Ketika kita berbicara tentang Jakarta, kota ini identik dengan gedung-gedung tinggi, kemacetan parah, dan suhu udara yang semakin tak bersahabat.
Di tengah semua itu, keberadaan pohon di tepi jalan raya atau di atas trotoar menjadi oase yang memberikan keteduhan dan membantu mengurangi polusi udara.
Bukan hanya mengurangi polusi, pohon juga menyediakan kita oksigen. Silvia Vivi dari Koalisi Pulihkan Jakarta menjelaskan, satu pohon bisa menghasilkan 1,2 kilogram oksigen per hari yang bisa menyediakan oksigen bagi dua orang.
Apabila satu pohon ditebang, dua warga kehilangan sumber oksigen. Sebanyak 0,1 hektar pohon mencukupi oksigen untuk 18 orang. Bayangkan berapa orang bakal tercekik karena kurang suplai oksigennya. (Sumber: Kompas.com).
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, fenomena penebangan pohon di jalanan Jakarta menjadi semakin masif dan menjadi perhatian masyarakat.
Institut Hijau Indonesia mencatat, sejak tahun 2010, setidaknya 223 pohon di jalur Cipete-Blok M dipangkas untuk pembangunan jalan layang non tol Antasari.
Sebelumnya, tahun 2007, ada 518 pohon palem ukuran besar di sepanjang Jalan Pondok Indah yang menjadi korban jalur bus transjakarta Koridor VIII. (Sumber: Kompas.com).
Setiap kali melihat petugas Pertamanan menebang pohon dipinggir jalan, saya jengkel sekali. Dengan berbagai alasan, pohon-pohon besar yang sudah bertahun-tahun tumbuh di tepi jalan raya ditebang begitu saja.
Pertanyaannya adalah: apakah kebjiakan ini benar-benar satu-satunya solusi? Mari kita telaah lebih dalam.
Alasan Penebangan Pohon di Tepi Jalan
Pemprov DKI Jakarta, melalui Dinas Pertamanan dan Hutan Kota, sering kali, mengemukakan beberapa alasan utama di balik penebangan pohon, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, karena merusak konstruksi jalan dan trotoar. Banyak pohon di Jakarta memiliki akar yang besar dan menjalar, hingga menyebabkan trotoar atau jalan menjadi bergelombang dan rusak.
Hal ini dianggap membahayakan, terutama bagi pejalan kaki, pesepeda, dan pengendara kendaraan bermotor yang melintas.
Kedua, peremajaan atau penggantian pohon. Dinas Pertamanan sering menyatakan bahwa, penebangan dilakukan untuk tujuan peremajaan.
Pohon-pohon yang sudah tua dianggap rentan tumbang saat angin kencang atau hujan deras. Untuk itu, pohon lama ditebang dan digantikan dengan pohon baru yang dianggap lebih aman.
Ketiga, proyek infrastruktur. Perkembangan infrastruktur, seperti pelebaran jalan, pembangunan MRT, dan revitalisasi trotoar, sering kali "mengorbankan" pohon-pohon yang berada di lokasi proyek.
Contohnya, kasus penebangan pohon di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, karena proyek pelebaran jalan sempat menuai kritik tajam dari masyarakat.
Dampak Buruk Penebangan Pohon di Tepi Jalan
Meskipun alasan-alasan tersebut di atas terkesan masuk akal, dampak dari penebangan pohon tidak bisa diremehkan. Berikut adalah beberapa efek buruk yang, sering kali, diabaikan.
Pertama, meningkatkan suhu udara. Pohon berperan sebagai "penyejuk alami" yang menurunkan suhu di sekitarnya melalui proses evapotranspirasi.
Tanpa pohon, suhu udara di Jakarta yang sudah panas semakin terasa seperti "oven". Meskipun sudah masuk musim penghujan, suhu di udara masih terasa panas.
Kedua, meningkatkan polusi udara. Jakarta saat ini menghadapi polusi udara yang parah, sebagian besar disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor dan industri.
Pohon-pohon besar yang tumbuh di tepi jalan membantu menyerap karbon dioksida dan menyaring polutan berbahaya seperti PM2.5. Penebangan pohon berarti kita kehilangan filter alami ini.
Ketiga, kehilangan habitat satwa. Meskipun Jakarta adalah kota besar, masih ada burung, tupai, dan serangga yang bergantung pada pohon-pohon di pinggir jalan.
Penebangan pohon sembarangan menyebabkan mereka kehilangan habitat, yang pada akhirnya mengganggu ekosistem lokal.
Keempat, menurunkan kualitas hidup. Kehilangan pohon berarti hilangnya ruang hijau yang dapat dinikmati warga. Terlebih lagi kehilangan oksigen.
Pohon, juga memiliki dampak psikologis positif, yakni membantu mengurangi stres dan menciptakan lingkungan yang lebih nyaman bagi masyarakat.
Cara Lain untuk Menyelamatkan Pohon Tanpa Harus Menebangnya
Penebangan pohon tidak selalu menjadi solusi terbaik. Ada banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tanpa mengorbankan fungsi ekologis pohon-pohon tersebut.
Pertama, menggunakan teknik urban tree management. Pohon-pohon dengan akar yang merusak trotoar dapat dikelola melalui teknik pemangkasan akar atau pengalihan akar ke arah tertentu.
Beberapa kota besar di dunia, seperti Tokyo, telah menggunakan metode ini dengan sukses. Pemprov DKI bisa meniru Tokyo.
Kedua, revitalisasi trotoar dengan desain ramah pohon. Alih-alih mengorbankan pohon untuk memperlebar trotoar, Pemprov DKI bisa mengadopsi desain trotoar ramah lingkungan.
Misalnya, memberikan ruang khusus di sekitar pohon untuk pertumbuhan akar atau menggunakan material trotoar yang fleksibel terhadap akar.
Ketiga, menanam pohon pengganti sebelum penebangan. Jika penebangan pohon benar-benar tak terhindarkan, penting untuk memastikan pohon pengganti sudah ditanam terlebih dulu dan diberi waktu untuk tumbuh hingga mencapai ukuran tertentu.
Hal ini dapat meminimalkan dampak kehilangan pohon besar.
Keempat, melibatkan komunitas dan ahli lingkungan. Sebelum mengambil keputusan besar seperti penebangan pohon, Pemprov DKI, sebaiknya, melibatkan komunitas lokal, pecinta lingkungan, dan para ahli untuk memberikan masukan.
Dengan pendekatan partisipatif ini, solusi yang diambil dapat lebih bijaksana.
Terakhir, menggunakan teknologi pohon buatan. Sebagai tambahan, teknologi pohon buatan seperti "city tree" dapat membantu menyaring polusi udara di lokasi-lokasi yang membutuhkan.
Meskipun bukan pengganti pohon alami, ini bisa menjadi solusi sementara untuk kawasan dengan tingkat polusi tinggi.
Penutup: Menjaga Pohon, Menjaga Jakarta
Sebagai penutup, pohon di tepi jalan raya bukan hanya penghias kota; mereka adalah penjaga lingkungan yang memberikan banyak manfaat bagi masyarakat.
Fenomena penebangan pohon di tepi jalan raya perlu ditinjau ulang, terutama dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan lingkungan dan kualitas hidup warganya.
Pemprov DKI Jakarta perlu mencari solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan. Dengan menggunakan teknologi, melibatkan komunitas, dan mengadopsi desain ramah lingkungan, kita dapat menyelamatkan pohon-pohon yang masih berdiri, sekaligus menjaga pembangunan kota berjalan harmonis.
Mari kita suarakan pentingnya menjaga pohon-pohon ini. Karena di tengah panasnya Jakarta, mereka adalah "paru-paru kecil" yang terus bekerja untuk kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H