Pakaian bekas (selanjutnya termasuk sepatu) memang limbah tapi belum tentu sampah. Mungkin agak sulit memperdebatkan ini dalam terminologi bahasa Indonesia tetapi dalam bahasa Inggris, pengertian limbah (waste) dan sampah (garbage) lebih jelas.
Limbah (waste) adalah benda yang tidak digunakan lagi karena penurunan nilai yang biasanya sisa dari produksi. Limbah belum tentu tidak berguna sehingga ada proses pengolahan limbah agar bisa digunakan meski dalam bentuk yang lain.
Sampah (garbage) adalah benda yang tidak berguna atau barang sekali pakai. Sampah (jika mengacu pada pengertian kata) tidak bisa didaur ulang walaupun bisa diolah lebih lanjut. Misalnya sampah sayuran, dia tidak bisa digunakan lagi sebagai sayuran atau turunannya tetapi bisa diolah menjadi pupuk eco-enzym.
Di negara maju, garbage dan waste tidak pernah disatukan pembuangannya karena berbeda karakteristik dan cara menanganinya. Pakaian bekas, di luar negeri, selalu disebut dengan waste kecuali yang sudah membusuk atau tidak berbentuk lagi. Benda seperti itu tentu tidak bisa disebut pakaian, bukan?
Dengan demikian, pernyataan bahwa pakaian bekas (dalam arti masih utuh dan layak pakai) adalah sampah, kurang tepat. Lebih tepatnya adalah limbah. Sampah tentu harus dibuang tetapi limbah harus didaur ulang. Limbah justru tidak boleh langsung dibuang ke alam.
Namun mendaur ulang pakaian bekas itu sangat sulit. Menurut beberapa sumber, salah satunya BBC, hanya 1% pakaian bekas yang bisa didaur ulang menjadi pakaian baru. Sumber yang lain, salah satunya situs Greenmaters, menyatakan bahwa limbah pakaian bisa terdaur ulang hingga 15%. Sisanya berakhir di tempat sampah.
Apakah pakaian bekas rentan terhadap penyakit? Saya belum menemukan penelitian yang jadi rujukan pemerintah. Malah di negara-negara maju, perputaran pakaian bekas lazim dilakukan.
Pakaian bekas tidak dianggap hal buruk, memalukan, atau berpenyakit meski tidak ada orang yang bisa memastikan kesehatan pemakai sebelumnya.
Pakaian bekas menjadi favorit di negara-negara maju. Bukan hanya pelajar dan orang miskin, yang memang punya dana terbatas, orang-orang mapan yang ingin berhemat atau suka berburu barang bekas (thrifting) turut menggemari toko pakaian bekas. Mengapa demikian?
Bahaya industri garmen
Industri garmen sebenarnya berdampak buruk terhadap lingkungan. World Economic Forum menyebut bahwa industri garmen menyumbang 10% emisi karbon manusia. Cucian pakaian melepaskan 500.000 ton fiber mikro ke laut setiap tahunnya, setara dengan 50 miliar botol plastik!
Belum lagi menyoal besarnya air yang dihabiskan untuk memproduksi pakaian. Industri garmen merupakan industri terbesar kedua dalam menghabiskan air.