Sampai larut malam, keduanya mengobrol diteras rumah. Berbagai cerita di kampung tersebut, telah didengar oleh Pak Rohmat, dari Pak Deny. Lelaki kurus itu, datang kekampung transmigrasi, bersama warga dari tanah kelahirannya di Jawa barat.
Boleh dikata, Pak Deny juga warga transmigrasi sekaligus petugas penyuluhan, berstatus pegawai negeri. Cuman, mengapa Isteri dan anaknya tidak mengikuti?. Mungkin saja, kondisi lingkungan kampung ini yang gersang, susah air dan tidak ada listrik, menjadi pertimbangan Pak Deny, tidak memboyong keluarganya ke Kalimantan.
***
Sekitar, satu jam, Pak Rohmat terlelap dalam tidurnya. Terdengar suara, seseorang memanggil namanya dibalik jendela. Suara tersebut setengah berbisik, pelan. Namun, terdengar pula ketukan pelan, di kaca jendela.
"Pak Rohmat..., Pak Rohmat!. Buka pintunya Pak Rohmat!." terdengar suara pelan memanggil namanya.
Pak Rohmat terbangun, matanya menatap jam dinding, menunjukkan pukul 02.oo wita, tengah malam. Bayang-bayang sumbu lampu tembok yang berbahan bakar minyak tanah, meliuk-liuk diatas meja di bilik kamar.
"Siapa.., Siapa ya?."
"Buka pintunya Pak Rohmat, saya bu Bidan."
"Oh, benar bu bidan?." terlihat Pak Rohmat ragu-ragu. Jangan-jangan itu hantu, atau makhluk halus yang ingin mengganggunya. Karena dikiri dan kanan rumah tersebut, dikelilingi oleh hutan lebat. Dan, buat apa juga Ibu Bidan Nurhasanah, malam-malam kerumahnya?.
Pak Rohmat, memberanikan dirinya turun dari dipan, tempat tidurnya. Berjalan pelan, menuju jendela kamar. Dan mencoba mengintip dibalik gorden jendela.Â
Terlihat, seorang wanita muda berjilbab, mengenakan jaket panjang, berdiri di depan jendela. Ternyata, wanita tersebut adalah bu Bidan Nurhasanah.