Mohon tunggu...
Bernadetha Christy Herdantia
Bernadetha Christy Herdantia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate of Social and Political Sciences, Atma Jaya Yogyakarta University

Mahasiswa Ilmu Komunikasi yang senang berimajinasi, menulis, dan berceritera.

Selanjutnya

Tutup

Film

Film "?" Sungguh Menuai Tanya

16 September 2022   04:18 Diperbarui: 5 Oktober 2022   13:55 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pinterest/wattpad

Serba Serbi Film "Tanda Tanya" (2011)

Film "?" menjadi salah satu film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dengan durasinya 100 menit. Sejak rilisnya pada 7 April 2011, telah berhasil menaruh hati kepada 550.000 penonton.

Film yang sering disebut sebagai film "Tanda Tanya" mengusung persoalan adanya keragaman agama, ras, dan latar belakang dari masing - masing tokohnya.

Menuk yang diperankan oleh Revalina S. Temat dan Reza Rahardian yang memerankan Soleh diceritakan sebagai sepasang suami istri.

Permasalahan pun muncul satu per satu. Mulai dari Soleh yang tidak bekerja, Menuk yang beragama islam bekerja di Canton Chines Food milik Tan Kat Sun yang menyediakan daging babi dalam daftar menu.

Adapun Hendra, anak dari Tan Kat Sun sebagai penerus bisnis rumah makan yang justru mengkhianati perintah ayahnya.

Hingga konflik sosial yang dialami Rika setelah pindah ke agama katolik dan pertemuannya dengan Soleh sebagai seorang muslim yang memerankan tokoh Yesus dalam drama Paskah.

Hal tersebut selaras dengan pesan yang tertulis dalam poster film "?" (masih pentingkah kita berbeda?).

Di sisi lain, rupanya Hanung Bramantyo dalam Pikiran Rakyat Bekasi.com (Fahmi, 2021) mengatakan bahwa film "?" diangkat dari kisah nyata yang ada disekitarnya dalam berbagai tempat.

Sang direktur sekaligus produser juga sempat mengatakan bahwa di awal proses pembuatan film "?" sempat tidak lulus sensor.

Tak berhenti sampai di situ, adanya protes dari kelompok para kyai ketika hendak dilakukan penayangan di televisi swasta.

KH. Cholil Ridwan sebagai Ketua Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat dalam Kapanlagi.com (Adhityo, 2011) meminta agar penayangan tidak dilakukan di televisi.

Ia mengkhawatirkan kalau nantinya film "?" tayang di televisi dengan cakupannya hingga ke pelosok. Akan ada beberapa kelompok dan ormas yang tidak sepaham dengan nilai keberagaman dari film "?".

Salah satunya adalah dari kelompok Islam Konservatif Front Pembela Islam. Dalam Liputan6.com (Kinapti, 2019), Banser yang menjadi sayap pemuda NU tersebut mengecam film "?".

Banser menentang, lantaran adanya adegan seorang anggota Banser yang dibayar untuk beramal.

Terlepas dari banyaknya masyarakat yang menentang film "?" 2011. Telah banyak juga penghargaan yang diraih sampai akhirnya tayang di dalam platform streaming, Netflix pada 2021.

Penghargaan dengan kategori sutradara terbaik, penulis scenario terbaik, pengarah sinematografi terbia, pengarah artistik terbaik, penyunting gambar terbaik, penata suara terbaik, pemeran pendukung pria terbaik, pemeran pendukung wanita terbaik, dan film bioskop terbaik.

Film Pluralisme dan Regulasinya di Indonesia

Pluralisme yang terdiri dari kata 'plural' artinya banyak dan 'isme' artinya paham. Secara teologis, pluralisme merupakan anggapan bahwa semua agama sama benarnya. (Juliani, 2018:25).

Sedangkan dalam konteks sosiologi, pluralisme adalah sikap pluralitas akan realitas sosial, budaya, politik, dan agama.

Sehingga,  film "?" (2011) dapat dikategorikan sebagai salah satu film Indonesia dengan unsur pluralisme yang tayang di Indonesia.

Tak heran, jika film "?" sempat mengalami penolakan dari masyarakat dan ormas di Indonesia. Apalagi dengan melihat aneka keragaman suku, agama, dan ras di Indonesia.

Latar belakang tersebutlah yang akhirnya membuat proses penayangan film - film di Indonesia perlu masuk ke dalam proses seleksi oleh Lembaga Sensor Film (LSF).

Dalam Astuti (2022:151) menyebutkan bahwa adanya elemen dasar dalam penilaian LSF untuk menetukan kelayakan tayang sebuah film.

Seperti, penilaian dari sisi keagamaan, ideologi dan politik, sosial budaya masyarakat, serta dari segi ketertiban umum.

Adapun telah tertuang pada UU Nomor 33 Tahun 2009 pasal 6 bagian C tentang unsur - unsur yang tidak diperbolehkan dalam sebuah film.

Disebutkan apabila suatu film mengandung unsur provokasi terjadinya pertentangan antar kelompok, suku, ras, daerah, dan/golongan.

Jika dilihat kembali ke dalam film "?" (2011), beberapa adegan yang dimunculkan adalah konflik dan pertentangan antara masyarakat muslim dan non-muslim.

Contohnya dalam adegan saling mengejek ketika menjalankan keyakinan agama sang tokoh, adegan tidak tolernasi ketika memasuki bulan ramadhan, adegan penusukan dan bom di gereja, serta adegan lain yang mengandung pertikaian antar suku, agama, dan ras di dalamnya.

Lebih khusus, kriteria penarikan film dari peredaran telah tertuang pada Peraturan Kemendikbud RI Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton dan Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran pasal 29 ayat (2).

Tertulis bahwa akan adanya pertimbangan jika film mengganggu keamanan, ketertiban, ketentraman, atau keselarasan hidup masyarakat yang akan diputuskan oleh rapat anggota LSF.

Sehingga, Hanung Bramantyo memutuskan untuk melakukan diskusi panjang bersama Lembaga Sensor Film (LSF) sampai film dinyatakan lolos dan siap tayang di bioskop.

Meski begitu, film "?" (2011) telah menunjukkan realitas antar umat beragama di Indonesia yang sering diabaikan tanpa menemukan jalan tengah.

Dari sisi lain film "?" (2011), justru mengajak masyarakat untuk memiliki pemikiran yang terbuka, penerimaan bahwa Indonesia terdiri dari masyarakat lain yang beragam, dan menghargai banyaknya perbedaan.

Dengan demikian, tidak semua film yang dilarang tayang adalah salah dan tidak pantas bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Hanya perlu menciptakan sikap kritis akan segala hal yang menyangkut ke dalam kehidupan sosial, budaya, politik, dan agama melalui film tanah air.

Daftar Pustaka

Adhityo, F. (2011, Mei 12). MUI Himbau Film 'TANDA TANYA' Tidak Tayang di TV. Kapanlagi.com. Diakses dari https://www.kapanlagi.com/showbiz/film/indonesia/mui-himbau-film-tanda-tanya-tidak-tayang-di-tv.html

Astuti, RA. V. (2022). Buku Ajar Filmologi: Kajian Film. Yogyakarta: UNY Press.

Fahmi, M. H. A. (2021, Januari 23). Film 'Tanda Tanya' Sempat Tak Lulus Sensor, Hanung Bramantyo Beranikan Temui Seorang Habib. Pikiran Rakyat Bekasi.com. Diakses darihttps://bekasi.pikiran-rakyat.com/entertainment/pr-121315261/film-tanda-tanya-sempat-tak-lulus-sensor-hanung-bramantyo-beranikan-temui-seorang-habib?page=3

Juliani, C. A. (2018). Makna Pluralisme dalam Film "?" (Tanda Tanya) Karya Hanung Bramantyo (Skripsi, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara). Diakses dari http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/10607

Kinapti, T. T. (2019, Maret 18). Film Tanda Tanya, Film tentang Pluralisme yang Sempat Diwarnai Kontroversi. Liputan6.com. Diakses dari https://www.liputan6.com/citizen6/read/3920111/film-tanda-tanya-film-tentang-pluralisme-yang-sempat-diwarnai-kontroversi

KEMENDIKBUD. (2019). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran. Indonesia. 

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman. Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun