Hal ini harus menjadi cara pandang setiap penyuluh agama Katolik. Sehingga setiap pengajaran menjadi proses membentuk cara berpikir pada diri binaan. Binaan menjadi individu yang mampu memaknai ajaran secara seimbang dan bertindak adil. Keyakinan iman dimaknai dengan perbuatan yang menghasilkan kedamaian, kerukunan dan kesejahtaraan. Itulah ukuran dari keberhasilan moderasi beragama.
Mengapa Moderasi Beragama Mendesak?
Dalam refleksi saya sebagai seorang penyuluh agama Katolik paling tidak ada 4 alasan mengapa moderasi beragama menjadi mendesak untuk dikembangkan.
Pertama, Komposisi Penduduk Indonesia Sangat Majemuk
Komposisi penduduk Indonesia memiliki keberagaman budaya, agama, suku bangsa, dan bahasa. Dari data Badan Pusat Statistik hasil sensus penduduk 2010 kita bisa melihat kemajemukan tersebut sebagai berikut. Jumlah penduduk mencapai lebih dari 237 juta yang tersebar di 17.504 pulau terdiri dari 1.340 suku bangsa. Bangsa Indonesia memiliki 746 bahasa daerah. Agama yang ada di Indonesia ada 7 agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan aliran kepercayaan. Komposisi terbesar penduduk adalah pemeluk agama Islam (87,13%)
Kemajemukan tersebut dari satu sisi menjadi potensi positif bagi pertumbuhan ekonomi karena menjadi daya tarik pariwisata. Seperti disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa kemajemukan bangsa Indonesia menjadi potensi melahirkan kreativitas. Tapi pada sisi lain diakui kemajemukan ini sering menimbulkan gesekan dan konflik horizontal.
Karena itu, penyuluh agama Katolik harus menjadi agen moderasi beragama agar kemajemukan ini menjadi kekayaan yang melahirkan kreativitas dalam rangka membangun masyarakat yang rukun, damai dan sejahtera.
Kedua, Globalisasi dan Perkembangan Teknologi
Globalisasi menghilangkan sekat wilayah. Dunia menjadi flat alias datar. Tidak ada satu peristiwa pun bisa disembunyikan atau diisolasi. Perkembangan teknologi digital internet of things (IoT) merasuk ke dalam setiap kehidupan manusia. Hal itu menyebabkan keadaan menjadi serba tidak pasti. Perubahan terjadi sewaktu-waktu. Manusia mudah terbawa arus informasi yang belum tentu benar. Propaganda dengan mudah dilakukan secara tidak kasat mata. Operasi cyber mengancam keutuhan manusia sebagai individu. Manusia mudah mengalami krisis identitas sebagai makhluk spiritual.
Perilaku manusia dengan mudah dikendalikan oleh kepentingan pasar (pramatis) daripada altar (hati nurani dan rasio) Karena itu penyuluh agama Katolik harus berani mengambil peran bukan sebagai penantang perubahan tetapi sebagai agen yang berusaha membangun keutuhan masyarakat berdasarkan identitas luhur manusia. Nah di sinilah menjadi agen moderasi beragama menjadi sebuah kemendesakan untuk terus dihidupi dan dijadikan cara berpikir bagi setiap orang yang ingin berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang rukun dan damai.