Tidak ingin ketahuan dalam kertekagumanku padanya. Selama ini aku memang tak pernah mendapati kepalanya mau menoleh ke arahku. Takutnya, saat itu ia menoleh ku tak siap ia mendapati ada aku di tempat ini.Â
Bukan karena takut dibilang pengecut, tapi pasti kekagetannya akan membuyarkan kenikmatan pada keelokan semua yang ia miliki selama ini. Tapi, ternyata dia berhenti hanya untuk membenarkan ban depannya. Mungkin sedikit gembos atau kurang angin.Â
Aku sempat ragu-ragu tak ingin menikmati keindahannya lagi, tetapi ketika perempuan itu kembali berdiri dan beranjak sedikit, bayangnya itu mengajakku untuk kembali memandangnya. Dari atas jendelaku ini.
Selanjutnya, perempuan itu kembali melangkah. Tanpa menoleh. Pelan-pelan. Dan, aku memberanikan diri memunculkan wajahku lagi di balik jendela.
Hhh...
Dia memang indah.
Tak terbendung kalimat dan yang bisa kuceritakan pada seluruh alam yang telah membawanya kepadaku.
Keanggunan yang berbalut kesahajaan menghipnotisku untuk terus memandanginya sampai menghilang di balik tembok panjang, bekas pabrik tua itu...
^^^^^
Senja berselimut jingga ini mengajakku untuk menikmati keindahannya yang lain. Keindahan yang terpancar dari seorang perempuan yang senja ini pasti akan kembali dari kerjanya. Menuntun sepeda dan mengibarkan bayangan, pesaing senja yang selalu kukagumi.
Pagi dan senja kini menjadi kenikmatan tersendiri untuk kurasai. Sepenuh hati. Tak perlu takut ada yang menghalangi. Sebab dari atas jendela ini, adalah tahtaku yang tak mungkin diambil alih. Tempat ini milikku seutuhnya.