Proses perbaikan dan penyempurnaan itu dilakukan oleh para ulama dan ahli di bidangnya, sementara Kementerian Agama bertindak sebagai fasilitator. (baca :Soal Terjemahan Awliyâ Sebagai ‘Teman Setia’, Ini Penjelasan Kemenag)
Ini berarti para ulama dan para ahli dibidangnya menganggap kata "pemimpin" dianggap kurang cocok, sehingga dilakukan penyempurnaan dan perbaikan dengan mengganti kata pemimpin dengan teman setia.
Artinya terjemahan Al Quran Departemen Agama pun sudah tidak lagi mengartikan awliya sebagai pemimpin.
Saksi ahli KH Ahmad Ishomuddin : Menurut tafsir saya, dari ratusan kitab tafsir, tidak satupun memiliki makna pemimpin
Kutipan berita kompas.com :
Saksi ahli yang memberi keterangan pada sidang lanjutan kasus dugaan penodaan agama, KH Ahmad Ishomuddin, menyatakan bahwa kata "aulia" dalam Surat Al Maidah ayat 51 lebih banyak ditafsirkan sebagai teman setia.
Ahmad Ishomudin merupakan Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta sekaligus dosen Fakultas Syari'ah IAIN Raden Intan, Lampung, yang dihadirkan tim kuasa hukum terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam sidang, Selasa (21/3/2017).
"Berdasarkan tafsir yang saya tahu, aulia itu teman setia. Kalau ada yang menerjemahkan sebagai pemimpin, silakan.Tetapi, menurut tafsir saya, dari ratusan kitab tafsir, tidak satupun memiliki makna pemimpin," kata Ahmad, dalam sidang yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017) siang. (baca :Saksi Ahli Jelaskan Tafsir Al Maidah Ayat 51 dalam Sidang Ahok)
Tafsir apa yang mereka gunakan sebagai landasan bahwa surat Al Maidah 51 berisi tentang larangan memilih pemimpin non Islam?
Saya telah membaca beberapa tafsir, dan juga membaca kesaksian KH Ahmad Ishomuddin yang mengatakan bahwa, “, dari ratusan kitab tafsir, tidak satupun memiliki makna pemimpin”.
Untuk itu saya mencoba mencari tahu tafsir apa yang mereka gunakan sebagai landasan bahwa surat Al Maidah 51 berisi larangan dari Allah SWT untuk memilih pemimpin kafir.