Menurut kakakku ini, harusnya aku memilih anak orang kaya atau minimal seorang manajer potensial untuk menjadi pacarku. Hahaha...
Astaga! Hellooow.... aku bukan kamu, Sister! Jangan menempatkan kriteriamu padaku!Â
Bagiku, tidak penting pria itu punya harta berlimpah atau memiliki jabatan potensial. Cukup dia pria bermoral, punya pekerjaan, bertangungjawab, sayang padaku, berasal dari keluarga baik baik, dan yang pastinya bukan suami orang.
Toh, aku juga tidak sembarang memilih. Sebelumnya ada beberapa pria yang mendekatiku, tetapi pilihan terbaik ada pada Mas Karma.
Meskipun ada satu perbedaan nyata di antara kami, entah kenapa aku yakin akan ada penyelesaian akhir untuk menyatukan perbedaan tersebut.
***
Selepas Kak Rinta berangkat kerja, kantukku lenyap. Menangis menjadi kegiatanku setelahnya.
Aku bukan orang yang tidak bisa menerima pendapat orang lain. Aku juga bukan orang yang anti kritik. Cuma aku tidak terima caranya.
Apa tidak bisa bicara baik-baik? Mengapa harus marah-marah dan menyakiti orang lain?
Aku tahu mataku akan bengkak setelah ini, tapi aku sudah tidak peduli. Pikirku, bedak dan riasan mata bisa mengatasi itu.
Perasaan galau dan sedih tersebut terus terbawa hingga aku menaiki metromini 610. Metromini ini melayani trayek Pondok Labu-Blok M.