Mohon tunggu...
Budhi Masthuri
Budhi Masthuri Mohon Tunggu... Seniman - Cucunya Mbah Dollah

Masih Belajar Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Gudang Pallet

24 April 2021   01:55 Diperbarui: 24 April 2021   02:36 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://rumahdijual.com/

Tidak seperti biasanya, malam ini udara terasa begitu lembab. Anginpun bertiup lebih kencang, sesekali menyibak atap seng bangunan gudang pallet tua dan menimbulkan suara gemerisik. Jumadi, Hansip  yang malam itu kebagian tugas jaga harus berkali-kali menghisap rokok kreteknya dalam-dalam, sekadar untuk menghilangkan rasa dingin yang mulai menyelimuti sekujur tubuh. Sesekali ia harus berjingkrak karena dikejutkan tikus-tikus yang berlarian menghindarinya. Sambil mengayun-ayunkan lampu senter di sekeliling bangunan, Jumadi berusaha meyakinkan bahwa gudang pallet tua itu dalam keadaan aman dari pencuri.

"Aman!"

Setibanya kembali di Pos Jaga, Jumadi segera duduk dan membuang nafasnya agak keras untuk melepas ketegangan. Entah mengapa teman jaga malamnya, Alfian belum datang juga. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Pesan singkat yang dikirimpun dibalas Alfian.

Secangkir kopi panas dari thermos buatan sang Istri, bagi Jumadi sudah cukup untuk hilangkan kekesalanya terhadap Alfian. Pada seruputan pertama, Ia langsung merasa lebih tenang. Sambil bersenandung kecil, matanya tetap mengawasi kegelapan gudang palet dari Pos Jaga. Saking fokusnya, Jumadi tidak menyadari kedatangan Kirun, tukang ojek yang selama ini menjadi sahabat karibnya, muncul di hadapan sambil membonceng penumpang perempuan muda dan cantik.

 "Jum, saya titip penumpang saya ini ya.. barusan dapat kabar Istri saya mau melahirkan...."  Kirun berbicara sambil tergopoh-gopoh, tanpa menurunkan perempuan itu dari sadel sepeda motornya terlebih dahulu.

"Loh! Ini ini siapa Run?! Gak bisa begitulah mau ninggalin anak orang sembarangan di pos hansip! Saya gak mau ah, nanti kena kasus saya..." Jumadi menolak mentah-mentah

"Sebentar saja Jum, nanti saya ke sini lagi.." Kirun berusaha meminta pengertian Jumadi sambil menurunkan beberapa tas bawaan penumpang perempuannya itu..

"lha iya, anak gadis ini siapa? Kan penumpangmu, kamu antar dulu kek sampai ke tujuannya" Jumadi mulai kesal sama Kirun, meskipun dengan ekor matanya dia melirik untuk memastikan kecantikan wajah perempuan itu..

" Dia penumpang saya, tadi naik dari Pasar Mereng mau ke Pondok Kulon, tapi barusan saya dapat kabar Istri mau melahirkan. Ini saya titip dulu, selesai saya pastikan keadaan istri, saya kemari lagi...saya gak enak bawa perempuan ini ke rumah, tolonglah Jum..." Kali ini Kirun mulai memelas meminta pengertian Jumadi.

"Oh, ya udah kalau begitu, tapi kalau ada apa-apa kamu yang tanggung jawab ya Run...?!" Jumadi menyetujui permintaan Kirun, dengan syarat tanggung jawab mutlak di Kirun..

Perempuan muda dan cantik di hadapan Jumadi, meskipun sedikit tertutupi rambut panjang sebahu, tidak dapat menyembunyikan raut wajahnya yang tampak sedih sekali. Ia lebih banyak diam dan menunduk. Mungkin baru berkelahi sama suaminya atau pacarnya? Jumadi menebak-nebak dalam hati.

"Adek namanya siapa?".. Jumadi mencoba memulai pembicaraan untuk mencairkan suasana. Malam lembab yang mulai beranjak dinihari, suara burung hantu dan jangkrik menambah tajam suasana, dan semilir angin berhembus dari gudang pallet menyibak-nyibak kecil rambut perempuan penumpang ojek Kirun tersebut.

" Nama saya Sutinah, Bang..." dengan suara lembut tetapi terasa berat perempuan itu menjawab pertanyaan Jumadi, tetap menundukkan wajahnya. Dari sela-sela rambutnya, tampak wajah yang lebam membiru di beberapa titik, seperti bekas penganiayaan. Jumadi semakin yakin jika perempuan muda dan cantik ini adalah korban kekerasan dari suami atau pacarnya.

"Udah jam sebelas malam begini koq masih jalan, mang Dik Tinah ini dari mana?"

"Saya baru pulang dari jauh Bang..."

"Pulang dari jauh?! Dari jauhnya itu darimana? Hehehehe... mbok yang jelas Dek...?"

"Saya pulang dari rantau Bang..."

"oo... koq pulangnya ke Pondok Kulon? di sebelah mananya...? kamu anaknya siapa, koq saya belum pernah tau ya..?" Jumadi semakin penasaran, diraihnya thermos tadi sembari menuang kopi cangkir kedua. Suara burung hantu dari kebun sawit belakang gudang palet membuat bulu kuduk Jumadi berdiri...  

"..dulu rumah saya di sana, saya sudah lama meninggalkan rumah.." jawaban perempuan itu semakin membingungkan Jumadi.

"ini minum dulu, biar lebih tenang, saya lihat Adek sedang ada masalah..." sambil menyodorkan Kopi yang baru saja dituang dari thermos, Jumadi mencoba mencairkan suasana. Bulu kuduknya masih berdiri, sesekali Ia mencium aroma melati. Dalam hati Jumadi mencoba menenangkan diri, mungkin asalnya dari belakang pos jaga karena si Alfian memang suka tanam-tanam bunga..

Sutinah segera mengambil secangkir kopi yang disodorkan Jumadi dan meminumnya panas-panas...

"..minumnya pelan-pelan saja Dek Tinah, nanti lidahnya melepuh lho hehehehe, tenang saja, si Kirun tukang ojeknya masih lama koq..."

"..maaf  Bang, saya haus, sambil tersipu malu Sutinah mengusap bekas kopi di bibirnya..." Meskipun sebagian wajahnya biru-biru lebam, kecantikannya masih memancar. Naluri laki-laki Jumadi terbangun saat memandang bibir Sutinah yang sangat seksi menyelimuti barisan giginya yang putih bersih..

"Kalau pulangnya cuma ke Pondok Kulon, biar Abang aja yang mengantar Dik Tinah, bagaimana?" Jumadi mulai melancarkan akal bulusnya..

"Jangan Bang, nanti pos jaganya kosong, kalau ada apa-apa saya pulak yang disalahkan" Sutinah menolak tawaran Jumadi secara halus...

"Gak apa apa Dek Tinah...." Jumadi tampak semakin bersemangat, dalam benaknya mulai dipenuhi fikiran aneh-aneh..

"Gak usah Bang, biar saya nunggu Abang Ojek yang tadi aja..." Sutinah masih saja menolak halus...

"Ayo naik, biar Abang aja yang mengantar..." sekejap mata Jumadi sudah nangkring di atas sadel sepeda motornya, sambil melempar senyum menggoda mengajak Sutinah serta....  

Merasa tidak enak hati, Sutinah-pun mengikuti ajakan Jumadi, langkahnya agak pelan, tetapi kali ini Ia tidak lagi menundukkan wajah...

Tanpa pikir panjang, Jumadi tancap gas sepeda motornya menuju Pondok Kulon dalam dekapan tubuh lembut Sutinah yang menempel erat sekali. Jumadi mabuk kepayang, entah mengapa, tiba-tiba ia merasa jalan ke Pondok Kulon terasa jauh sekali. Pemandangan di kanan-kiri jalan, pagar-pagar rumah penduduk, bunga-bunga warna warni menghiasi rumah-rumah tua khas perumahan karyawan perkebunan di masa Belanda.

"itu Bang, yang di sebelah sana rumahnya..." Sutinah menunjuk ke arah rumah paling ujung, cahaya lampunya terang sekali.

"Mari Bang, masuk dulu, saya bikinkan teh hangat.."  Sutinah seperti sengaja menahan Jumadi agar tidak segera pergi. Kesempatan itupun digunakan dengan baik oleh Jumadi...

"....bukankah tadi Sutinah mengaku pulang ke rumah orang tuanya, tetapi kenapa ia sendirian saja?" gumamnya dalam hati

Belum habis rasa penasaran Jumadi, Sutinah keluar dari dapur dengan membawa dua cangkir teh panas dan sepiring grontol jagung.

"Mari Bang diminum, ini grontol jagungnya juga masih hangat, ayo dimakan..." suara Sutinah terdengar menggoda, tersenyum sambil memandangi wajah Jumadi. Tidak berfikir panjang, Jumadi segera melahap grontol jagung dan meneguk teh hangat yang disajikan Sutinah. Entah mengapa terasa nikmat sekali, bahkan terus dan terus sampai butiran grontol jagung terakhir, tanpa disadari Sutinah sudah menempel erat sambil mengelus-elus Jumadi yang mulai kehilangan kesadaran normalnya, larut dalam cumbu mesra, asyik mahsyuk  bersama Sutinah, begitu indah dan menggairahkan. Saat itu Jumadi bahkan tidak mendengar suara kokok ayam bersahut-sahutan menandai pagi...

Dari luar, Kirun bersama Alfian datang berteriak mencari dan memanggil-manggil Jumadi. Mereka berdua melihat ada sepeda motor tersankut di atas cabang Akasia dekat gudang pallet tetapi tidak menemukan keberadaan Jumadi. Setelah Kirun dan Alfian mendobrak masuk ke dalam gudang tua itu, Jumadi ditemukan tergeletak tak sadarkan diri, di salah satu sudut ruangan pengap  penuh dengan kotoran tikus yang butirannya berserakan dimana-mana. (BERSAMBUNG)  

Kaki Merapi, 24/04/2021  01.51 WIB

DISCLAIMER: cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan tempat dan nama tokoh juga sebuah fiksi kebetulan saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun