Seiring berjalannya waktu, agama seringkali harus menyesuaikan diri dengan kerangka berpikir seiring dengan berubahnya zaman dan juga berupaya untuk melindungi nilai-nilai luhur atas kebaikan dari ancaman paradigma zaman modern yang semakin memburuk.
Dengan demikian, selama manusia masih percaya terhadap pentingnya nilai-nilai kebaikan. Manusia harus bisa memperjuangkan kebaikan untuk merintis pembebasan diri menuju martabatnya yang tertinggi sebagai manusia.
Dengan itu pula, masih ada harapan bahwa agama dapat survive, dengan catatan: agama sendiri harus mampu tampil sebagai pembela kehidupan, kebebasan, dan kemanusiaan secara global.
Dengan begitu, agama tidak hanya bisa survive tetapi harus bisa memberikan andil efektif untuk memicu peradaban yang semakin memperjuangkan kebebasan manusia menuju puncak harkat dan martabatnya. Sebaliknya, jika dalam kenyataannya agama menjadi pemicu naluri destruktif, dan tidak mampu mengintegrasikan reflektivitas kritis modern dalam dirinya, agama akan semakin kehilangan kewibawaannya, dan juga akan semakin dianggap infantilisme atau bahkan primitivisme yang layak disingkirkan dari peradaban dan kehidupan manusia di dunia.
Sumber: Bambang Sugiharto: Religi Sebagai Kekuatan Kritis dan Transformatif Menuju Masyarakat Yang Lebih Manusiawi. Bandung, 1995
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H