Mohon tunggu...
Berlian Alfin
Berlian Alfin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca adalah obat hati dan pikiran. Bukan hanya menikmati lembaran yang bagus dan wangi, melainkan sesuatu yang membantumu mengenali dirimu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lembur yang Sial

3 Mei 2024   19:04 Diperbarui: 3 Mei 2024   19:12 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gang Jalan Malam, gambar oleh PublicDomainPicture. Pixabay

Suatu waktu, seorang laki-laki dan rekan kerjanya lembur kerja dan hendak pulang bersama setelah menyelasaikan tugas mereka. Di tengah perjalanan pulang yang sudah sepi sekali, salah satu dari mereka berbicara,

 "Fery, aku sedang mengalami banyak masalah belakangan ini. Apakah kamu mau membantuku?" tanyanya kepada rekannya itu.

"setidaknya jelaskan dulu apa masalahmu agar aku bisa mempertimbangkannya, Roy." Jawab rekannya itu.

Terlihat jelas di wajah Roy akan kekecewaannya terhadap sahabtnya itu, karena tidak sesuai dengan harapannya. Akan tetapi, ia masih menaruh harapan kepada rekan kerjanya itu.

"bergini, aku sedang memiliki banyak masalah, dan kamu Fery pasti sudah tahu kan? kalau tadi sore pak direktur memarahiku karena tidak menyelesaikan tugasku dengan maksimal. Aku pun tidak bisa membela diri karena apapun yang kukatakan tidak akan dipedulikan oleh orang tua itu. 

Belakangan ini, istriku memiliki banyak sekali kemauan dan terkadang melebihi kapasitas dan kuasaku sendiri. Dalam rumah tangga kami, hanya akulah pencari nafkah dan istriku hanya bisa mengomel dan tidak pernah menghormatiku. Semalam, seorang rentenir  datang ke rumah untuk menagih sesuatu yang belum pernah ia diskusikan denganku. Jujur, aku sangat terpukul dan bingung harus berbuat apa." Roy terdiam sejenak, dan mereka terus berjalan di atas trotoar jalan yang sudah sepi.

"jadi, bisakah kamu meminjamkan uangmu agar aku bisa melunasi hutang tersebut?" tanya Roy sambil menatap wajah Fery dengan berbinar-binar.

Fery yang melihat wajah temannya merasa iba dan menanyakan jumlah hutangnya itu, "berapakah hutangmu itu?  Siapa tahu aku dapat membantu walau hanya sedikit."  Ujarnya .

Langkah kaki mereka berdua berhenti dan mereka saling berhadap-hadapan. Kemudian,Roy membisikkan di telinga Fery,

"lima miliyar." Bisiknya dengan lembut, selembut angin malam yang berhembus menembus kulit orang yang sedang sedang mendengar perkataan rekan kerjanya itu.

"eh..sepertinya aku tidak salah dengar bukan?" jelasnya dengan wajah khawatir entah untuk rekn kerjanya itu atau atas dirinya.

"begitulah..Kamu tidak salah dengar kok." Tukasnya sembari menunduk dan menghela nafasnya.

Roy melangkah kembali dan meninggalkan Fery yang mengikuti dari belakang, karena tidak bisa berkata apa-apa.

"kupikir kamu akan dapat membantu, karena aku tahu kamu masih muda dan ditambah lagi belum menikah. Jadi, tadinya aku berpikir kamu memiliki uang sebesar itu."  Gumam Roy yang sembari membuang pandangannya ke segala arah kota. Fery tidak berkomentar sedikit pun dan terus mengikuti dari arah belakang. Kemudian, saat hampir sampai di antara dua lampu jalan yang redup Roy hendak berbalik dengan tangan yang berada di sakunya.

"Ferr.."

"Dorrr!!" belum sempat Roy memanggil nama Fery, Ia sudah jatuh dan terkapar dengan penuh simbah darah di dada kirinya.

"kenapa? Fery.." desahnya denga lirih.

"emangnya aku bodoh apa!?" tukas Fery sambil menjambak rambut Roy.

"akulah yang paling butuh di sini." Jawabnya singkat dengan senyum yang lebar.

Penglihatan Roy pun mulai pudar dan ia tersenyum untuk yang terakhir kalinya,

"Akhirnya penderitaan ini berakhir.." lirihnya bersamaan dengan nafasnya yang terakhir.

...

"Ringgg!!!" suara telepon gengam dengan getaran yang dapat membangunkan orang yang sedang bersandar di pundak siapapun saat naik angkutan umum.

"apakah sudah selesai?" tanya seorang perempuan dengan datar.

"huh!? Beres katamu! Mata mu lihat? Ini mayat masih harus di bawa ke tempat yang aman, eh malah dibilang beres. Emang!" jelas Fery mengomeli lawan bicaranya di seberang telepon.

"Nah, sifat aslinya keluar tuh!" cemoh perempuan itu balik.

"cih! Emangnya gua peduli!? " ujarnya dengan suara yang terengah-engah karena menyeret-nyeret mayat Roy ke sebuah kandang kuda.

"terlebih lagi, jangan lupa lo ya? "

"apa? Makan tiga kali sehari?"

"perempuan brengsek!"

"maksud gua itu, bayaran gua dodol!" ungkapnya geram.

"iya,iya, tenang aja. Nanti setelah selesai, jumpai aku di Bar Biasa." 

"oke." Jawab Fery singkat. Akan tetapi, Fery merasa heran dan bingung sejak kapan perempuan brengsek itu menjadi bisu. Akhirnya, ia melihat layar teleponnya yang sudah kembali ke "layar utama". Dengan geram, ia menggertakkan gigi grahamnya dan mencemohi perempuan itu.

"awas saja nanti!" gumamnya sambil memperbaiki kerah bajunya yang berantakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun