Mohon tunggu...
Chunk ND
Chunk ND Mohon Tunggu... mahasiswa -

mahasiswa tingkat akhir tak ada kata terlambat untuk belajar, termasuk menulis sebagai coretan untuk keabadian. sebab dengan menulis maka ingatan akan terawat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salahku "Bersekolah"

14 April 2017   10:38 Diperbarui: 14 April 2017   19:00 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Salahku "bersekolah"

Ramli masih termenung, diatas kasur tipis dalam kamar kumuh kosannya. Dinding sekekliling kamarnya tertempel beberapa poster bergambarkan motor idamannya, motor gede yang sudah lama Ia idam-idamkan untuk ditungganginya.

Ia masih belum percaya bahwa Dirinya kali ini benar-benar tidak akan bersama dengan teman-temannya, teman sekelasnya dikampus. Ia masih terus berfikir, mungkinkah ini nyata? Kenapa seperti ini? Apakah ini semua kesalahanku?

Pagi ini mereka berangkat, Study Tour untuk berkeliling melihat peninggalan-peninggalan sejarah yang diwariskan oleh para pendahulu kepada bangsa Indonesia. Borobudur tentunya menjadi salah satu tempat utama yang akan menjadi tempat favorit untuk dikunjungi di tanah jawa, salah satu peninggalan sejarah terbesar di negeri ini.

Sayangnya ramli tak akan berada diantara mereka, diantara para mahasiswa muda yang akan berangkat menjelajahi peninggalan sejarah tanah jawa. Ia bukannya tak ingin, keinginannya untuk ikut bahkan lebih besar dibanding dengan teman-temannya yang lain. Namun apa daya inilah yang harus terjadi, Ia dalam kamar dengan perasaan yang hampa.

****

“dua bulan kedepan kita akan berangkat ke Jawa dan Bali, kita akan mempelajari lebih dalam mengenai peninggalan sejarah ditanah jawa, kemudian kita lanjutkan liburan ke bali” ucap pak Salman dihadapan mahasiswa didalam kelasnya.

Sebagian besar mahasiswa dalam kelas itu bersorak gembira, sebagian lagi hanya diam seolah tak mendengar apa-apa

“ketua tingkat silahkan bentuk kepanitiaannya kemudian lakukan segala persiapan yang dibutuhkan” lanjut pak Salman

“baik pak” ucap cama sendu

Pak Salman pun meninggalkan kelas dengan wajah sumbringah, seolah telah menang lotere.

“oke teman-teman, biar aku saja yang buat kerangka proposalnya, besok kita rapatkan bersama kemudian tentukan kepanitiannya” ucap cama kemudian berjalan meninggalkan kelas.

Hari itu Ramli begitu bahagia, tak disangka gambar yang sering ia lihat dibuku-buku pelajaran dan di tv akan segera Ia lihat secara langsung, Ia akan segera menginjakka kaki disana. Suatu bangunan yang Ia telah kagumi sejak lama. Ia pun tertidur dengan membawa angannya.

Pagi-pagi Ramli begitu bersemangat, Ia tak pernah seceria ini, bangun begitu pagi, ada rapat kepanitiaan untuk study tour itu, dia tak ingin ketinggalan, dia ingin terlibat dalam perencanaan pemberangkatannya bersama dengan teman-temannya ke tempat salah satu warisan dunia itu.

“baik teman-teman, kerangka proposalnya telah jadi, tinggal kita susun kepanitiaannya, ini sudah saya komunikasikan juga dengan pak salman, dan sudah beliau revisi sedikit” ucap cama dihadapan teman-temannya

“kita pilih Adi saja sebagai ketua panitia, dia juga sudah berpengalaman mengurusi perjalanan seperti ini, ini juga usulan dari pak Salman” lanjut cama

“setuju” teriak sebagian mahasiswa dalam ruangan itu.

Adi maju kedepan kelas dengan bangganya atas kepercayaan teman-temannya, Ia begitu percaya diri, sebab Ia adalah seorang anak dari pengusaha travel terkenal, namun Ia salah satu mahasiswa yang rendah hati dan tak pernah sombong kepada teman-temannya.

“terima kasih atas kepercayaannya teman-teman” ucapanya singkat

“saya akan lanjutkan rapatnya, kalau melihat isi proposal diharapkan kepada teman-teman mempersiapkan anggarannya sebab ini yang paling utama untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk kebarangkatan kita ke Jawa dan Bali, minimal yang harus teman-teman siapkan adalah sebesar tiga jta rupiah untuk tiap orangnya”

Seketika kelaspun gaduh,,

“wah kemahalan itu, itu berat untuk kita” teriak Ramli

“iya, ambil uang dimana kita” teriak yang lainnya.

“waduh, mau gimana memang biayanya segitu, kalau kita kurangi, kita gak akan jadi berangkat, itu saja belum masuk biaya kita disana kalau misalnya teman-teman ingin beli oleh-oleh” lanjut adi, kemudian menutup rapat hari itu.

Seketika Ramli tertunduk lesu, tak Ia sangka biaya untuk menginjakkan kakinya ke candi Borobudur begitu besar, Ia hanyalah anak dari seorang petani penggarap, yang upahnya saja hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Sementara Ia berkuliah hanya mengandalkan beasiswa yang diterimanya, itupun ia telah gunakan untuk membayar uang sememsternya, dan sisanya akan digunakan untuk biaya hidupnya sehari-hari.

“Adi, memangnya segitu mahalnya kalau mau ke Jawa?” ucap Ramli kepada Adi yang duduk disampingnya

“Iya, itu sudah hitungan paling rendah, itu sudah yang paling murah” jawab Adi

“terus aku bagaimana, aku gak punya uang sebanyak itu”

“iya, aku juga paham kondisimu, tapi ini udah ditentuin pak Salman”

“jadi gimana dong, apa tidak ada solusi lain?”

“em, baiklah, nanti aku sama cama coba cerita dengan pak Salman, lagipula menurutku itu juga kemahalan, bukan Cuma kamu yang rasakan, teman-teman yang lain juga”

“baiklah, terima kasih pengertiannya”

****

Siang itu Adi bersama Cama menemui pak Salman yang kebetulan sedang duduk sendiri didalam ruangannya, Pak Salman begitu serius memainkan mouse komputer ditangan kanannya, dan matanya tak berkedip sedikitpun menatap layar yang terbentang dihadapannya, bahkan tak menyadari kehadiran kedua orang mahasiswanya yang sedari tadi berdiri dihadapannya.

“pak… pak Salman…” tegur Cama.

“oh,, eh kalian , duduk-duduk”, sambil buru-buru menjeda permainan yang Ia mainkan di komputernya.

“ada apa kalian kemari? Bagaiman persiapan study tournya?” sambungnya.

“em begini pak, ada beberapa teman kami yang keberatan, sebab biaya ke Jawa begitu besar, utamanya Ramli pak, Ia tidak punya biaya sebesar itu untuk berangkat”

“ah, suruh dia usaha, ini sudah jadi kewajiban, ini ada dalam mata kuliah loh”

“tapi kan pak,,, mungkin ada alternatif, kita kunjungannya ke tempat-tempat yang dekat saja pak, yang bisa dijangkau teman-teman”

“tidak bisa, ini sudah direncanakan, kalau ini dibatalkan, kalian sekelas akan dapat nilai eror, saya jamin itu”

“tapi pak teman kami ada yang tidak punya biaya, dan…”

“itu urusannya, siapa suruh kuliah disini, kalau tidak mampu kenapa kuliah disini, pokoknya saya tidak mau tau, study tour ini harus jadi, titik. Sekarang kembali saja ke kelas”

Seketika Adi dan Cama terdiam, mereka keluar dari ruangan ber AC itu dengan wajah lusuh, mereka begitu kaget dengan ancaman dari pak Salman, ucapan pak Salman terus terngiang dibenak mereka.

****

Sore itu Adi berkunjung ke kosan Ramli, Ia akan memberitahukan segala apa yang Ia dengarkan dari Pak Ramli, Ia begitu berat menyampaikan hal tersebut kepada Ramli, namun Ramli harus mendengarkannya, inilah kenyataanya.

“Ramli, kamu didalam?” ucap Adi sambil mengetuk pintu kosan Ramli

“eh kamu Di, sini masuk,, berantakan disini, maklumi yah” ucap Ramli sambil membuka pintu.

“Aku tadi siang sudah bertemu pak Salman, Aku berdiskusi tentang Study Tour kita”

“terus bagaimana? Ada solusi?”

“emm, itu yang jadi masalahnya”

“masalah? Ada apa?”

****

Ramli begitu terpukul dengan cerita yang disampaikan oleh Adi, mereka akan tetap berangkat Study Tour, namun Ramli tak akan ikut, Ia tak memiliki cukup dana yang dibutuhkan untuk berangkat.

Ramli mengurung diri dalam kamarnya, Ia terus memikirkan apa yang dikatakan Adi, Ia belum percaya dengan yang Ia dengarkan, tidak mungkin pak Salman berkata seperti itu, gumamnya dalam hati.

Pada akhirnya itulah kenyataannya, berpendidikan tinggi memanglah tidak mudah, tak cukup bermodalkan kemauan, harus ditopang dengan finansial yang memadai, setidaknya itu yang difikirkan Ramli, berkali- kali Ia menyalahkan dirinya sendiri atas kondisinya. Bahkan terbesit dalam fikirannya untuk berhenti berkuliah saja, sebab kalau harus mengeluarkan uang begitu besar untuk mendapatkan nilai itu tidak sampai pada kemampuannya, Ia juga tak ingin memberatkan orang tuanya dikampung.

Pada kenyataannya memang seperti itu, tak ada yang gratis di Dunia ini, bahkan mendapatkan pendidikan bukanlah hal yang mudah bagi orang-orang miskin, hanya yang ber-uang saja yang bisa menggapainya, orang-orang miskin hanya bisa bermimpi. Sampai disitu saja, tak bisa dilanjutkan dalam kenyataan.

CHUNK ND

Makassar, 13 April 2017

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun