Istrinya kaget. Dia bangkit dari tidurnya. Dia ambil gelas di meja sampingnya dan kemudian mengisinya dengan air dari morong. " Sepertinya pikiranmu terlalu keras menghukum dirimu Qin."Â
" Sepertinya aku tidak menyukai budaya dalam organisasi ini. Dan sebagai ketua, aku terjebak di dalamnya. Antara budaya lama dan hati nuraniku."
" Budaya apa maksudmu?"
***Â
Pagi itu saat hujan baru saja reda di Kota Garam, Seluruh peserta pelatihan dikumpulkan dalam sebuah aula di dekat kantor organisasi induk. Sebuah aula dengan bau Tinner dan semen yang masih tircium kuat.
Seorang laki-laki yang berusia setengah baya kemudian berdiri mendatangi para peserta. Roziqin pada akhirnya mengetahui kalau laki-laki itu adalah ketua dari organisasi yang dia masuki.
" Gedung ini baru saja dibangun. Biayanya berasal dari diri kita sendiri. Kita membangun semuanya secara swadaya tidak memberatkan pemerintah."
Peserta pelatihan bertepuk tangan sambil berteriak semangat. Roziqinpun merasa bangga bahwa organisasinya sangat mandiri. Bahwa Organisasinya sungguh merupakan organisasi yang sangat bersih. Tidak seperti organisasi lainnya yang mengandalkan dana dari pemerintah untuk bertahan hidup.
" Bagaimana caranya agar kita dapat terus membangun dan membesarkan nama organisasi kita?" Ketua itu berjalan di sela-sela peserta pelatihan. Dia memberikan Mic nya ke salah seorang peserta.
Dengan gugup dan setengah takut, peserta itu menjawab " Dengan Iuran."
" Ya, itulah maksud saya. Kita membutuhkan Iuran Rutin sebagai Infaq agar roda organisasi kita tetap dan terus berjalan." Ketua itu tersenyum. " Berapa besaran Infaq yang dapat kalian bayar?"Â