Artinya walaupun ESDM tetap memakai PP 79/2014 sebagai konsideran dalam menyusun Buku Putih dimana Nuklir sebagi Opsi terakhir tetapi karena adanya Kepentingan Nasional yang mendesak dan untuk mengurangi emisi karbon sesuai dengan kondisi yang di tetapkan oleh KEN sehingga PLTN perlu di bangun sebelum 2025.Â
Pertanyaannya sederhana? apakah keadaan mendesak tersebut sudah berubah saat ini di 2017, sehingga PLTN tidak lagi di bahas untuk masuk bauran sebelum 2025?
Tidak perlu menjadi ahli nuklir untuk menjawab itu. Jawabannya: tidak ada kondisi kelistrikan yang berubah sejak 2015 sampai saat ini. Artinya bila pada tahun 2015 ESDM sudah menganalisa bahwa keadaan sudah mendesak sehingga membutuhkan PLTN apalagi sekarang.
Berikut adalah kutipan dari berita resmi yang di posting website EBTKE ESDM
"Berdasarkan simulasi Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan tahun 2014 maka ditemukan guna mencapai target 23 persen pada tahun 2025 maka membutuhkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tahun 2024-2025 dengan total kapasitas 5000 MW -- Berangkat dari kenyataan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menyusun Buku Putih PLTN 5000 MW " Â
Politisasi terhadap Nuklir pun masih dapat di lihat dalam RUEN dalam pasal yang membahas Nuklir masih terus memakai kata-kata "pengembangan" dan "Penguasaan" yang semuanya berbau litbang, padahal Indonesia sudah melakukan pegembangan Nuklir lebih dari 50 tahun. Tidak ada sama sekali kata "pembangunan" , "rancang bangun" dan "beroperasi" sebagaiman terdapat dalam PP No 14/2015 tentang RIPIN yang dengan tegas mengamanatkan untuk PLTN di bangun.
Maka bila pemerintah serius mempetimbangkan Nuklir untuk masuk bauran energi maka Peta Jalan yanhg di buat harus berbunyi "PETA JALAN PEMBANGUNAN PLTN" bukan Pengembangan atau bukan energi nuklir dengan time frame yang jelas kapan mulai di bangun dan kapan beroperasi.
Sebagai gambaran PLTN pertama UEA, sebuah negara yang yang tidak punya pengalaman nuklir sama sekali akan beroperasi tahun 2017 ini, dimana lama pembangunan hanya 5 tahun. UEA menargetkan sebelum 2030, sekitar 20% bauran energinya adalah Nuklir.
PLTN seperti apa yang perlu di bangun.
PP no 14 tahun 2015 sudah mengatakan dengan jelas bahwa PLTN yang perlu di bangun adalah yang memiliki tingkat keselamatan tinggi  dan keekonomisan yang tinggi
Pertama, keselamatan tinggi yang dapat di artikan sebagai PLTN yang memiliki sistim keselamatan pasif sehingga kejadian seperti fukushima tidak terjadi. -- Perlu di ketahui faktanya bahwa PLTN adalah pembangkit listrik yang TERAMAN di banding pembangkit listrik lainya. Cukup anda google dengan kata kunci "Death per TWH" Â maka dapat di lihat dari kematian per TerraWatt hour, Nuklir adalah yang terkecil.