Mohon tunggu...
Beryl Lumenta
Beryl Lumenta Mohon Tunggu... Guru - Belajar menulis

Husband, father, teacher, friend, in that particulair order

Selanjutnya

Tutup

Politik

ILC : Ahok di Pusaran Kasus Sumber Waras*)

16 April 2016   16:03 Diperbarui: 16 April 2016   16:12 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Pemirsa, selamat datang di ILC malam hari ini, dengan tema Ahok, di pusaran Kasus Sumber Waras, bersama saya Karni Ilyas”

“Sudah hadir bersama kita malam hari ini, beberapa tokoh yang tidak diragukan lagi kapasitasnya baik dibidang hukum, politik, maupun keuangan. Yang pertama ada Bung Yusril Ihza Mahendra, berikutnya ada Pak Harry Azhar Azis, ketua BPK, juga ada Bung Fadli Zon, dan Pak Haji Lulung, juga ada Bung Ruhut Sitompul, dan Pak Wakill Gubernur DKI, Djarot Saiful Hidayat. Selamat datang Bapak-bapak semua”

“Selain itu kita juga kedatangan tamu istimewa hari ini, kenapa saya katakana istimewa, karena menurut dia sendiri, dialah satu-satunya orang biasa ditengah-tengah para tamu istimewa di ILC kali ini. Dan itulah yang membuatnya istimewa. Mari kita sambut, saudara Beryl Lumenta…..”

“Saudara Beryl Lumenta ini adalah seorang Guru SMP yang mengaku mengikuti perkembangan berita mengenai Pak Ahok, namun ia mengaku bukan bagian dari relawan Teman Ahok, dan bahkan menyatkan tidak akan memilih Ahok sebagai Gubernur DKI. Kenapa bisa demikian saudara Beryl?”

“Selamat malam Pak Karni, betul sekali saya tidak akan memilih Ahok sebagai gubernur DKI, karena saya orang Banten. Dan Gubernur saya yang lama sudah tertangkap KPK, mungkin karena mendapat opini STWTP dari BPK.”

“Apa itu STWTP?”

“Sangat Tidak Wajar Tanpa Perkecualian”

“Oh begitu ya, baiklah. Kesempatan pertama saya akan berikan kepada Pak Haji Lulung. Bagaimana pendapat Bapak mengenai kasus ini. Silahkan.”

“Terima kasih Pak Karni. Pendapat saya mengenai hal ini sudah jelas. Ahok bersalah. Dan saya sangat yakin bahwa Ahok akan langsung dapat hadiah rompi Oranye oleh KPK malam ini juga. Oya, kalua dia berani menggugat hasil audit BPK ke pengadilan, saya bersedia iris kuping saya . Catat baik-baik, saya bersedia iris kuping saya. Bukan terjun dari monas! Jadi jangan nunggu saya terjun dari monas. Lagipula catat perkataan saya, jangan sampai ada yang salah kutip : Tidak ada hasil audit BPK yang tidak bohong. Ingat ya, jangan ada yang salah kutip. Selain merugikan negara 191 milliar, proses pembelian tanah itu juga tidak sesuai prosedur, karena tidak ada persetujuan Dewan.”

“Bagaimana menurut anda Pak Djarot?”

“Lho, pernyataan itu sangat aneh. Lha wong anggota dewan yang menandatangani MoU dan masuk Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Perubahan 2014. Semua pimpinan DPRD sudah tanda tangan semua. Itu spesifik menunjuk kepada pembebasan lahan RS Sumber Waras sekian hektare! Ada semua di situ. Jadi kalua Dewan mengatakan tidak ada persetujuan ya lucu, wong tanda tangannya ada.”

“Kalau menurut Bung Yusril?”

“Iya, jadi begini ya. Masalah ini kan sudah jelas, BPK sudah melakukan audit, dan ternyata hasilnya jelas terdapat pelanggaran dan kerugian negara. Menurut saya sebagai Proffessor, ahli hukum, kita tidak boleh mempertanyakan hasil audit BPK. Hanya auditor dari negara lain yang bisa mempertanyakan hasil audit tersebut. Kan BPK punya kerjasama dengan BPK-BPK dari negara lain. Kalau, misalnya ada keraguan terhadap hasil audit BPK, maka BPK bisa saja meminta second opinion dari auditor di negara lain tersebut. Bahkan penegak hukum pun tidak boleh mempertanyakan hasil audit tersebut. Karena hasil audit BPK menyatakan jelas ada kerugian negara, 191 milliar, maka jelas Ahok bersalah. “

“Berikutnya kita tanya langsung ketua BPK, bapak Harry Azhar Azis. Apa yang mendasari audit BPK terhadap pembelian lahan RS Sumber Waras ini."

“Jadi begini, yang mendasari audit kami adalah adanya transaksi yang mencurigakan pada tanggal 31 Desember 2014 jam 07.00 malam. Ini ada apa? Auditor manapun, ketika mendapati hal seperti ini akan curiga. Transaksi tunai, 800 milliar, dilakukan malam hari menjelang tutup buku. Ini ada apa? (dengan nada tinggi)”

“Apakah sudah ditanyakan ke Pak Ahok saat pemeriksaan pak?”

“Eh..ah..anu…eh…ah…anu.. ya… pasti eh.. sudah karena kita kan sesuai prosedur”

“Terus apa jawaban beliau Pak?”

“Eh..ah…anu…eh…ah…anu… saya lupa ya, saya kan bukan bagian tim pemeriksanya. Tapi pasti sudah ditanyakan.”

“Menurut Pak Ahok itu wajar saja pak, Karena batas pembayarannya tanggal 31, dan lagi harga kan mengikuti NJOP, kalau lewat tahun 2014 harga bisa berubah lagi, dan juga harus meminta persetujuan dewan lagi Pak”

“Ya… itu kan menurut beliau. Dan ternyata kan memang kami temukan kerugian 191 milliar. Sebenernya saya tidak berhak mengatakan ini ya, karena pro Justitia. Dan bicara mengenai NJOP itu kan juga tidak sesuai, harusnya pakai NJOP Tomang Utara, bukan Kyai Tapa. Itu sama saja beli bajaj pake harga Mercy. Sekali lagi sebenernya saya tidak boleh membuka temuan ini ke publik ya, karena pro Justitia. Kalau anda gak tahu apa itu pro Justitia, berarti anda –maaf- goblok.”

“Baik, sekarang kita ke saudara Beryl Lumenta. Apa tanggapan anda sebagai seseorang yang selama ini mengikuti sepak terjang Ahok. Apakah dia bersalah dalam kasus sumber waras ini?”

“Terima Kasih Pak Karni, sebelum saya menjawab, saya mau minta maaf terlebih dahulu, kalau nanti dalam perkataan saya ada hal-hal yang menyinggung Bapak-bapak semua, karena harus saya akui, dalam bidang hukum, politik atau keuangan, kapasitas saya tentu saja masih jauh sekali dibanding semua Bapak-bapak yang hadir disini. Saya seperti anak SD berhadapan dengan professor kalau bicara tentang hukum di hadapan bapak-bapak semua.”

“Namun saya mau mencoba menyampaikan pendapat saya yang bodoh ini. Tadi Pak Prof Yusril mengatakan kita tidak pada kapasitas mempertanyakan hasil audit BPK. Jadi kalau ada kesalahan audit bagaimana? Berarti ketua BPK Kekuasaannya paling tinggi dong? Jadi misalnya, ini misalnya lho ya, misalnya beliau mendirikan perusahaan offshore, katakanlah bernama Sheng Yue Limited International, di panama, dengan menggunakan alamat gedung DPRRI dan alamat korespondensi di hongkong, dan menjabat sebagai direkturnya, katakanlah dari tahun 2010-2015, untuk menghindari pajak, dan tidak melaporkan LHKPN-nya, dan kemudian diaudit oleh BPK, dan hasilnya WTP, tidak ada yang bisa mempertanyakan dong?

“Berikutnya, mencermati perkataan pak Harry yang pro Justitia tadi, saya cuma ingin mengkomparasi data dan fakta dari kedua belah pihak. Ahok dan BPK.

Yang pertama menurut BPK lokasi ada di jalan Tomang Utara. Menurut Ahok ada di Jl Kyai Tapa. Memang kalau dilihat sepintas, lahan yang dibeli pemprov DKI terlihat sejajar dg Jl Tomang Utara. Tapi lahan itu adalah bagian dari lahan yang secara keseluruhan, berdasarkan sertifikat HGB 2878 tahun 1998, terletak di Jl Kyai Tapa.

Yang kedua, seperti kata pak Harry, beli tanah di Tomang Utara dengan harga Kyai Tapa adalah seperti membeli bajaj dengan harga mercy. NJOP lahan tersebut menurut BPK harusnya hanya 7,445 juta/m2. Karena terletak di Tomang Utara. Padahal menurut sertifikat, terletak di Jl Kyai Tapa, yang NJOP-nya 20,755 juta/m2. Yang menentukan letak dalam sertifikat tersebut setahu saya yang bodoh, adalah BPN, bukan BPK. Menurut saya BPK atau bahkan lembaga penegak hukum sekalipun, tidak dalam kapasitas mempertanyakan keputusan BPN tersebut. Kalau BPK keberatan, saya sarankan untuk minta second opinion dari BPN negara tetangga. Bukan begitu Prof Yusril? 

Yang ketiga, proses pengadaan menurut BPK tidak sesuai aturan, yaitu perpres no 71 tahun 2012 mengenai Penyelenggaraan Pengadaan Tanah, yang menyatakan pengadaan tanah di atas satu hektare tidak boleh melalui penunjukan langsung. Namun Faktanya Peraturan tersebut sudah di revisi oleh Perpres No 40 tahun 2014, pasal 121, yang menyatakan bahwa pengadaan lahan di bawah lima hektare boleh melalui penunjukan langsung. Peraturan ini diteken Presiden SBY 24 April 2014, sebelum ada kesepakatan antara Pemprov DKI dan Sumber Waras.

Yang keempat. Menurut BPK Pemprov membayar terlalu mahal, karena lahan yang sama hendak dibeli PT Ciputra Karya Unggul sebesar 564,4 milliar pada tahun 2013. Pemprov merugikan negara dengan menawar 191,3 milliar lebih mahal dari tawaran tersebut. Kerugian negara adalah sebesar 191,3 milliar. Menurut saya ini juga keterlaluan. Lha wong PT Ciputra belinya tahun 2013, Pemprov beli tahun 2014, ya jelas beda harga. Sebagai gambaran saja. Saya beli rumah tahun 2010 seharga 280 juta. Tahun berikutnya, karena ada pembangunan perumahan baru dekat rumah saya, ada kelonjakan harga yang cukup signifikan. Rumah persis di sebelah saya dengan luas tanah yang sama laku terjual dengan harga 750 juta. Apakah kalau saya kemudian jual rumah saya seharga 750 juta juga berarti saya membodohi pembeli? Jadi saya harus jual rumah saya tidak lebih dari 280 juta? Silahkna Bapak-bapak yang jenius ini mikir sendiri.

Berdasarkan keempat data dan fakta tersebut, saya rasa tidak terlalu sulit melihat apakah benar ada kerugian negara atau tidak. Apalagi Semua yang hadir disini punya kapasitas yang lebih dari memadai untuk itu. Sekian pendapat saya, terima kasih.

“Bagaimana menurut Bung Fadli Zon?”

“Begini ya, saya lihat KPK ini koq susah sekali menangkap Ahok. Padahal kepala daerah yang lain gampang sekali mereka tangkap. Saya rasa ada konspirasi ini, saat pemilihan pimpinan KPK, jadi yang terpilih orang-orangnya Ahok semua. Jadi rasanya benar seperti yang dikatakan Mba Ratna Sarumpaet. KPK sudah dibeli Ahok ini rupanya.”

“Yang terakhir Bang Ruhut gimana ini Bang?”

“Sebelum aku sampaikan pendapat aku, aku mau kasih tahu dulu kawan-kawan ini. Kalian disindir habis oleh kawan kita saudara Beryl itu. Dia bilang dia seperti anak sd berhadapan dengan professor kalau bicara hukum sama kita, itu bukan merendah. Itu menyindir, kalau tidak bisa dibilang menghina. Itu artinya, gak perlu orang pintar ngomong sama kita. Cukup anak SD saja. Bah…! Malu kali aku ni. Tapi apa mau dikata, memang begitu nampaknya…

Aku setuju dengan pernyataan kawan Beryl tadi. Itu sudah jelas terlihat, gak perlu lagi auditor negara tetangga suruh lihat. Kitapun sudah bisa menilai kalau data yang diberikan dalam audit BPK itu tidak sesuai fakta. Jadi kalau menurut aku, sebaiknya BPK juga perlu diperiksa sama KPK, karena kalau BPK benar, berarti Ahok salah. Begitupun sebaliknya, kalau Ahok benar, berarti BPK salah. Lantas kalau kau tanya : “Di mana motif jahatnya” ahh… gampanglah itu. Sudah jelas audit itu ada hubungannya dengan kawan kita si Efdinal, yang mau jualan tanah itu… ya toh? Belum lagi Pak Harry yang tersangkut panama papers. Bapak kan sebagai KETUA Pemeriksa Keuangan, mestinya tahu betul cara menghindari pemeriksaan… ya toh? Ha..ha..ha.. pening aku, pening bah…!”

“Pemirsa, demikianlah ILC kita hari ini….”

(Mendadak ada suara yang menyela)

“Bang Karni… tunggu dulu Bang Karni… Soal potong kuping itu ada batas waktunya ya, satu minggu. Kalau dalam dua hari Ahok menuntut ke pengadilan, baru aku potong kuping. Kalau tidak, sudah tidak berlaku lagi. Tapi kalaupun saya gak potong kuping, sanksinya hanya sanksi sosial saja kan?”
(Kalian tebaklah suara siapa itu ( )

*) Cerita ini adalah karangan penulis semata. Semua dialog yang terjadi adalah dialog imajiner. Kalau ada kesamaan tokoh dan peristiwa, memang disengaja, sebagai bentuk protes penulis terhadap Karni Ilyas dan ILC-nya yang sudah jauh dari berimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun