Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Curahan Kegelisahan Mantan Wartawan

23 Februari 2024   11:55 Diperbarui: 23 Februari 2024   11:59 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Blogger di Indonesia juga tidak dianggap. Apalagi orang yang mengklaim dirinya sebagai "Presiden Blogger Indonesia" sudah tidak aktif lagi. Jujur saja, saya malah tidak tahu blog mana yang dimiliki oleh yang bersangkutan. Dahulu, sempat ada "Pesta Blogger" yang diadakan setahun sekali. Kompasiana juga turut berpartisipasi di dalamnya. Tapi, kini sudah tidak lagi.

Padahal, di negara maju, blogger justru dihormati karena informasi yang dimilikinya kerap kali justru tidak diketahui publik sebelumnya. Banyak informasi rahasia yang kerap diungkap blogger. Dan itu jelas membantu tugas pers.

Spanduk berdiri Unconference Ruang 6 dalam KMN HPN 2024. (Foto: Bhayu M.H.)
Spanduk berdiri Unconference Ruang 6 dalam KMN HPN 2024. (Foto: Bhayu M.H.)
Influencer dan Buzzer

Padanan kata bahasa Indonesia untuk "influencer" adalah "pemengaruh", sedangkan "buzzer" adalah "pendengung".  Sesuai katanya, "influencer" bersifat mempengaruhi opini publik dengan muatan (content) yang dibuatnya. Sementara "buzzer" mirip "speaker" atau "pelantang" sifatnya. Ia menyebarkan isyu yang hendak diviralkan. Tentu tujuannya agar publik menjadi terpengaruh. Publik di sini khususnya netizen pengguna media sosial.

Lagi-lagi Agung menampik tanggung jawab Dewan Pers di sini. Menurutnya, ranah kedua jenis pembuat muatan di media sosial itu masih abu-abu. Sempat hendak "diminta" oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), namun juga masih belum sepakat. Masih ada keraguan atas kemampuan KPI mengingat lembaga itu sudah cukup sibuk saat ini.

Padahal, kemampuan "influencer" dan "buzzer" dalam menyebarluaskan informasi kerapkali melebihi media massa. Apalagi bagi media massa lokal di daerah dan masih kecil permodalannya. Banyaknya pemirsa (audience) dari tayangan muatan yang dibuat "influencer" dan "buzzer" jelas secara langsung berpengaruh terhadap pendapatan media masa. Karena kerapkali perusahaan swasta, lembaga, atau institusi lebih menyukai mengajak kerjasama "influencer" dan "buzzer" yang sudah memiliki jumlah "pengikut" ("followers") banyak. Pendapatan mereka yang perorangan bisa mencapai miliaran, sementara media massa yang perusahaan malah "ngos-ngosan".

Lepas Tangan Dari Kreasi Informasi di Media Sosial

Baik pewarta warga, blogger, "influencer", maupun "buzzer" bisa membuat kreasi informasi di media sosial. Kreasi informasi itu bisa berupa tulisan, foto, atau video. Apalagi terkait hoaks, banyak sekali hoaks di sini. Meskipun informasi itu berupa berita, namun Dewan Pers lepas tangan darinya. Karena menurut Agung, itu bukan "produk jurnalistik". Kita akan bahas lebih lanjut soal "produk jurnalistik" ini.

Di situs berbagai video Youtube misalnya, kita dengan mudah menemukan "berita" yang sebenarnya bukan berita, melainkan hoaks. Dan itu kemasannya dibuat seolah berita resmi. Informasinya seolah-olah valid, padahal murni karangan dan khayalan belaka. Karena video adalah gabungan gambar bergerak dan suara, maka mudah sekali bagi khalayak yang kurang literasi untuk mempercayainya. 

Apalagi yang sifatnya monolog seperti dilakukan beberapa orang "seleb medsos". Mereka bertindak bak otoritas untuk menyampaikan suatu inforasi. Padahal, datanya minim bahkan cenderung hoaks. Apa yang mereka lakukan juga menyampaikan informasi. Tapi sepertinya tidak dianggap sebagai ranah Dewan Pers. Dan bila terkait hukum, sepertinya menunggu aduan saja. Padahal ujaran kebencian, hoaks, disinformasi, misiniformasi, dan fitnah seharusnya pidana.

"Content Creator" Juga Tidak Dianggap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun