Pertama, karena merusak konstruksi jalan dan trotoar. Banyak pohon di Jakarta memiliki akar yang besar dan menjalar, hingga menyebabkan trotoar atau jalan menjadi bergelombang dan rusak.
Hal ini dianggap membahayakan, terutama bagi pejalan kaki, pesepeda, dan pengendara kendaraan bermotor yang melintas.
Kedua, peremajaan atau penggantian pohon. Dinas Pertamanan sering menyatakan bahwa, penebangan dilakukan untuk tujuan peremajaan.
Pohon-pohon yang sudah tua dianggap rentan tumbang saat angin kencang atau hujan deras. Untuk itu, pohon lama ditebang dan digantikan dengan pohon baru yang dianggap lebih aman.
Ketiga, proyek infrastruktur. Perkembangan infrastruktur, seperti pelebaran jalan, pembangunan MRT, dan revitalisasi trotoar, sering kali "mengorbankan" pohon-pohon yang berada di lokasi proyek.
Contohnya, kasus penebangan pohon di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, karena proyek pelebaran jalan sempat menuai kritik tajam dari masyarakat.
Dampak Buruk Penebangan Pohon di Tepi Jalan
Meskipun alasan-alasan tersebut di atas terkesan masuk akal, dampak dari penebangan pohon tidak bisa diremehkan. Berikut adalah beberapa efek buruk yang, sering kali, diabaikan.
Pertama, meningkatkan suhu udara. Pohon berperan sebagai "penyejuk alami" yang menurunkan suhu di sekitarnya melalui proses evapotranspirasi.
Tanpa pohon, suhu udara di Jakarta yang sudah panas semakin terasa seperti "oven". Meskipun sudah masuk musim penghujan, suhu di udara masih terasa panas.
Kedua, meningkatkan polusi udara. Jakarta saat ini menghadapi polusi udara yang parah, sebagian besar disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor dan industri.
Pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi jalan membantu menyerap karbon dioksida dan menyaring polutan berbahaya seperti PM2.5. Penebangan pohon berarti kita kehilangan filter alami ini.