"Tidak. Sudah tidak ada lagi yang mengganjal tentang Vero." jawabku singkat.
"Ya sudah." ucapmu sambil meraih kedua tanganku yang sedari tadi masih kaku di atas pahaku. Kamu ingin aku memeluk, baiklah, tapi aku tidak bisa dan tidak ingin memelukmu erat. Seharusnya aku bahagia, bisa bersandar dan memelukmu. Tapi peluk kali ini terasa kosong.
***
Hampir genap seminggu tak ada obrolan. Jembatan komuni-kasi kita perlahan runtuh. Malam ini, di ruang dengan dinding berlapis keramik, sambil merebahkan tubuh di atas kasur, aku sibuk memikirkan nama. Aku mencari tahu siapa, apa, kapan, bagaimana dan mengapa kamu tega berbuat demikian?
Siang tadi, aku menemukan kalimat ini dalam status Facebook-mu, "Cuma itu yang kuberikan, cuma itu yang ku bisa persembahkan, karena aku ada yang punya tapi separuh hati ini untukmu."
Untukmu? Untuk siapa? Kamu milikku tapi separuh hatimu untuk pencuri itu? Bagaimana bisa kamu ada tapi aku tak merasa? Kamu terlalu jauh, seperti ada miliaran jarak di antara kita. Mengapa kamu hanya berisyarat dan membiarkan aku mencari hati yang sebenarnya tak pernah kamu beri?
***
"Bian, aku mau bicara?"
"Iya, ada apa?"
"Aku merasa kosong."
"Kosong? Maksudmu?" tanyamu heran.