaman mereka alih-alih dijual sebagai budak. 

Kisah lain mengatakan bahwa Santo Nicholas yang waktu itu adalah Uskup mendatangi sebuah penginapan di mana telah terjadi pembunuhan atas tiga bocah lelaki. 

Pelakunya adalah si penjaga penginapan. Uskup Nicholas berdoa kepada Tuhan dan secara mengagumkan, ketiga bocah itu bangkit dari kematian. 

Kisah ini menjadi alasan mengapa Santo Nicholas menjadi santo pelindung anak-anak. Tambah lagi, Uskup Nicholas dikisahkan gemar blusukan ke desa-desa membawa hadiah kecil untuk anak-anak miskin.

St Nicholas dekat dengan anak-anak | forum.termometropolitico.it
St Nicholas dekat dengan anak-anak | forum.termometropolitico.it
Santo Nicholas secara tradisional digambarkan mengenakan jubah uskup merah, dan sering dibantu oleh seorang anak yatim kecil, menurut beberapa legenda.

Dari Belanda ke Penjuru Dunia

Nama Santa Claus berevolusi dari nama panggilannya dalam bahasa Belanda: Sinter Klaas, bentuk singkat dari Sint Nikolaas (bahasa Belanda untuk Santo Nikolas). 

Di Belanda perayaan St. Nicholas tetap hidup dalam bentuk Sinterklaas, seorang tokoh budiman yang melakukan perjalanan dari rumah ke rumah pada malam 5 Desember. 

Sinterklaas meninggalkan camilan atau hadiah di sepatu anak-anak dengan imbalan makanan ringan untuk kudanya, menurut cerita rakyat yang beredar di Belanda.

Dalam tradisi Belanda, Sinterklaas mengenakan jubah uskup merah, memiliki seorang asisten peri, dan menunggang kudanya di atas atap sebelum menyelinap ke bawah cerobong asap untuk mengirimkan hadiah.

Sinterklaas membuat terobosan pertamanya ke dalam budaya populer Amerika menjelang akhir abad ke-18. Pada bulan Desember 1773  dan 1774, sebuah surat kabar New York melaporkan bahwa sekelompok keluarga Belanda telah berkumpul untuk menghormati hari peringatan kematiannya.

Pada 1804, John Pintard, anggota New York Historical Society, membagikan potongan kayu St. Nicholas pada pertemuan tahunan kelompok itu. Latar belakang ukiran itu berisi gambar-gambar Santa yang sekarang kita kenal, termasuk kaus kaki yang penuh dengan mainan dan buah yang digantung di atas perapian. 

Pada 1809, Washington Irving membantu mempopulerkan cerita Sinter Klaas ketika ia menyebut St. Nicholas sebagai santo pelindung New York dalam bukunya, The History of New York.

Jadi Figur Komersialisasi Natal

Pemberian hadiah, terutama bagi pada anak-anak, telah menjadi bagian penting dari perayaan Natal sejak awal abad ke-19. Toko-toko mulai mengiklankan belanja Natal pada tahun 1820. 

Pada tahun 1840-an, surat kabar memuat iklan liburan, yang sering menampilkan gambar-gambar Santa Claus yang baru populer. 

Pada tahun 1841, ribuan anak mengunjungi toko Philadelphia untuk melihat model Santa Claus seukuran aslinya. Mulai saat itu banyak toko mulai menarik anak-anak, dan orang tua mereka, dengan iming-iming kesempatan melihat Santa Claus "hidup". 

Busana Pencari Sumbangan

Pada awal 1890-an, Kelompok Salvation Army membutuhkan uang untuk membayar makanan Natal gratis yang mereka sediakan untuk keluarga yang membutuhkan. 

Mereka mulai mendandani orang-orang pengangguran dengan pakaian Santa Claus dan mengirim mereka ke jalan-jalan New York untuk meminta sumbangan. 

Santa Klaus kelompok Salvation Army sejak saat itu sering membunyikan lonceng di sudut-sudut jalan kota-kota Amerika untuk mengumpulkan sumbangan bagi kaum miskin.

Tak Semua Orang Suka Sinterklas

Menariknya, tak semua negara suka dengan Sinterklas.  Laman National Geographic menulis bahwa di negara-negara seperti Republik Ceko, Austria, dan Amerika Latin, ada kelompok yang mengikuti gerakan melawan Sinterklas.

Alasannya, demi melestarikan tokoh lokal pemberi kado bagi anak-anak. Singkatnya, mereka ingin melindungi anak-anak dari Sinterklas yang mereka anggap berasal dari budaya pop Amerika Utara. 

Injil Tidak Menyebut Sinterklas

Sila membaca seluruh Alkitab, termasuk Injil yang berkisah tentang kelahiran Yesus. Tidak ada satu pun ayat yang menyebut figur Santa Claus atau Santo Nicholas. 

Terang saja, jika yang dimaksud adalah Santo Nicholas, ia memang baru akan muncul pada abad keempat. Kisah hidupnya sama sekali tidak berhubungan dengan kisah Natal. Perayaannya adalah 6 Desember, bukan 25 Desember. 

Kesimpulannya sederhana, Sinterklas atau Santa Claus memang bukan simbol Natal sejati. Lalu, apa simbol Natal yang sejati? 

Paus Fransiskus baru-baru ini mengajak umat Katolik untuk menghayati (kembali) tradisi membuat gua Natal. Paus bahkan menulis surat apostolik Surat "Admirabile Signum" atau Tanda yang Mengagumkan. Surat ini menegaskan arti pentingnya "Nativity Scene" atau dekorasi Gua Natal yang menghadirkan kisah kelahiran Yesus di Betlehem.

Paus berharap Surat Apostolik  ini akan mendorong keluarga-keluarga Katolik mempersiapkan gua Natal di rumah masing-masing. Paus bersahaja asal Argentina ini juga mendorong agar gua Natal dibuat di tempat kerja, sekolah, rumah sakit, penjara dan alun-alun kota. Tentu saja sesuai situasi dan peluang di daerah masing-masing.

Gua Natal Tradisi Sejak Abad ke-12

Membuat Gua Natal adalah tradisi kuno yang telah mulai dirintis oleh Santo Fransiskus dari Assisi (Italia) pada abad ke-12. Santo Fransiskus berkunjung pada tahun 1223 ke kota Greccio. 

Gua-gua yang dilihatnya di sana mengingatkannya pada pedesaan Betlehem. Pada tanggal 25 Desember, para biarawan dan penduduk setempat datang bersama-sama, membawa bunga dan obor," tulis Sang Paus. 

“Ketika Santo Fransiskus tiba, dia menemukan palungan penuh jerami, seekor lembu dan seekor keledai. Lantas seorang imam merayakan Ekaristi (ibadat Katolik) di kandang itu. Hal ini menunjukkan hubungan erat antara kelahiran Yesus dan Sakramen Ekaristi," lanjut Paus Fransiskus.

Apa yang disampaikan Paus Fransiskus memang adalah inti utama makna Gua Natal yang mengajak umat Katolik untuk merenungkan kesederhanaan Natal. Yesus lahir ke dunia di kandang bersahaja, bukan di istana raja. 

Bayi Yesus pertama-tama dikunjungi oleh para gembala sederhana, bukan oleh petinggi politik pada saat itu. Yesus datang, terutama untuk kaum miskin papa. Ia mengajarkan semangat berbagi kepada yang berkekurangan.

Lalu, Haruskan Tolak Sinterklas?

Pertanyaan ini hangat dibicarakan, terutama di kalangan Katolik konservatif. Sebagian menilai, Sinterklas adalah figur komersialisasi Natal yang "tidak nyambung" dengan semangat kesederhanaan Natal. 

Dalam arti tertentu, pendapat ini ada benarnya. Secara historis, Sinterklaas yang kita kenal di film dan iklan Natal memang "diciptakan" pada sekitar tahun 1840-an di Amerika Utara untuk menarik perhatian orang agar datang ke pusat perbelanjaan.

Akan tetapi, tak semua orang Katolik setuju. Mereka menganggap, figur Sinterklaas tetap penting sebagai figur seorang tokoh baik hati yang suka memberikan hadiah, tentu bagi anak-anak yang rajin berdoa, belajar, dan membantu sesama. 

Selain itu, mungkin agak aneh merayakan Natal tanpa Sinterklaas. Maklumlah, sudah jadi tradisi, setidaknya selama dua abad terakhir.

Hemat saya, Sinterklas memang bukan simbol Natal yang sejati. Suka tidak suka, kemunculannya terkait dengan komersialisasi Natal. Tak heran, iklan dan dekorasi pusat perbelanjaan lebih menonjolkan Santa Klaus. Bayi Yesus yang lahir ke dunia dalam kesederhanaan amat sering "disingkirkan" oleh Santa Klaus di ruang publik.

Seandainya saya jadi orang tua dan guru, saya akan lebih memilih untuk mengajak anak-anak membuat Gua Natal sebagai simbol Natal yang sejati.

"Anak-anak, tolong bawa kado untuk Bayi Yesus. Isinya bisa alat tulis atau topi atau kue yang sehat. Nanti kalian taruh di depan Gua Natal. Nah, setelah Natal, yuk kita ke panti asuhan untuk menyerahkan kado Natal itu untuk teman-teman kita di sana," mungkin itu yang akan saya nasihatkan.

Entahlah, apakah anak-anak dan ortu zaman now masih suka mempraktikkan solidaritas Gua Natal semacam itu. Atau jangan-jangan, anak-anak lebih suka merengek-rengek minta kado Natal (yang dijanjikan orang tua) dan minta diajak ke mal untuk melihat Santa Klaus...

Ho ho ho....tanpa Sinterklas, aku ora popo...

Rujukan: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun