"Apa gak bahaya keluar desa?" tanya Ari dengan khawatir. "Orang tua kita saja dari kecil sudah bilang jangan coba-coba keluar."
"Iya sih," jawab Hasan. "Tapi itu kan memang sudah bagian dari tugasnya, orangtua mana yang mau lihat anaknya hilang di dalam hutan."
"Bukannya kamu sudah nyaman di sini?" tanya Ari lagi. "Kita sudah ada semuanya di sini. Ada rumah, setiap hari bisa makan, ada tetangga-tetangga yang baik," kata Ari. "Lihat tuh, ada anak-anak kecil yang lagi main layang-layang tanpa rasa khawatir. Mereka bisa gitu karena keamanan yang ada di desa ini."
"Tapi apa kamu rasa puas kalau yang kamu tahu cuma desa ini saja?" bantah Hasan. "Kita gak tahu apa-apa tentang dunia ini, kita gak tahu di luar sana gimana, kita gak tahu kehidupan lain gimana, apa kamu gak mau tahu?"
"Ya mau," jawab Ari dengan tegas. "Tapi apa sepadan kalau kita harus ninggalin semua yang ada di desa kita? Lebih parahnya mungkin kita bisa mati."
"Itu yang lagi aku pikirin," jawab Hasan sambil meminum seteguk teh lagi. "Ri, kamu mau coba keluar gak besok pagi?"
"Besok pagi? Gila kamu!" jawab Ari dengan kaget. "Kita saja belum ada persiapan apa-apa."
"Tenang, itu biar aku saja. Ini bukan pertama kali aku berpikiran untuk keluar desa," jawab Hasan untuk meyakinkan Ari.
"Memang gila kamu ya, masih sama saja dari dulu. Tapi ya sudah lah aku ikut, daripada kamu pergi sendirian," kata Ari.
"Hahaha, makasih, Ri." Hasan tertawa.
Hasan dan Ari pulang ke rumahnya masing-masing dan bersiap untuk esok hari. Hasan pergi ke pandai besi desa dan membeli segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perjalanannya. Ari pergi ke sawah untuk menyiapkan makanan dan minuman yang cukup selama mereka di luar.