“Sibuk? Itu cuma mindset kok. Di buku-buku itu juga ada kok…Gimana?” wajah Basuki seperti berharap. Alya menimbang-nimbang.
“Yah, boleh aja sih. Tapi ntar telepon atau SMS dulu ya kalau udah deket… Biar Alya siap-siap. OK?” pinta Alya.
“Sip lah. Kalau gitu, sampai nanti sore ya. Aku pergi dulu sekarang. Bye…,” Basuki pun melangkah mundur tiga langkah sambil melambai, kemudian membalikkan badan dan pergi. Alya balas melambai, memandangi punggung Basuki yang menjauh dan kemudian menuju ke lift, kembali ke lantai tempat kerjanya.
*******
[Kantor Perusahaan Multinasional. Kantor Maura]
Rutinitas hari Senin bagi banyak pegawai biasanya sama. Ada rapat evaluasi atau koordinasi untuk menentukan langkah kerja pekan itu. Apalagi bagi yang sudah berstatus pimpinan seperti Maura. Ia harus menyiapkan dua hal, arahan kepada bawahan dan laporan kepada atasan. Tentu saja selain menentukan prioritas target kerjanya sendiri.
Dalam hal ini, Maura merasa beruntung. Karirnya relatif lancar hingga di usia 30 tahun sudah menapaki posisi manager. Kalau melihat generasi sebelumnya, bisa jadi baru di usia 40-an tahun jabatan ini diembannya. Tetapi masa sekarang memang generasi mudanya terlihat lebih pintar dan cekatan dalam bekerja.
Karena sudah berkeluarga, setiap kali sampai di kantor, Maura selalu menyempatkan diri menelepon ke rumah. Ia akan bertanya kondisi rumah kepada asisten rumah tangga yang mengangkat telepon. Lalu meminta baby sitter memberikan telepon kepada putrinya yang sedang bubbling atau belajar bicara itu. Tentu saja bicaranya baby-ish yang tidak beraturan, tetapi itu memberikan semangat bagi seorang ibu untuk memulai hari. Biasanya, agak siang orangtuanya akan datang hingga makan siang di rumahnya. Dan di sore harinya ibu mertuanya datang, hingga dijemput oleh ayah mertuanya yang masih bekerja karena memiliki perusahaan sendiri. Sementara ayahnya yang pegawai sudah pensiun.
Setelah itu, barulah ia menelepon suaminya, sekedar bertukar sapa. Mereka memang berangkat kantor ke arah berbeda. Karena masing-masing memiliki kendaraan sendiri, maka berangkat kantor pun terpisah. Keduanya senang menyetir sehingga tidak mau disupiri. Walau dengan kondisi finansial apalagi jabatan suaminya sangat memungkinkan memiliki supir.
Rutinitas kerja Senin yang padat biasanya membuat Maura akan segera menyetel seluruh perangkat komunikasinya dalam kondisi silent dan meletakkanya di dalam laci. Teman-teman kantornya bila perlu menghubungi dirinya akan melalui telepon yang ekstensionnya langsung ke mejanya. Atau kalau begitu pentingnya tentu bisa langsung menuju ke ruangannya dan mengetuk pintu. Tidak perlu melalui handphone atau alat komunikasi lain. Maura tipe yang sangat fokus dalam bekerja sehingga tidak mau diganggu oleh chit-chat. Bila pegawai lain gemar mengobrol baik dalam arti bicara dengan teman atau melalui perangkat komunikasi, Maura tidak. Bahkan meski Facebook tidak diblokir oleh IT kantornya, Maura memilih untuk tidak menggunakannya di jam kantor. Demikian pula social media lain. Semua itu membuat waktu kerjanya lebih efektif sehingga dengan cepat prestasinya terlihat dan melesat. Beberapa teman kerjanya yang masuk bersamaan dan seusia dengannya ada yang masih staf, bahkan supervisor saja belum.
Pada jam makan siang, barulah Maura akan kembali membuka teleponnya. Ia biasanya memeriksa pesan-pesan yang kebanyakan pribadi. Seperti siang itu, ia mendapati ada pesan dari sahabatnya, Alya.