"..minumnya pelan-pelan saja Dek Tinah, nanti lidahnya melepuh lho hehehehe, tenang saja, si Kirun tukang ojeknya masih lama koq..."
"..maaf  Bang, saya haus, sambil tersipu malu Sutinah mengusap bekas kopi di bibirnya..." Meskipun sebagian wajahnya biru-biru lebam, kecantikannya masih memancar. Naluri laki-laki Jumadi terbangun saat memandang bibir Sutinah yang sangat seksi menyelimuti barisan giginya yang putih bersih..
"Kalau pulangnya cuma ke Pondok Kulon, biar Abang aja yang mengantar Dik Tinah, bagaimana?" Jumadi mulai melancarkan akal bulusnya..
"Jangan Bang, nanti pos jaganya kosong, kalau ada apa-apa saya pulak yang disalahkan" Sutinah menolak tawaran Jumadi secara halus...
"Gak apa apa Dek Tinah...." Jumadi tampak semakin bersemangat, dalam benaknya mulai dipenuhi fikiran aneh-aneh..
"Gak usah Bang, biar saya nunggu Abang Ojek yang tadi aja..." Sutinah masih saja menolak halus...
"Ayo naik, biar Abang aja yang mengantar..." sekejap mata Jumadi sudah nangkring di atas sadel sepeda motornya, sambil melempar senyum menggoda mengajak Sutinah serta.... Â
Merasa tidak enak hati, Sutinah-pun mengikuti ajakan Jumadi, langkahnya agak pelan, tetapi kali ini Ia tidak lagi menundukkan wajah...
Tanpa pikir panjang, Jumadi tancap gas sepeda motornya menuju Pondok Kulon dalam dekapan tubuh lembut Sutinah yang menempel erat sekali. Jumadi mabuk kepayang, entah mengapa, tiba-tiba ia merasa jalan ke Pondok Kulon terasa jauh sekali. Pemandangan di kanan-kiri jalan, pagar-pagar rumah penduduk, bunga-bunga warna warni menghiasi rumah-rumah tua khas perumahan karyawan perkebunan di masa Belanda.
"itu Bang, yang di sebelah sana rumahnya..." Sutinah menunjuk ke arah rumah paling ujung, cahaya lampunya terang sekali.
"Mari Bang, masuk dulu, saya bikinkan teh hangat.." Â Sutinah seperti sengaja menahan Jumadi agar tidak segera pergi. Kesempatan itupun digunakan dengan baik oleh Jumadi...