Karena berbagai kendala termasuk Covid-19 yang tak terduga, tampaknya target pemenuhan MEF 100 % pada tahun 2024 ini tidak akan tercapai. Meskipun Indonesia diletakkan di peringkat ke-13 kekuatan militer terkuat di dunia menurut "GFP", akan tetapi harus diingat perhitungan itu mengikutsertakan banyak faktor yang akan terlibat bila terjadi perang. Termasuk di antaranya perekonomian, jumlah rakyat, dan luas wilayah.
Akan tetapi, dari jumlah dan kualitas alutsista, TNI masih kalah beberapa tingkat dari negara-negara tetangga di ASEAN. Sebagai perbandingan, untuk Angkatan Darat jumlah tank tempur kita kalah dari Vietnam, Thailand, dan Myanmar. Untuk Angkatan Udara, jumlah pesawat tempur kita kalah dari semua negara Asia Tenggara lain kecuali Malaysia dan Timor Leste. Hanya Angkatan Laut kita yang lebih baik, kita hanya kalah jumlah kapal patroli pesisir dari Thailand. Sedangkan jumlah corvette kita paling banyak, walau bervariasi asal pabrik pembuat dan tahun pembuatannya.
Belum lagi kalau kita bahas soal perang asimetris yang antara lain berupa "cyber war". Kita tahu betapa lemahnya pemerintah kita dalam soal ini. Kasus pembobolan data berkali-kali terjadi, bahkan paling parah pada bulan Juli 2024 lalu terjadi serangan yang mempengaruhi 160 badan pemerintahan. Serangan berupa "ransomware" itu dilakukan kelompok hacker internasional bernama "Brain Cipher" yang meminta tebusan sebesar US$ 8 juta.Â
Meskipun kemudian dirilis pernyataan maaf resmi dari kelompok itu yang menyatakan tidak jadi meminta tebusan, namun kejadian tersebut telah menunjukkan lemahnya pertahanan Indonesia di dunia maya. Tak heran bila Presiden Joko Widodo sampai memerintahkan kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada tahun 2020 untuk membentuk "Angkatan Siber". Menurut Hadi yang sekarang menjadi Menko Polhukam, itu akan menjadi matra keempat dalam tubuh TNI. Namun hingga Hari Ulang Tahun ke-79 TNI pada 5 Oktober 2024 ini, tampaknya niat tersebut belum akan terealisasi.
Kita boleh euforia dengan akan datangnya sejumlah alutsista yang baru dibeli pemerintah untuk TNI. Dalam upacara HUT ke-79 TNI hari ini, akan diparadekan lebih dari 1.000 unit. Jenis yang menarik adalah drone atau pesawat nir-awak. TNI baru memiliki beberapa unit dari beberapa negara, antara lain Poseidon H6 dari Siprus, Scan Eagle dari AS, dan Camcopter S-100 dari Austria. Penggunaan drone kini marak dalam perang asimetris. Terlihat digunakan Rusia, Ukraina, Â dan Israel di medan tempur dalam perang yang masih berkobar.
Demikian pula dengan prajurit yang mumpuni fisiknya. Baik dari segi kesamaptaan maupun seni bela diri. Akan tetapi, apakah kita bisa bertahan apabila pecah Perang Dunia III?
Dengan sikap dan posisi diplomatik kita yang non-blok dan netral, Indonesia justru tidak punya pakta pertahanan skala penuh dengan negara mana pun. Ini dalam arti seperti NATO, dimana bila ada satu negara diserang, maka seluruh negara anggota wajib membantu secara aktif mengirimkan pasukan dan peralatan tempurnya. Sebagai contoh di ASEAN saja, Singapura yang luas wilayahnya "imut-imut", tapi kemampuan militernya "raksasa". Dari segi kekuatan alutsista, kita belum tentu bisa menang bila berperang melawan Singapura. Apalagi ia punya pakta pertahanan dengan AS. Sementara AS adalah "raja"-nya NATO. Masih ditambah ada ancaman dari Australia di Selatan, karena ia merupakan sekutu dekat AS.Â
Sekali lagi, itu bila kita berperang dengan sekutu AS di sekitar kita. Setidaknya ada Singapura, Filipina, Australia, dan Selandia Baru yang jelas merupakan sekutu AS. Â Bila kita menghindari berperang dengan AS dan sekutunya, juga tidak terbayangkan bila kita harus berperang melawan RRC yang merupakan raksasa dunia. Misalnya karena konflik di LCS yang memanas. Kekuatan tempur kita jauh di bawah RRC. Itu sudah pasti.
Jadi, sebenarnya Indonesia dijepit sana-sini. Diplomasi kita sajalah yang mencegah terjadinya konflik di kawasan. Namun, bila terjadi Perang Dunia III, tentu bisa dipastikan jalan diplomasi sudah buntu. Indonesia akan terjebak pada situasi sulit. Akan berpihak pada siapa?
Itu baru soal keberpihakan. Lantas bagaimana bila ada invasi militer ke negara kita? Apakah TNI mampu mempertahankan kedaulatan negara? Tentu "perang semesta" akan jadi pilihan bila pecah "perang terbuka total" dalam "skala penuh". Â Sebagaimana kita sudah pernah mengusir penjajah di masa lalu, TNI dan rakyat akan bahu-membahu melawan segala ancaman. Karena hanya bersama rakyat, TNI kuat.
Sumber Ilustrasi: