Program "Guru Penggerak" dan "Merdeka Belajar" adalah dua inisiatif penting dari Kemendikbud Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, dengan adanya perubahan kebijakan dan dinamika dalam dunia pendidikan, muncul pertanyaan: apakah program guru penggerak akan dibubarkan jika Merdeka belajar dihentikan?.
Sebelum melanjutkan artikel ini, saya juga ingin mengucapkan "Selamat atas dilantiknya, Bapak Prabowo Subianto sebagai presiden RI ke-8 bersama Mas Gibran Rakabuming Raka", menjadi Wapres terpilih.
Dan mulai hari ini, bangsa Indonesia sudah memiliki presiden baru untuk lima tahun kedepan. Dengan berbagai harapan baru, terutama di bidang Pendidikan. Program yang telah berjalan bisa ditingkatkan lagi upaya mendukung mencerdaskan anak bangsa.
Guru penggerak memang terlalu seksi untuk dibicarakan. Ada yang ingin dilanjutkan, adapula yang ingin dibubarkan. Beberapa pengamat pendidikan mengatakan, Guru Penggerak tidak berpengaruh besar di sekolah.Â
Bahkan guru penggerak hanya sibuk dengan circlenya saja. Sibuk diluaran sekolah, dan sering meninggalkan kelas. Sementara cara mengajarnya tetap begitu saja, katanya "Aku masih seperti yang dulu." Apa memang benar seperti itu?.
Tidak sepenuhnya sorotan tersebut mengandung kebenaran dan tidak semua salah. Bukan hanya guru penggerak, guru bukan penggerakpun bisa seperti itu. Itu hanyalah ulah segelintir "Oknum guru penggerak". Karena program guru penggerak yang pernah saya ikuti diadakan diluar jam sekolah, saat lokakarya.Â
***
Apakah Guru Penggerak perlu dibubarkan?
Seorang penulis, membuat judul artikel "Bubarkan saja guru penggerak" atau "bubarkan guru penggerak". Ironisnya, mereka sendiri bagian dari guru penggerak.Â
Ibarat sebuah pabrik yang mengeluarkan sebuah produk yang dibuatnya, si pemilik pabrik meragukan produk yang dibuatnya. Sehingga pabrik tersebut perlu ditutup. Apa jadi tidak blunder judul tulisan tersebut?.Â
Disatu sisi, dia dinyatakan lulus menjadi guru guru penggerak dan diharapkan menjadi agen perubahan pendidikan, disisi lain guru penggerak tersebut menginginkan program tersebut dihentikan atau dibubarkan.Â
Guru penggerak itu bukanlah organisasi atau organisasi kemasyarakatan (Ormas) sehingga perlu dibubarkan. Guru penggerak hanyalah sebuah program yang diinisiasi oleh Kemendikbud Ristek untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas guru agar mereka dapat menjadi pemimpin pembelajaran yang inovatif dan ispiratif.Â
Yang perlu dipertanyakan itu, inovatif dan ispirasi apa yang telah dilakukannya bagi sekolah tempatnya mengajar sebagai pemimpin pembelajaran?. Apa dampak positip bagi sekolah setelah dirinya dinyatakan sebagai guru penggerak?.
Bagi Sahabat Kompasianer yang budiman, berasal dari program Guru Penggerak, bisa meninggalkan komentar dibawah artikel ini. Sebagai bahan diskusi dan bahan masukan bagi Balai guru penggerak (BGP).
***
Penguatan Kompetensi Manajerial dan Supervisi bagi Kepala Sekolah dari Guru Penggerak
Untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang banyak Kepala Sekolahnya pensiun, pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan mulai mengangkat Kepala Sekolah dan pengawas sekolah dari guru penggerak.
Pengangkatan Guru Penggerak menjadi Kepala Sekolah juga mengundang kritik dari pengamat pendidikan, dan organisasi yang menaungi para guru. Banyak yang meragukan kemampuan guru penggerak jadi Kepala Sekolah, karena minim pengalaman dan tingkat kematangan emosional yang belum matang.
Apa memang benar seperti itu Kepala Sekolah dari Guru Penggerak?. Saya rasa tidak juga, karena untuk menjadi Kepala sekolah bukan hanya sertifikat guru penggerak.Â
Tapi ada syarat lain yang harus dipenuhi yaitu : sudah mempunyai sertifikat pendidik dan S1, mempunyai pengalaman mengajar minimal 5 tahun, mempunyai golongan minimal 3B, mempunyai pengalaman manajerial, sebagai Waka Sekolah, bendahara, atau menjadi pengurus organisasi guru. Dan usia dibawah 56 tahun.
Seangkatan saya saja yang diangkat menjadi Kepala Sekolah mempunyai pengalaman yang cukup dalam mengajar di kelas dibuktikan dengan SK Pengangkatan, pernah menjadi Waka Sekolah sekian tahun, bendahara sekolah, bahkan menjadi operator dapodik.Â
Apa ada yang diangkat yang belum memenuhi syarat menjadi Kepala Sekolah dari guru penggerak?. Sepengetahuan saya tidak ada. Bahkan dari guru ASN PPPK, belum 3B dari guru penggerak, satupun belum diangkat menjadi Kepala Sekolah.Â
***
Kepala Sekolah dari Guru penggerak yang sudah menjabat selama 1-2 tahun, diberikan penguatan oleh BGP kaltim dan BGP Jawa tengah sebagai narasumber di Hotel Aston and Convention Center dari tanggal 8-12 OKtober 2024 se-Kalimantan Timur.
Kegiatan ini dilakukan oleh BGP Kaltim bekerjasama dengan BGP Jawa tengah  untuk menjawab tantangan minimnya pengalaman kepala sekolah dari Guru penggerak berkenaan pengelolaan Sumber daya sekolah, Manajerial dan Supervisi bagi Kepala Sekolah yang diragukan banyak orang.
Sekitar 100 kepala sekolah dari guru penggerak dan 100 kepala sekolah bukan dari  guru penggerak se-kaltim, mengikuti penguatan kompetensi tersebut.Â
Berbagai ilmu Kepala Sekolah di berikan, dari penyusunan Arkas, analisis rapor pendidikan, penyusunan Kurikulum Satuan Pendidikan (KSP), manajerial, Supervisi kepala Sekolah terhadap guru, pengelolaan sumber daya sekolah dan komunikasi yang baik dengan komite sekolah, orang tua murid, dan pemangku kebijakan di bidang pendidikan.
Pengelolaan emosional dan filsafat kepemimpinan, Coaching. Sebenarnya beberapa pengetahuan yang diajarkan tersebut juga telah didapatkan oleh para kepala sekolah dari guru penggerak ketika mengikuti program GP.Â
Dikatakan pula kegiatan penguatan kompetensi Kepala sekolah ini ilmunya setara dengan program pendidikan calon kepala sekolah (CKS). Tinggal para kepala sekolah dari guru penggerak mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan untuk memajukan dan meningkatkan prestasi sekolah masing-masing.
***
Bagaimana dengan Merdeka Belajar?
Guru penggerak dan Merdeka belajar, hubungan keduanya adalah sinergis. Dimana guru penggerak diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip-prinsip merdeka belajar di sekolah mereka, sehingga terciptanya lingkungan belajar lebih inovatif dan adaptif.
Dengan adanya guru penggerak, diharapkan kualitas pembelajaran di sekolah-sekolah dapat meningkat, sejalan dengan visi merdeka belajar untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik dan merata.
Pertanyaannya, sudahkah itu dilakukan oleh guru yang menyandang label "Guru penggerak" di sekolahnya masing-masing?. Apa dampaknya bagi sekolah, apa tambah baik atau biasa-biasa saja.Â
Atau hanya sibuk dengan pelatihan ini dan itu. Worksop sana, Bimtek sini. Sementara ilmu yang didapatkan tidak diaplikasikan secara maksimal, minimal di kelas tempatnya mengajar.Â
Perlunya refleksi dan diskusi, tindak lanjut dan pelaksanaan tindak lanjut, serta refleksi tindak lanjut tersebut bisa menjadi indikator bagi guru penggerak untuk mengevaluasi sejauh mana perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan label agen perubahan.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI