Mohon tunggu...
Riduannor
Riduannor Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Citizen Journalism

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Bidan Nurhasanah (2)

20 April 2024   12:03 Diperbarui: 20 April 2024   12:38 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bu bidan Nurhasanah sedang memeriksa bayi diolah menggunakan Ai Bing | Dokumen Pribadi

"Bu Ujun, saya berangkat dulu ke puskesmas. Hari ini ada penimbangan bayi di Posyandu."

"Baik bu, nanti saya menyusul ke puskesmas." jawab bu Ujun.

"Jangan lupa bu Ujun, masak yang enak ya hari ini, empal jagung, kesukaanku, jangan lupa!."

"Beres bu Bidan, siap!." ucap bu uJun, sambil memberi hormat layaknya serdadu.

Ibu bidan Nurhasanah, menuruni lereng kecil, berupa jalan setapak. Selanjutnya berjalan mengarah ke puskesmas, yang terletak dipertigaan kampung, tidak begitu jauh juga dari rumah dinasnya.

"Assalamualaikum bu Bidan!." Pak Rohmat dan Pak badina, mengucapkan salam setengah berteriak bersamaan.

"Walaikum Salam!, Ayo Pak Guru segera berangkat kesekolah, Mari Pak guru!."

Bu bidan membalas salam kedua guru tersebut dari bawah lereng. Memang rumah-rumah dinas kopel transmigrasi, berada ditempat yang agak tinggi, diatas bukit kecil. 

Ujung mata Pak Rohmat, mengikuti langkah kaki bu bidan Nurhasanah dari atas lereng bukit kecil. Matanya, terus mengikuti langkah kecil bu bidan dan berakhir diujung jalan setapak menuju puskesmas.

"Pak Rohmat, Ayo berangkat!, sebentar lagi bel sekolah berbunyi.!" celetuk Pak Badina, sambil memukul pelan pundak Pak Rohmat.

"Lagi memperhatikan bu Bidan nih?, naksir ya." gurau Pak Badina. 

"Ah, Pak Badina bisa saja. Siapa sih yang gak suka sama bu Bidan. Saya sudah kerumahnya, kemarin."

"Oh ya!, kok saya gak diajak Pak Rohmat, luar biasa Pak Rohmat ini, main gas aja, hahaha." Canda Pak Badina, sambil tertawa lepas.

***

Kedua Pak guru itu berangkat kesekolah, menelusuri jalan yang sama dilewati bu bidan Nurhasanah. Hanya saja mereka mengambil jalan lurus, dan memotong jalan melalui balai desa. 

Mereka disambut rerumputan dan ilalang yang setinggi badan. Mereka menerabas ilalang tersebut, dan persis sampai dibelakang rumah penjaga sekolah.

Sekolah tempat kedua Pak guru baru bertugas tersebut, berada tidak jauh dari bibir sungai kecil yang membelah desa. Disamping sekolah, terdapat dua rumah dinas, yaitu rumah Kepala sekolah dan penjaga. 

Selain mereka berdua, ada dua lagi guru baru, yaitu Pak Masir dan Pak Mufid. Keduanya, menempati rumah dinas, disamping sekolah. Pak Masir dirumah penjaga sekolah, dan Pak mufid dirumah dinas kepala sekolah, karena dia memboyong keluarganya.

Selain mereka berempat, sekolah tersebut sudah diajar oleh guru honorer sekolah, yang gajinya dibayar oleh Dinas transmigrasi. Sekolah tidak memiliki kepala sekolah dan penjaga. Pimpinan sementara, ditunjuk Pak Sueb, sebagai Kepala Sekolah oleh Kepala pemukiman transmigrasi.

***

Bu bidan Nurhasanah, terlihat sibuk. Dibantu beberapa kader Posyandu dan Ibu-ibu PKK, terlihat bu bidan memeriksa bayi yang ditimbang, dan diperiksa kesehatannya.

"Bu Roby, tolong bantu Ibu ini, ambilkan vitamin dan susu kemasan, di lemari, kamar sebelah." 

"Iya bu bidan Nur."

"Untuk data anak dan bayi yang mengalami stunting, akan saya bawa datanya besok bu Roby, ke kota tanjung redeb. Sekalian mengambil jatah tambahan obat-obatan. Karena stok obat mulai menipis." jelas bu Bidan Nurhasanah.

Biasa bu bidan Nurhasanah, sebulan sekali pergi ke kota, untuk mengambil jatah obat buat Puskesmas. Kalau Pak Eko kembali dari tanjung redeb ke kampung transmigrasi, dia tidak jadi berangkat.

Komunikasi satu-satunya, melalui pesawat Radio SSB yang terpasang dikantor kepala Unit pemukiman transmigrasi. Berita yang diperoleh, akan diberikan kepada petugas negara yang ada dikampung tersebut, sesuai pesan yang ditujukan pengirim berita.

Pak Eko, sebagai Mantri, jarang berada di kampung transmigrasi. Itu sebabnya pula menjadi keluhan warga kampung. Apalagi kampung transmigrasi, kemampuan ekonomi warga sangat rendah, mereka tak sanggup kalau harus membayar, berobat di kampung lain.

***

Sebenarnya, bu bidan Nurhasanah, diam-diam menaruh hati dengan mantri Eko, sayangnya, mantri Eko sudah mempunyai tunangan di kota. Selain gagah, mantri Eko juga tergolong orang yang berada. 

Namun, kedatangan Pak guru baru dari Kota Samarinda, menjadi perhatian bu Bidan. Pak Rohmat dalam penilaian bu bidan, orangnya ramah, sopan, dan gagah juga. 

Sepulang dari Puskesmas, bu bidan mampir ke rumah Pak Rohmat. Bu bidan mendaki jalan setapak, dibukit kecil menuju rumah dinas kopel yang dihuni guru baru tersebut.

"Assalamualaikum, tok-tok-tok." Bu bidan mengetuk dinding beberapa kali, pintu rumah terbuka. Dan terlihat dibelakang rumah, seseorang sedang memasak. Hanya saja, kurang sopan kalau langsung masuk rumah orang lain.

Pak Rohmat, kaget. Dia tidak bakal menyangka bu bidan Nurhasanah, mampir ke rumahnya.

"Waduh!, masuk bu, rumah saya lagi berantakan. Mohon dimaklumi bu," kata Pak Rohmat, sambil mempersilahkan masuk.

"Pak Guru satunya mana?."

"Pak Badina tadi katanya, mau jalan-jalan dulu kerumah warga, sepulang dari sekolah."

"Lagi masak apa Pak Rohmat?." 

"Masak nasi, masak sayur, sama membuat empal jagung bu Bidan. Tadi ada kiriman Pak Erci, dari hasil kebunnya sebelum meninggalkan sekolah.

"Wow, Pak  Rohmat, pintar memasak juga rupanya, boleh dong saya mencoba empal jagung buatan Pak Rohmat?."

"Silahkan bu Bidan Nur, mohon maap, kalau kurang enak, hehehe, namanya juga masakan laki-laki."

"Ah Pak Rohmat, terlalu merendah. Saya cicipin ya pak." ujar Bu bidan Nurhasanah, sambil mengambil sepotong embal jagung yang masih terasa panas.

"Wihh, enak Pak Guru, beneran. Bagi dong Pak Rohmat, resepnya?."

"Ah, bu bidan bisa aja, bedalah, kalau buatan bu bidan."

Percakapan hangat keduanya, membuat kian akrab. Bu bidan Nurhasanah juga kagum dengan kemampuan Pak Rohmat dalam soal memasak. 

Bu bidan Nurhasanah terus memberikan pujian terhadap empal jagung buatan Pak Rohmat, sampai Pak guru tersebut tak enak hati, dan memberikan hasil masakannya buat bu Bidan dibawa pulang. (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun