Tapi bedanya saya tetap stand-up. Saya tida fokus pada perkataan kritikan itu, saya fokus untuk memperbaiki. Saya kurang detail kalau bertanya, saya besok harus detail.
Dan boom. Hari ke hari saya semakin semangat. Setiap kritikan saya buktikan dengan tulisan keesokan harinya.
Kritikan hari ini buat perbaikan besok. Agak tenang dan sudah lancar.
Tapi apakah sudah selesai masalahnya? Belum dong. Saya punya direktur. Yang sungguh detail dan tulisan sebagus apapun pasti dikritik.
Tulisan saya pun tak luput dari kritikannya. Kuantitas apalagi. Bahkan sialnya tulisan saya yang saat meliput direktur itu membuat manager saya dikatain tak berkompeten memilih wartawan.
Hancur hati? Pasti. Mau resign lagi? Pastinya.
Terus apa yang menguatkan? Ya teman-teman di sekeliling saya termasuk manajer saya.
Padahal saya waktu itu juga sudah apply di beberapa perusahaan lain. Tapi untungnya tidak diterima.
Dan ketika bertemu dengan manajer saya, diurai alasan saya mau resign. In short, ternyata saya hanya mudah merasa down ketika membuat kesalahan.
Padahal dunia ini memang perlu kesalahan supaya ada yang benar. Hitam butuh putih untuk bisa dikatakan hitam.
Tapi saya berpikirnya dunia ini musti berjalan lurus. Pekerjaan harus sempurna dan selesai harus 100% benar sekejap. Padahal orang hebat seperti Nadiem Makarim musti ditolak oleh beberapa investor sebelum Gojek sebesar sekarang. Padahal, RM BTS harus dicerca oleh rapper dan netizen Korea dan fans K-POP sebelum BTS sebesar sekarang.