Mohon tunggu...
Bije Widjajanto
Bije Widjajanto Mohon Tunggu... Konsultan Bisnis -

Konsultan strategi bisnis, franchising, pengembangan UKM, strategi marketing

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Apa Parameter untuk Memprediksi Franchise akan Sustainable?

2 Mei 2016   22:51 Diperbarui: 3 Mei 2016   14:08 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Outlet Container Kebab, pengembangan terbaru konsep bisnis Kebab Turki baba Rafi. Sumber Gambar :www.plasafranchise.com

Berawal dari temuan saya sebuah booth Baba Rafi yang di-refurbish dan dipakai untuk menjual kebab dengan merek lain, pada tanggal 12/4 saya mengadakan diskusi dengan tim manajemen Baba Rafi. Dalam diskusi tersebut saya sharing banyak hal tentang topik Franchise Sustainability dan saya menggunakan refurbished booth dari Baba Rafi, salah satu franchise yang sudah beroperasi lebih dari 10 tahun di Indonesia dan sudah menembus pasar global dengan membuka jaringan franchise di luar negeri, sebagai contoh kasus.

Saya punya pemikiran bahwa Business sustainability dalam franchise bisa dilihat dari 3 parameter yang telah saya sebutkan sebelumnya, yaitu (1) success rate yang tinggi, (2) Business lifecycle yang panjang, dan (3) retention rate yang tinggi. Dari situlah saya sering menyampaikan bahwa franchise yang berhasil barulah bisa kita lihat setelah berjalan minimal 7 tahun dihitung dari outlet franchise pertama beroperasi.

Mengapa saya memilih Baba Rafi sebagai contoh kasus?

Ada sangat banyak kasus yang sebenarnya dapat diambil, tetapi untuk konsep bisnis yang seperti booth Baba Rafi, saya belum menemukan franchise serupa yang umurnya sudah lebih dari 7 tahun. Rekan – rekan bisa membantu saya kalau menemukan bisnis serupa yang lebih 7 tahun menjalankan franchise hari ini masih disukai masyarakat konsumen, dan gerainya masih dipasarkan dengan konsep yang sama. Saya memilih Baba Rafi, karena saya nilai mewakili franchise konsep booth yang masih berkembang sampai saat ini.

Mengapa Baba Rafi dapat bertahan di mana yang sudah menghilang dari pasaran?

Apabila bisnis franchise bias bertahan, artinya ada 2 hal: (1) konsumen menilai Baba Rafi adalah produk kebab yang dinilai bagus, dan (2) franchisee melihat bahwa bisnis Baba Rafi memberikan keuntungan, oleh karena itu sampai dengan saat ini setiap bulan selalu buka booth Baba Rafi baru di berbagai tempat di Indonesia maupun di luar negeri. Dari sinilah saya menyimpulkan bahwa dari parameter Baba Rafi termasuk franchise yang SUCCESS RATEnya tinggi.

Mengapa Baba Rafi mampu bertahan lebih dari 10 tahun dengan konsep booth?

Di usia Baba Rafi yang ke 13 tahun ini, Baba Rafi termasuk bisnis yang bertahan dengan konsep yang sama. Ada banyak franchise lain yang dalam kurun waktu yang sama sudah berganti- ganti konsep bisnis. Ada yang berubah produknya, dari sebelumnya menjual produk A beberapa tahun kemudian ganti dengan produk B dan seterusnya. Ada yang mengubah konsepnya dari sebelumnya menawarkan konsep bisnis booth, berubah menjadi konsep warung. Dari sebelumnya menawarkan konsep franchise berubah menawarkan konsep wilayah dan seterusnya.

Apa yang terjadi ketika franchisor mengubah konsep bisnis yang ditawarkan?

Perkiraan saya paling mungkin agar franchhisor bertahan dengan konsep bisnis yang ditawarkan adalah ketika franchisor merasa bisnisnya berjalan dengan baik dan mampu mencapai sasaran finansial bisnisnya. Karena apabila franchisor menilai bisnis itu tidak berjalan atau tidak bisa mencapai sasaran finansial, maka franchisor itu tidak akan melanjutkan bisnisnya atau mengganti dengan konsep bisnis yang diyakini dapat berjalan dan mencapai sasaran finansial.

Dalam hal ini, Baba Rafi menjalankan konsep bisnis booth kebab dan bertahan sampai 13 tahun di mana franchise-franchise serupa lainnya sudah hilang atau berganti bisnis lain. Dari analisa ini, saya bisa mengelompokkan bahwa dalam perspektif konsep bisnis, Baba Rafi merupakan franchise yang LIFE CYCLE nya panjang. Ada 2 faktor yang saya pandang menjadi penyebabnya: (1) karena produk kebab merupakan produk sepanjang masa, bukan produk musiman. Dan (2) bagi franchisor, operasi bisnis booth kebab ini dinilai bisa berjalan dengan baik dan menguntungkan.

Lalu bagaimana dengan parameter ke 3 yaitu Retention Ratenya?

Dari posting foto booth Baba Rafi yang sudah mengalami refurbish tersebut, ada beberapa alternatif penyebab yang mungkin:

  1. Franchisee melakukannya sebelum masa perjanjian selesai dan melihat bahwa bisnis kebab masih dinilai menguntungkan, maka mereka me-refirbish booth Baba Rafi dan menjual kebab dengan brand sendiri.
  2. Franchisee menjalankan bisnis booth Baba Rafi sampai dengan masa perjanjian franchise berakhir, dan tidak memperpanjang perjanjiannya dengan pertimbangan bisa menjalankan sendiri bisnis kebab. Maka franchisee tersebut me-refurbish booth Baba Rafi dengan brand sendiri dan melanjutkan bisnis kebabnya.
  3. Franchisee menjalankan bisnis booth Baba Rafi sampai dengan masa franchise berakhir, dan ketika ingin memperpanjang disain booth sudah berganti, maka franchisee itu memperpanjang dengan membeli lagi paket startup booth Baba Rafi yang terbaru. Sementara booth yang lamanya ditawarkan kepada orang lain yang bersedia menggunakan dan me-refurbish booth lama itu selanjutnya menggunakan untuk berbisnis kebab dengan brand mereka sendiri

Ketiga kemungkinan di atas wajar dan sering terjadi di dalam bisnis franchise, tidak hanya franchise konsep booth seperti Baba Rafi, tetapi juga untuk konsep-konsep lain termasuk yang investasi besar. Dan dalam pikiran saya, kasus-kasus seperti itu menjadi petunjuk awal dalam menganalisa retention rate sebuah bisnis franchise. Untuk mengukur secara valid perlu dilakukan survei dan perhitungan yang cermat.

Pesan apa yang ingin saya bawa dengan kasus ini?

Seperti sudah saya sampaikan sebelumnya, mengapa saya memilih Baba Rafi sebagai contoh. Saya bisa memilih brand-brand lain sebenarnya. Tetapi tentu dengan sangat mudah premis-premis saya dipatahkan semisal: produknya tidak berkualitas, disainnya kurang bagus, franchisornya tidak fokus dll. Tetapi dengan memilih Baba Rafi, di atas saya sudah menunjukkan bahwa Baba Rafi dalam penilaian saya telah menunjukkan 2 indikator franchise sukses yaitu dengan SUCCESS RATE tinggi dan LIFE CYCLE panjang.

Dalam konsep pemikiran sana, variabel mayor yang menentukan retention rate adalah kepuasan franchisee. Variabel tersebut menurut saya terbentuk dari 3 variabel pendukung yaitu: (1) profitabilitas bisnis dan (2) kualitas dukungan franchisor dan (3) kekuatan brand franchise.

1. Kekuatan Brand.

Tidak bisa dibantahkan bahwa brand Baba Rafi saat ini sudah memiliki tingkat pemahaman (awarenes) yang cukup tinggi. Dalam seminar dan workshop saya di berbagai kota di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, ketika ditanya produk kebab yang mereka kenal, Baba Rafi selalu menjadi salah satu jawaban. Keberadaan Baba Rafi di luar negeri meningkatkan awarness dan citranya sebagai sebuah brand yang dipersepsi positif.

Kenyataan bahwa jarignan bisnis Baba Rafi saat ini telah ada di 8 negara: Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Sri Lanka, Tiongkok, Belanda dan juga Bangladesh yang sebentar lagi akan mulai beroperasi, menjadikan Baba Rafi sebagai brand Indonesia yang mampu menembus pasasr global. Cukup beralasan Baba Rafi mengklaim sebagai “jaringan kebab terbesar dunia“.

Tingkat awareness dan persepsi terhadap brand Baba Rafi ini sudah menjadi faktor pengikat bagi franchisee untuk melanjutkan hubungan franchise.

2. Kualitas Dukungan Manajemen

Dukungan manajemen franchisor yang menentukan adalah organisasi dan sistem pengelolaan. Dalam hal organisasi, Baba Rafi saat ini memiliki kekuatan organisasi yang cukup besar. Untuk mengelola operasional seluruh jaringan outletnya, Baba Rafi memiliki ratusan orang, bahkan mungkin lebih dari 1000 orang yang bekerja di luar outlet. Dukungan managemen diantara saling mendukungnya divisi yang satu dengan divisi lainnya, mulai dari divisi marketing, divisi accounting, divisi logistic, divisi operasional, divisi sales commerce,divisi produksi, divisi brand, R&D, dll.

Dukungan manajemen franchisor yang menentukan adalah organisasi dan sistem pengelolaan. Dalam hal organisasi, Baba Rafi saat ini memiliki kekuatan organisasi yang cukup besar. Untuk mengelola operasional seluruh jaringan outletnya, Baba Rafi mempekerjakan ratusan orang, bahkan mungkin lebih dari 1000 orang yang bekerja di luar outlet. Mereka ini melakukan dukungan manajemen yang mencakup pekerjaan: produksi, logistik, distribusi, pengendalian operasi, pemasaran, ekspansi, keuangan, administrasi dll.

Dengan kekuatan organisasi yang besar tersebut, Baba Rafi dapat melakukan berbagai upaya dukungan manajemen di berbagai aspek. Hal ini yang membuat Baba Rafi mampu bertahan sedangkan banyak franchise lain dengan konsep bisnis yang sama hanya mampu bertahan kurang dari lima tahun. Karena organisasinya tidak mampu menjalankan aktivitas dukungan manajemen yang cukup, maka jaringan outlet mereka tidak dapat dipertahankan dan berjalan sendiri-sendiri.

Jadi dalam hal kualitas dukungan manajemen, Baba Rafi secara garis besar saya amati sudah dalam tingkat yang cukup untuk dapat mendukung retention rate nya.

3. Profitabilitas Bisnis

Pada level outlet, seperti saya jelaskan di awal, franchisee mungkin telah mencapai kepuasan karena dengan investasi awal yang relatif rencah, pengembalian modal dapat terjadi dalam periode yang pendek. Di bawah 1 tahun dalam kasus tertentu sudah balik modal. Tetapi karena skala bisnisnya kecil, setelah balik modal motivasi franchisee untuk berjuang meneruskan bisnis juga rendah. Apalagi ketika operasi bisnis menghadapi masalah operasional seperti kehilangan karyawan, harus pindah lokasi, muncul pesaing baru dll. Pada franchise yang skala bisnisnya besar, motivasi franchisee untuk berjuang mengatasi masalah-masalah operasional lebih tinggi.

Bagaimana dari sisi franchisor? Skala franchise yang kecil memberikan skala pemasukan franchisor dari operasi outlet franchise juga kecil. Besaran % royalti dan keuntungan penjualan bahan baku dan produk dari satu outlet franchise kecil. Sementara dari sisi dukungan manajemen, biaya operasional franchisor yang dihabiskan untuk mengelola jaringan outlet justru semakin besar apabila skala bisnis outlet kecil. 

Dalam banyak kasus, pendapatan franchisor dari operasional jaringan outlet tidak bisa menutup biaya operasional franchisor. Untuk menutup defisit tersebut franchisor melakukannya meningkatkan pemasukan dari pembukaan outlet baru. Beberapa franchise yang tidak berhasil mencapai target pembukaan outlet baru, lama kelamaan kemampuan melakukan dukungan manajemen menurun sampai akhirnya tidak mampu lagi mengelola jaringannya, dan jaringannya lepas satu persatu.

Dari dua penjelasan saya di atas saya sampai saat ini masih punya keyakinan bahwa franchise tidak sesuai untuk konsep-konsep bisnis yang skalanya terlalu kecil. Pemikiran saya dan keyakinan saya tentang hal ini saya tuangkan dalam sebuah konsep pemikiran yang komprehensif dan saya beru judul “self destruction point”.

Konsep pemikiran ini saya buat bukan untuk menyerang franchise skala kecil, tetapi lebih untuk memberikan alternatif solusi bagaimana bisnis franchise bisa berjalan secara berkelanjutan dan memberi manfaat secara berekelanjutan pula bagi masyarakat. Oleh karena itu, apabila ada rekan-rekan dan pihak yang tidak setuju dengan pemikiran tersebut, saya rasa baik kita menggelar sebuah berdiskusi untuk saling mengajukan argumen-argumen secara ilmiah agar hasilnya bermanfaat bagi perkembangan franchise di Indonesia.

Bagaimana dengan Baba Rafi dalam konteks sustainable franchise?

Saya gembira tahun lalu Grup Baba Rafi meluncurkan konsep bisnis Container Kebab. Mengapa? Karena skala bisnis konsep tersebut dari pengamatan saya sudah termasuk skala yang terbebas dari jebakan “self destruction point”. Beberapa kali saya sampaikan kegembiraan saya ini kepada founder dan manajemen Baba Rafi.

Saya pun berharap, bahwa konsep bisnis ini akan terus berkembang untuk mengemas produk kebab yang mulai menjadi produk keseharian masyarakat di Indonesia ini. Dan harapan saya, Baba Rafi akan terus berkembang menjadi bisnis franchise yang berkelanjutan dengan konsep bisnis yang lebih besar tersebut. Dan terhadap para pelaku bisnis franchise di Indonesia kasus ini bisa menjadi bahan pelajaran dan referensi untuk mengembangkan bisnis franchise yang sehat dan baik.

Bije Widjajanto; Konsultan Franchise Ben WarGConsulting, Komisioner Pendidikan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), Pengasuhdan Coach Komunitas Waralaba Nusantara (KAWAN), Direktur Indonesia Center forFranchising Studies (ICeFS). Email: bije_w@benwarg.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun