Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) baru-baru ini, mengumumkan rencana kebijakan pembebasan retribusi sampah rumah tangga yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Langkah ini bertujuan untuk mendorong masyarakat Jakarta agar lebih peduli terhadap pengelolaan sampah melalui insentif pembebasan biaya retribusi bagi mereka yang aktif memilah sampah dari sumbernya atau terlibat dalam kegiatan bank sampah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, Asep Kuswanto, menjelaskan bahwa kebijakan ini diharapkan mengurangi volume sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Sampah Terakhir (TPST) Bantar Gebang, yang selama ini menjadi beban besar bagi kota. (Sumber: Kompas.com).
Dalam konteks pengelolaan sampah, ada dua hal utama perlu ditinjau: Pertama, apakah kebijakan pembebasan retribusi efektif dalam mengurangi volume sampah? Kedua, langkah-langkah konkret apa yang perlu dilakukan pemerintah agar kebijakan ini berjalan sesuai harapan dan mampu mewujudkan dampak yang signifikan.
Tulisan ini akan mengulas secara mendalam kedua aspek tersebut. Yuk, teruslah membaca.
Efektivitas Kebijakan Pembebasan Retribusi untuk Pengurangan Volume Sampah
Langkah kebijakan yang menawarkan insentif finansial bagi warga yang memilah sampah pada sumbernya merupakan strategi yang berpotensi untuk memotivasi masyarakat.
Dalam teori perilaku, insentif ekonomi, seperti pembebasan biaya retribusi, dikenal efektif dalam mengubah perilaku masyarakat, terutama dalam hal kebiasaan yang membutuhkan kesadaran lebih, seperti memilah sampah.
Namun, efektivitas kebijakan ini bergantung pada beberapa faktor yang akan dibahas berikut.
Pertama, kesadaran dan partisipasi masyarakat. Kesadaran dan komitmen masyarakat dalam memilah sampah menjadi aspek penting.