Mohon tunggu...
Beryl Lumenta
Beryl Lumenta Mohon Tunggu... Guru - Belajar menulis

Husband, father, teacher, friend, in that particulair order

Selanjutnya

Tutup

Politik

ILC : Ahok di Pusaran Kasus Sumber Waras*)

16 April 2016   16:03 Diperbarui: 16 April 2016   16:12 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Terima Kasih Pak Karni, sebelum saya menjawab, saya mau minta maaf terlebih dahulu, kalau nanti dalam perkataan saya ada hal-hal yang menyinggung Bapak-bapak semua, karena harus saya akui, dalam bidang hukum, politik atau keuangan, kapasitas saya tentu saja masih jauh sekali dibanding semua Bapak-bapak yang hadir disini. Saya seperti anak SD berhadapan dengan professor kalau bicara tentang hukum di hadapan bapak-bapak semua.”

“Namun saya mau mencoba menyampaikan pendapat saya yang bodoh ini. Tadi Pak Prof Yusril mengatakan kita tidak pada kapasitas mempertanyakan hasil audit BPK. Jadi kalau ada kesalahan audit bagaimana? Berarti ketua BPK Kekuasaannya paling tinggi dong? Jadi misalnya, ini misalnya lho ya, misalnya beliau mendirikan perusahaan offshore, katakanlah bernama Sheng Yue Limited International, di panama, dengan menggunakan alamat gedung DPRRI dan alamat korespondensi di hongkong, dan menjabat sebagai direkturnya, katakanlah dari tahun 2010-2015, untuk menghindari pajak, dan tidak melaporkan LHKPN-nya, dan kemudian diaudit oleh BPK, dan hasilnya WTP, tidak ada yang bisa mempertanyakan dong?

“Berikutnya, mencermati perkataan pak Harry yang pro Justitia tadi, saya cuma ingin mengkomparasi data dan fakta dari kedua belah pihak. Ahok dan BPK.

Yang pertama menurut BPK lokasi ada di jalan Tomang Utara. Menurut Ahok ada di Jl Kyai Tapa. Memang kalau dilihat sepintas, lahan yang dibeli pemprov DKI terlihat sejajar dg Jl Tomang Utara. Tapi lahan itu adalah bagian dari lahan yang secara keseluruhan, berdasarkan sertifikat HGB 2878 tahun 1998, terletak di Jl Kyai Tapa.

Yang kedua, seperti kata pak Harry, beli tanah di Tomang Utara dengan harga Kyai Tapa adalah seperti membeli bajaj dengan harga mercy. NJOP lahan tersebut menurut BPK harusnya hanya 7,445 juta/m2. Karena terletak di Tomang Utara. Padahal menurut sertifikat, terletak di Jl Kyai Tapa, yang NJOP-nya 20,755 juta/m2. Yang menentukan letak dalam sertifikat tersebut setahu saya yang bodoh, adalah BPN, bukan BPK. Menurut saya BPK atau bahkan lembaga penegak hukum sekalipun, tidak dalam kapasitas mempertanyakan keputusan BPN tersebut. Kalau BPK keberatan, saya sarankan untuk minta second opinion dari BPN negara tetangga. Bukan begitu Prof Yusril? 

Yang ketiga, proses pengadaan menurut BPK tidak sesuai aturan, yaitu perpres no 71 tahun 2012 mengenai Penyelenggaraan Pengadaan Tanah, yang menyatakan pengadaan tanah di atas satu hektare tidak boleh melalui penunjukan langsung. Namun Faktanya Peraturan tersebut sudah di revisi oleh Perpres No 40 tahun 2014, pasal 121, yang menyatakan bahwa pengadaan lahan di bawah lima hektare boleh melalui penunjukan langsung. Peraturan ini diteken Presiden SBY 24 April 2014, sebelum ada kesepakatan antara Pemprov DKI dan Sumber Waras.

Yang keempat. Menurut BPK Pemprov membayar terlalu mahal, karena lahan yang sama hendak dibeli PT Ciputra Karya Unggul sebesar 564,4 milliar pada tahun 2013. Pemprov merugikan negara dengan menawar 191,3 milliar lebih mahal dari tawaran tersebut. Kerugian negara adalah sebesar 191,3 milliar. Menurut saya ini juga keterlaluan. Lha wong PT Ciputra belinya tahun 2013, Pemprov beli tahun 2014, ya jelas beda harga. Sebagai gambaran saja. Saya beli rumah tahun 2010 seharga 280 juta. Tahun berikutnya, karena ada pembangunan perumahan baru dekat rumah saya, ada kelonjakan harga yang cukup signifikan. Rumah persis di sebelah saya dengan luas tanah yang sama laku terjual dengan harga 750 juta. Apakah kalau saya kemudian jual rumah saya seharga 750 juta juga berarti saya membodohi pembeli? Jadi saya harus jual rumah saya tidak lebih dari 280 juta? Silahkna Bapak-bapak yang jenius ini mikir sendiri.

Berdasarkan keempat data dan fakta tersebut, saya rasa tidak terlalu sulit melihat apakah benar ada kerugian negara atau tidak. Apalagi Semua yang hadir disini punya kapasitas yang lebih dari memadai untuk itu. Sekian pendapat saya, terima kasih.

“Bagaimana menurut Bung Fadli Zon?”

“Begini ya, saya lihat KPK ini koq susah sekali menangkap Ahok. Padahal kepala daerah yang lain gampang sekali mereka tangkap. Saya rasa ada konspirasi ini, saat pemilihan pimpinan KPK, jadi yang terpilih orang-orangnya Ahok semua. Jadi rasanya benar seperti yang dikatakan Mba Ratna Sarumpaet. KPK sudah dibeli Ahok ini rupanya.”

“Yang terakhir Bang Ruhut gimana ini Bang?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun