Karena masih kenyang, saya hanya memesan secangkir es kopi. Harganya lumayan yaitu Rp5.000.
Tentu saja, warung-warung makan yang berdiri di sepanjang dermaga ini diuntungkan oleh pembeli yang notabennya adalah nelayan.
Dari warung itu, saya menuju spot terakhir: tempat pemancingan. Lokasinya tak jauh dari warung tadi, hanya semenit jalan kaki.
Para pemancing memanfaatkan tembok pembatas pantai untuk memancing ikan. Ada sekitar 7 orang pemancing yang saya lihat sedang asyik memancing sore ini.
Saya mendatangi satu demi satu untuk melihat jenis ikan apa yang mereka tangkap. Salah satu ikan yang saya kenal adalah bubara (bahasa Latin, Caranx ignobilis) atau bobara dalam dialek Ambon.
Ukurannya sekitar tiga jari. Lumayan enak kalau digoreng. Lain kali, saya perlu mencoba spot yang satu ini. He-he.
Berdiri di atas tembok setinggi 5 meter, di antara para pemancing, saya bisa menyaksikan secara langsung pemandangan laut lepas.
Tampak beberapa kapal barang dan kapal tongkang sedang berlabuh di tengah laut. Dari atas tembok pembatas itu, juga saya bisa melihat pulau-pulau kecil.
Sementara itu, di tepi pantai, tampak beberapa anak muda sedang duduk menikmati suasana laut dan beberapa orang lagi sedang asyik mandi.
Oh ya, pantai di sini, didominasi bebatuan dengan sedikit sampah plastik. Tidak ada pasir putihnya. Jadi, yang mandi atau berenang mesti berhati-hati, agar tidak lecet/luka.
Hari mulai sore, saya melirik jam di handphone -- tak terasa sudah pukul 16.30 WIB. Saya pun, bergegas meninggalkan pelabuhan disertai dengan pulangnya para karyawan industri perikanan.