Mohon tunggu...
Benny Benke
Benny Benke Mohon Tunggu... -

the walkers. touch me at benkebenke@gmail.com,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nani Wijaya: Menularkan Seni Peran

14 Oktober 2016   09:21 Diperbarui: 4 April 2017   17:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Anda juga dinilai berhasil menghidupkan karakter Emak dalam komedi situasi Bajaj Bajuri. Bagaimana Anda mewujudkan peran itu?

Pertama, sinergisitas antara kru dan artis dalam komedi situasi ini sangat erat dan kuat. Selain itu, disiplinnya juga tinggi. Yang paling penting, saya main apa adanya, sehingga sangat nyaman sekali memerankan tokoh Emak. Kedua, mungkin karena sutradara memberikan kebebasan untuk menginterpretasikan tokoh Emak, sehingga saya mampu mengeksplorasi peran itu. Ketiga,para pemain lain bagus sekali.

Anda pernah merasa bosan pada peran Emak?

Mungkin karena suasana kekeluargaan dalam komedi situasi ini kuat, saya jadi nggak bosan. Malah enjoy aja. Ha ha ha.

Apa yang paling Anda sukai dari tokoh Emak ?

Banyak sekali. Meski saat berperan sebagai Emak, saya sangat jahil kepada siapa pun, tetapi ternyata banyak orang menyukai peran itu. Sungguh saya heran. Meskipun demikian saya mengharapkan penonton jangan meniru peran emak...ha ha ha. Selain itu saya bermain jujur dengan menggambarkan kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah. Tapi ingat, ini hanya permainan. Hanya, percayalah peran seperti Emak itu benar-benar ada. Buktinya jika ada orang seusia ketemu saya, mereka bilang, "Persis seperti ibu saya, persis mertua saya."

Anda kerap memerani tokoh ibu dalam berbagai film dan sinetron. Bagaimana Anda membedakan karakter ibu satu dari yang lain?

Setiap saya memasuki sebuah karakter pasti dengan semangat nol. Tidak tahu apa-apa. Saya selalu membawa pertanyaan, "Siapa sih tokoh ini? Kemudian saya membuat background, membuat bayangan, dan menciptakan karakter sendiri. Tentu saja saya bertukar pikiran dengan sutradara. Dari situlah saya mulai mendapatkan gambaran-gambaran tokoh yang akan saya mainkan.

Bisa Anda ceritakan kembali saat memerani tokoh Ibu Ngasirah (Ibu Kartini) dalam film RA Kartini arahan Sjuman Djaja?

Ya ya. Pertama, perlu saya katakan di Indonesia atau mungkin di dunia jarang yang tahu siapa itu Ngasirah. Inilah tantangannya buat saya. Coba bayangkan, dalam skenario misalnya diceritakan Kartini sedang melakukan ini, ini, dan ini...sementara Ngasirah hanya berdiri di pojok. Kemudian saya bicara dengan Sjuman, "Gimana ini?" Dia menjawab, "Itu tantangan. Terserah kamu."

Karena mendapat perlakuan semacam itu, saya mulai mencari karakter Ngasirah yang sebenarnya. Setelah tahu lokasi syutingnya di Jepara, saya langsung bersyukur. Saya bersyukur, karena saya akan bisa melakukan observasi kepada orang-orang sekitar tentang bagaimana kehidupan Ngasirah pada masa lampau. Untung saya mendapat banyak masukan dari orang sepuh sekali - saya lupa namanya- yang pernah menyaksikan kehidupan Kartini. Lewat peran ini, alhamdulillah, saya mendapatkan Piala Citra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun