Mohon tunggu...
Yohanes Maget
Yohanes Maget Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

aku pencari yang tak pernah berhenti mencari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mati di Kloset

30 Desember 2013   19:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tapi, Nak...”

“Ibu...Ibu tahu kan perasaan seorang wanita. Ibu pasti tahu bagaimana perasaan saya, hidup tujuhbelas tahun hanya menyapa Ibu. Saya belum pernah melihat bahkan menyapa seseorang yang harus saya sapa ayah. Ibu egois...,” lalu Chandra menangis. Sang ibu menghindari gadisnya bertanya lagi, menyingkir ke kamar lalu menangis.

* * *

Chandra terlahir tanpa ayah. Ia tak pernah tahu siapa ayahnya. Ia tak pernah tahu siapa suami ibunya. Terkadang ia menduga-duga. Mungkinkah ibunya bekas perlacur? Ia selalu berharap pikirannya yang satu ini cuma kebohongan dan jauh dari nilai kebenaran. Apakah ayahnya sudah almarhum? Ia tak pernah melihat ibunya pergi dari rumah, mungkin untuk menngunjungi makam suaminya. Sungguh amat menyedihkan. Ia tak pernah tahu yang pasti tentang ayahnya, tak pernah tahu yang sungguh tentang sosok ayah. Ia bahkan sulit menebak atau menduga-duga karena di dalam semua surat-surat penting menyangkutnya termasuk buku laporan pendidikannya pada kolom nama ayah tak terisi apa-apa kecuali sebuah garis datar. Apa memang ia tak punya ayah? Seorang wanita tak bisa punya anak kalau sel telurnya tak dibuahi oleh sel sperma seorang pria (begitu yang dipelajarinya di sekolah). Mestinya ada lelaki yang harus ia sapa ayah.

Sudah berulangkali ia memendam niat ingin tahunya hanya karena rasa sayangnya pada ibunya. Ia tak ingin ibunya sedih. Chandra memendam keingintahuannya dengan selalu menampakkan wajah ceria. Ya, wajah cantiknya yang ceria membuat banyak teman prianya yang jatuh hati, ingin menjadi kekasihnya. Bahkan lebih lagi, banyak teman prianya yang ingin memiliki tubuhnya. Akh...mereka ingin menggauli tubuh Chandra. Suatu waktu Chandra pernah diajak seorang teman prianya ke sebuah pantai...

“Julio...kita pulang yuk!” ajak Chandra pada temannya karena hari sudah teramat sore.

“Tunggu, Chan. Kita nikmati dulu senja ini...,” sahut Julio sambil mengedipkan mata.

“Tapi, Jul...Aku harus membantu ibuku. Ia sendirian di rumah dan...”

“Ah...persetan dengan wanita itu!” kata-kata Julio membuat Chandra serentak bangun tetapi tangannya berhasil diraih Julio. Chandra terduduk dan Julio langsung meraihnya sehingga mereka menjadi sangat dekat. Chandra berusaha memberontak.

“Sekarang kau adalah milikku, manis. Aku ingin kamu bertelanjang dan kita bergulat di sini...ha...ha...ha...” suara Julio kembali terdengar sembari membelai-belai bahu Cahndra dan mulai menarik baju Chandra. Chandra memberontak dalam sunyi, hampir menangis.

“Lepaskan aku, anjing!” satu hentakan keras menghantam milik Julio yang paling berharga. Ia meringis kesakitan, sedang Chandra meninggalkannya dalam lari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun