Mohon tunggu...
Bima
Bima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Simpatik

Selanjutnya

Tutup

Politik

DAMPAK POLITIK IDENTITAS YANG DILAKUKAN ERI CAHYADI DALAM PILKADA 2020 DI Surabaya

8 Januari 2025   13:38 Diperbarui: 8 Januari 2025   13:38 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Kompas Com. Eri Cahyadi Armuji telah dilantik menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya, Jumat (26/2/2020)

(Dampak politik identitas yang dilakukan Eri Cahyadi pada Pilkada 2020 di Surabaya)

Kemenangan Eri Cahyadi dalam Pilkada Kota Surabaya 2020 telah secara signifikan memengaruhi dinamika politik, stabilitas sosial kota, dan integrasi nasional. Politik identitas memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan hasil pemilu sehingga sebagian besar kesuksesan Eri Cahyadi dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk mengajukan banding kepada kelompok masyarakat spesifik berdasarkan faktor etnis dan agama Dampaknya adalah meningkatnya ketegangan dan konflik antara kelompok etnis dan agama yang berbeda di kota, sehingga stabilitas sosial terancam. Selain itu, pilkada juga berperan dalam memicu polarisasi masyarakat berdasarkan identitas, sehingga beberapa kelompok mungkin merasa terabaikan dan tidak dihargai. Dampaknya adalah terkikisnya kohesi sosial dan kepercayaan di antara warga serta kerusakan yang ditimbulkan pada stabilitas tatanan sosial kota. Selain itu, meluasnya politik identitas dalam Pilkada Surabaya berdampak negatif terhadap persatuan nasional. Fragmentasi masyarakat yang semakin meningkat berdasarkan garis identitas bisa menyebabkan penurunan pesatuan serta konflik antar kelompok yang berbeda menjadi lebih tinggi.

Pilkada Kota Surabaya 2020 menjadi momen penting dalam sejarah politik kota. Kemenangan Eri Cahyadi, dengan adanya penggunaan politik identitas secara intensif, sehingga memicu berbagai dampak baik positif maupun negatif terhadap dinamika politik, stabilitas sosial, dan integrasi nasional di Surabaya. Penggunaan politik identitas dalam Pilkada Surabaya 2020 memicu berbagai kekhawatiran. Salah satu kekhawatiran utama adalah Eri Cahyadi menggunakan identitas dari partai yang memgusung, Eri Cahyadi memanfaatkan keberadaan mantan walikota Surabayal yang satu partai dengan Eri Cahyadi sehingga meningkatnya ketegangan dan konflik antara kelompok etnis dan agama yang berbeda di kota Surabaya. Polarisasi masyarakat berdasarkan identitas juga dikhawatirkan yang dapat mengikis kohesi sosial dan kepercayaan di antara warga, serta mengancam stabilitas sosial dan integrasi nasional. Penelitian ini penting dilakukan untuk memahami secara mendalam dampak politikidentitas dalam Pilkada Surabaya 2020. Dengan memahami dampak-dampak tersebut diharapkan dapat dirumuskan strategi-strategi untuk meminimalkan dampak negatif politik identitas dan membangun demokrasi yang lebih inklusif dan toleran di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak politik identitas dalam Pilkada Surabaya 2020 terhadap dinamika politik, stabilitas sosial, dan integrasi nasional. Penelitian ini menggunakan kerangka teoritis politik identitas, dinamika politik, stabilitas sosial, dan integrasi nasional. Politik identitas didefinisikan sebagai penggunaan identitas kelompok seperti agama, etnis, atau ras, untuk tujuan politik. Dinamika politik mengacu pada proses perubahan dan interaksi dalam sistem politik sepertu stabilitas sosial yang mengacu pada keadaan di mana masyarakat dapat hidup dengan damai dan aman. Integrasi nasional mengacu pada proses penyatuan masyarakat yang beragam menjadi satu bangsa.

(Sumber:Kompas Com.) 
(Sumber:Kompas Com.) 

Berikut Hasil sementara real count Komisi Pemilihan Umum untuk Pilkada Kota Surabaya, pasangan Eri Cahyadi-Armudji unggul dari pasangan Machfud Arifin-Mujiaman.(repro bidik layar pilkada2020.kpu.go.id)

Berdasarkan data sementara real count di situs resmi KPU, pilkada2020.kpu.go.id, Kamis (10/12/2020) pukul 07.56, Eri Cahyadi-Armudji memperoleh 57,3 persen atau 161.350 suara. 

Sementara pasangan Machfud Arifin-Mujiaman 42,7 persen atau 120.440 suara. Data tersebut diperoleh dari 1.407 dari 5.184 TPS (27,14 persen).

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data meliputi "Melakukan wawancara yang komprehensif dengan informan utama, termasuk akademisi, politikus, aktivis, dan masyarakat luas.

Melakukan analisis terhadap dokumen- dokumen yang bersifat resmi, contohnya hasil pemilu, laporan media massa, atau pernyataan politik. Melakukan analisis terhadap media massa, termasuk pemberitaan dan isi konten di media sosial yang berkaitan dengan Pilkada Surabaya tahun 2020." kesimpulan dari penelitian ini Politik identitas ternyata memiliki peran yang signifikan dalam Pilkada Surabaya 2020 dan berdampak secara kompleks pada banyak aspek kehidupan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dengan lebih mendalam efek- efek tersebut dan berkontribusi dalam upaya untuk membangun demokrasi yang mencakup semua lapisan masyarakat dan memiliki toleransi yang tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Eri Cahyadi menggunakan berbagai strategi politik identitas dalam Pilkada 2020 di Surabaya. Strategi tersebut antara lain:Mobilisasi massa pemilih berbasis agama:

Mobilisasi massa pemilih berbasis agama merupakan salah satu strategi utama yang dilakukan Eri Cahyadi dan timnya dalam Pilkada Surabaya 2020. Strategi ini dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

Pendekatan Ormas Islam

Eri Cahyadi secara aktif mendekati dan menjalin hubungan dengan berbagai organisasi massa Islam (ormas) di Surabaya. Hal ini dilakukan dengan menghadiri pengajian, ceramah agama, dan kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh ormas Islam. Dalam kesempatan tersebut, Eri Cahyadi menyampaikan visi dan misinya sebagai calon walikota, serta mengajak para pengurus dan anggota ormas Islam untuk mendukungnya dalam Pilkada 2020.

Dukungan Tokoh Agama

Eri Cahyadi juga mendapatkan dukungan dari berbagai tokoh agama di Surabaya, seperti ulama, kyai, dan santri. Dukungan tersebut diberikan dalam bentuk pernyataan dukungan, ceramah politik, dan ajakan kepada masyarakat untuk memilih Eri Cahyadi. Tokoh agama memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat, sehingga dukungan mereka dapat membantu Eri Cahyadi dalam menggalang suara pemilih.

Eri Cahyadi dan timnya memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan agama dan politiknya. Mereka menggunakan platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram untuk menyampaikan visi dan misinya, serta mengajak masyarakat untuk memilih Eri Cahyadi. Media sosial memungkinkan Eri Cahyadi untuk menjangkau pemilih secara luas dan efektif. Eri Cahyadi dan timnya juga melakukan kampanye berbasis agama dalam Pilkada 2020. Kampanye tersebut dilakukan dengan berbagai cara, seperti menggunakan simbol-simbol agama dalam kampanye, menyampaikan pesan- pesan agama dalam ceramah politik, dan mengadakan kegiatan keagamaan bersama masyarakat. Kampanye berbasis agama dapat membantu Eri Cahyadi dalam menarik simpati pemilih Muslim. 

Konsolidasi ulama dan ormas Islam merupakan strategi penting yang dilakukan Eri Cahyadi dan timnya dalam Pilkada Surabaya 2020. Strategi ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan dari para ulama dan ormas Islam, serta pengaruh mereka terhadap masyarakat Muslim di Surabaya.

Eri Cahyadi dan timnya melakukan konsolidasi ulama dan ormas Islam dengan berbagai cara, antara lain:

Pertemuan Formal: Eri Cahyadi dan timnya mengadakan pertemuan formal dengan para ulama dan pengurus ormas Islam untuk membahas visi dan misi Eri Cahyadi sebagai calon walikota, serta meminta dukungan mereka dalam Pilkada 2020.

Pemberian Bantuan: Eri Cahyadi dan timnya memberikan bantuan kepada berbagai pondok pesantren, masjid, dan ormas Islam. Bantuan tersebut dapat berupa dana, sembako, atau kebutuhan lainnya. Pemberian bantuan ini dapat membantu Eri Cahyadi dalam membangun hubungan baik dengan para ulama dan ormas Islam.

Dampak Konsolidasi Ulama dan Ormas Islam

Konsolidasi ulama dan ormas Islam yang dilakukan Eri Cahyadi dan timnya memiliki dampak signifikan terhadap hasil Pilkada 2020. Hal ini terlihat dari hasil analisis data yang menunjukkan bahwa Eri Cahyadi memperoleh suara terbanyak dari pemilih Muslim.

Eri Cahyadi dan timnya memanfaatkan berbagai simbol agama dalam kampanyenya, antara lain:

Pakaian: Eri Cahyadi sering menggunakan pakaian yang identik dengan agama Islam, seperti peci dan sarung. Penggunaan pakaian ini dimaksudkan untuk menunjukkan ketaatan Eri Cahyadi terhadap agama Islam dan menarik simpati pemilih Muslim.

Kalimat-kalimat Agama: Eri Cahyadi sering menggunakan kalimat-kalimat agama dalam pidato dan ceramah politiknya. Penggunaan kalimat-kalimat agama ini dimaksudkan untuk memperkuat citra Eri Cahyadi sebagai pemimpin religius dan mendapatkan dukungan dari pemilih Muslim. 

Sumber Gambar :CNN Indonesia pasangan calon Eri Cahyadi - Armuji Dinyatakan menang dalam Pilkada Surabaya 2020 
Sumber Gambar :CNN Indonesia pasangan calon Eri Cahyadi - Armuji Dinyatakan menang dalam Pilkada Surabaya 2020 

Hasil rekapitulasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya menyatakan pasangan calon Eri Cahyadi-Armuji, menang dalam Pilkada Surabaya 2020.

Dalam Keputusan KPU Surabaya Nomor 1419/PL.02.6-Kpt/3578/KPU-Kot/XII/2020 yang dibacakan, pasangan Eri-Armuji unggul dengan memperoleh 597.540 suara, sedangkan Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno 451.794 suara.

"Data pemilih dan penggunaan hak pilih, untuk perolehan suara Eri Cahyadi-Armuji 597.540, Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno 451.794," kata Komisioner KPU Kota Surabaya Divisi Teknis Penyelenggaraan Soeprayitno, di lokasi pleno, Hotel Singgasana, Surabaya, Kamis (17/12).

Nano sapaan akrabnya melanjutkan, suara masuk dinyatakan sebanyak 1.098.469. Dari angka itu 1.049.334 suara di antaranya dinyatakan sah, sedangkan suara tidak sah berjumlah 49.135.

Dengan pembacaan hasil rekapitulasi itu, Ketua KPU Surabaya Nur Syamsi menyatakan bahwa rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk Pilkada Surabaya 2020 dinyatakan sah.

Strategi politik identitas yang dilakukan Eri Cahyadi berdampak signifikan terhadap kemenangannya dalam Pilkada 2020. Hal ini terlihat dari hasil analisis data yang menunjukkan bahwa Eri Cahyadi memperoleh suara terbanyak dari pemilih Muslim.

Analisis Data dari KPU Surabaya menunjukkan bahwa Eri Cahyadi memperoleh 57,3% suara dalam Pilkada 2020. Sementara itu, calon lawannya, Machfud Arifin, hanya memperoleh 42,7% suara. Analisis data lebih lanjut menunjukkan bahwa Eri Cahyadi memperoleh suara terbanyak dari pemilih Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa konsolidasi ulama dan ormas Islam yang dilakukan Eri Cahyadi dan timnya berhasil menarik simpati pemilih Muslim dan mengantarkannya pada kemenangan.

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis Politik Identitas yang dilakukan oleh Eri Cahyadi dalam Pilkada Surabaya 2020. Dalam kegiatannya tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil pemilu yang dilakukan oleh Eri Cahyadi. Strategi Eri Cahyadi Strategi Eri Cahyadi dalam memobilisasi dukungan dari pemilih Muslim melalui berbagai cara, seperti menghadiri acara keagamaan, ceramah agama, dan penggunaan simbol-simbol agama dalam kampanye, terbukti efektif dalam menarik simpati pemilih Muslim dan mengantarkannya pada kemenangan.

Namun disisi lainnya, penggunaan politik identitas ini juga menimbulkan keresahan, kritik maupun kekhawatiran dari Masyarakat, terutama di daerah Surabaya. Kritikus berpendapat bahwa Politik Identitas ini dirasa dapat memecah belah Masyarakat dan memperkuat sentimen terhadap agama tertentu. Politik identitas yang berlebihan juga dapat memperkuat perasaan diskriminasi dan pemisahan antar kelompok. Hal ini dapat memicu ketegangan dan memperparah perpecahan di masyarakat. Ketika

identitas kelompok digunakan sebagai alat untuk menyerang dan merendahkan kelompok lain, hal ini dapat menciptakan iklim permusuhan dan intoleransi.

Namun, Penting untuk dicatat bahwa politik identitas tidak boleh menjadi satu-satunya penentu hasil Pilkada. Analisis yang lebih komprehensif perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain yang tak kalah penting, di antaranya:

Kinerja Calon Walikota Sebelumnya: Riwayat kepemimpinan dan capaian calon walikota yang pernah menjabat sebelumnya menjadi pertimbangan signifikan bagi pemilih. Kinerja yang dinilai positif dapat meningkatkan elektabilitas kandidat.

Kualitas Kampanye: Efektivitas kampanye dalam menyampaikan visi, misi, dan program kandidat kepada pemilih juga memegang peranan penting. Kampanye yang terencana dengan baik, komunikatif, dan mampu membangun citra positif kandidat akan meningkatkan peluang kemenangan.

Kondisi Ekonomi: Situasi ekonomi di daerah pemilihan turut memengaruhi pilihan pemilih. Calon yang dianggap memiliki solusi untuk mengatasi permasalahan ekonomi, seperti kemiskinan, pengangguran, atau disparitas ekonomi, lebih cenderung mendapatkan dukungan.

Oleh karena itu, analisis Pilkada 2020 harus dilakukan secara komprehensif dan multidimensional, tidak hanya terpaku pada politik identitas. Dengan memahami berbagai faktor yang memengaruhi pilihan pemilih, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika politik di Indonesia dan melangkah maju menuju demokrasi yang lebih berkualitas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun