Mohon tunggu...
Billy Steven Kaitjily
Billy Steven Kaitjily Mohon Tunggu... Freelancer - Nomine Best in Opinion Kompasiana Awards 2024

Berbagi opini seputar Sustainable Development Goals (SDGs) terutama yang terpantau di Jakarta. Melalui opini yang dituangkan, saya mengajak pembaca untuk lebih memahami dan menyadari konsep keberlanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Angka Pernikahan Turun, Apa Dampaknya bagi Pemerintah?

6 November 2024   19:36 Diperbarui: 7 November 2024   04:37 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, diketahui sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbanyak nomor empat (4) di dunia, karena angka perkawinannya yang tinggi.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, angka pernikahan di Indonesia menurun drastis, sehingga menjadi bahan perbincangan di media massa.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa, jumlah perkawinan di Indonesia menyusut hingga 2 juta dalam periode 2021 hingga 2023. Fenomena ini menunjukkan bahwa, ada perubahan besar yang terjadi dalam kehidupan sosial anak muda di Indonesia.

Pertanyaannya, apa saja faktor yang menyebabkan tren ini?; apakah penurunan angka pernikahan di kalangan anak muda ini memiliki dampak yang signifikan bagi pemerintahan Indonesia?; bagaimana pemerintah menyikapinya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan dikupas secara mendalam dan komprehensif dalam tulisan ini. Mari simak penjelasannya.

Faktor-faktor Penyebab Menurunnya Angka Pernikahan

Pertama, perubahan pandangan tentang pernikahan. Generasi muda, kini memandang pernikahan secara berbeda dibandingkan generasi sebelumnya.

Nilai-nilai tradisional yang menganggap perkawinan sebagai fase yang harus dilewati sudah mulai tergantikan dengan pandangan yang lebih individualistis.

Bagi banyak anak muda, pernikahan kini dipandang sebagai pilihan, bukan keharusan. Banyak dari mereka yang merasa bahwa, kebahagiaan dan pemenuhan diri tidak harus datang dari pernikahan.

Pergeseran pandangan ini memperlihatkan bahwa, generasi muda lebih memilih kebebasan dan self-fulfillment sebelum berkomitmen pada ikatan formal seperti pernikahan.

Kedua, kondisi ekonomi dan sosial yang tak stabil. Kondisi ekonomi yang tidak stabil, juga menjadi penghambat bagi anak muda untuk menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun