Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Kaget, Sinterklas Bukan Simbol Natal Sejati

18 Desember 2019   07:16 Diperbarui: 20 Desember 2019   05:01 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
St Nicholas dekat dengan anak-anak | forum.termometropolitico.it

Lalu, Haruskan Tolak Sinterklas?

Pertanyaan ini hangat dibicarakan, terutama di kalangan Katolik konservatif. Sebagian menilai, Sinterklas adalah figur komersialisasi Natal yang "tidak nyambung" dengan semangat kesederhanaan Natal. 

Dalam arti tertentu, pendapat ini ada benarnya. Secara historis, Sinterklaas yang kita kenal di film dan iklan Natal memang "diciptakan" pada sekitar tahun 1840-an di Amerika Utara untuk menarik perhatian orang agar datang ke pusat perbelanjaan.

Akan tetapi, tak semua orang Katolik setuju. Mereka menganggap, figur Sinterklaas tetap penting sebagai figur seorang tokoh baik hati yang suka memberikan hadiah, tentu bagi anak-anak yang rajin berdoa, belajar, dan membantu sesama. 

Selain itu, mungkin agak aneh merayakan Natal tanpa Sinterklaas. Maklumlah, sudah jadi tradisi, setidaknya selama dua abad terakhir.

Hemat saya, Sinterklas memang bukan simbol Natal yang sejati. Suka tidak suka, kemunculannya terkait dengan komersialisasi Natal. Tak heran, iklan dan dekorasi pusat perbelanjaan lebih menonjolkan Santa Klaus. Bayi Yesus yang lahir ke dunia dalam kesederhanaan amat sering "disingkirkan" oleh Santa Klaus di ruang publik.

Seandainya saya jadi orang tua dan guru, saya akan lebih memilih untuk mengajak anak-anak membuat Gua Natal sebagai simbol Natal yang sejati.

"Anak-anak, tolong bawa kado untuk Bayi Yesus. Isinya bisa alat tulis atau topi atau kue yang sehat. Nanti kalian taruh di depan Gua Natal. Nah, setelah Natal, yuk kita ke panti asuhan untuk menyerahkan kado Natal itu untuk teman-teman kita di sana," mungkin itu yang akan saya nasihatkan.

Entahlah, apakah anak-anak dan ortu zaman now masih suka mempraktikkan solidaritas Gua Natal semacam itu. Atau jangan-jangan, anak-anak lebih suka merengek-rengek minta kado Natal (yang dijanjikan orang tua) dan minta diajak ke mal untuk melihat Santa Klaus...

Ho ho ho....tanpa Sinterklas, aku ora popo...

Rujukan: 1, 2, 3, 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun