Mohon tunggu...
Swarna
Swarna Mohon Tunggu... Lainnya - mengetik 😊

🌾Mantra Terindah🌿

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Fabel: Sabar dan Tenang adalah Kunci Bahagia

7 Januari 2021   20:04 Diperbarui: 7 Januari 2021   20:21 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita fabel ini mengisahkan seekor kucing dan beberapa binatang disekitarnya. Dia mendapat pelajaran berharga setelah bertemu seekor lalat capung. 

Mari simak ceritanya

>>>>

Langit sudah memerah di ufuk barat pertanda sebentar lagi matahari sudah ke peraduan,  dan malam mulai menyelimuti belahan bumi ini. Musi masih meringkuk di dalam kardus bekas wadah air mineral tuannya. Tidur yang cukup nanti bangun dan bermain adalah rutinitasn Musi. Hari ini dia terlihat bosan,  matanya tak terpejam tapi tubuhnya tak ingin bergerak,  malas.

Di langit mulai berkedip cahaya bintang,  itu luar biasa ketika musim hujan Tuhan masih memperlihatkan indahnya malam tak berawan. Musi menggeliat,  sampai molor badannya, lalu menguap lebar. Melompat dari kotak kardus dan berjalan ke luar rumah.

Ada kerlip cahaya di depan matanya. "Ah bintang jatuh, aku melihat bintang jatuh!" dia berteriak pada dirinya sendiri sambil berlari ke arah kerlip cahaya. Seketika dia berhenti manakala kerlip cahaya itu beralih. "Oh,  bintang bisa terbang, aku ingin menangkapnya."

"Hm, kucing malas itu mengejarku. Aku akan terbang lebih tinggi."

"Apa?! Kau bisa bicara?" Musi segera menghentikan pengejarannya. Dia berdiri memandangi cahaya yang berkedip hinggap pada sebuah daun.

"Bintang,  Namamu siapa?"

"Aku bukan bintang,  aku kunang-kunang. Hanya aku binatang yang bercahaya di dunia ini."

"Oh." Musi pun berlalu meninggalkan kunang-kunang, takingin membahas tentang siapa binatang yang bercahaya,  tapi dia menyayangkan kunang-kunang jumlahnya mulai berkurang., kasihan.  Musi terus berjalan,mulai jauh meninggalkan rumah.

"Aku bukan pemalas,  aku memang suka tidur tapi aku juga bisa mengaum seperti harimau."

Dia masih ingat ejekan siput yang lewat di depannya tadi pagi,  yang mengatakan Musi tukang tidur dan pemalas.

"Aku pemberani,  aku tak manja seperti kata siput. Aku tak pernah mengoloknya tapi mengapa dia mengolok aku."

Malam itu Musi berkelana dan sudah mulai jauh dari rumahnya. Dia melihat kerumunan laron menikmati cahaya lampu,  seketika dia menghampiri melompat-lompat dan menangkap laron satu persatu.

"Kucing malas,  bisanya makan laron saja menganggap dirinya seperti harimau."

Musi mencari arah suara itu,  ternyata si Siput juga di situ.

"Mengapa kamu juga di sini?"

"Kamu kira karena aku lamban takbisa ke mana-mana?"

"Aku kira kau pendiam ternyata banyak bicara juga ya,  dan suka mengejekku,  padahal aku tak pernah menghinamu."

Musi pun lari meninggalkan siput, kembali bermain mengejar binatang kecil lainnya.

"Huh,  pemalas yang sombong, sok bagus."

****

Matahari nampak malu menyelinap diantara awan tipis, mengucapkan selamat pagi pada bumi.
Musi yang tidak pulang semalam masih duduk manis di pekarangan rumah orang, matanya sekali-kali menutup menahan kantuk dan dingin.

"Kweekk! Kweek!" Musi terkejut, matanya terbuka lebar badannya melompat ke belakang, badannya siap berjaga takut di serang bebek.

"Hai kamu! Apa yang dicari di pekarangan ini?"

"Tikus."

"Kwekwekwekwek, kucing kecil, tidak ada tikus di sini,  tapi boleh lah kamu bermain-main asal jangan buang kotoran sembarangan ya,  bisa kusosor kau."

"Kalau macam-macam sosor saja,  dia kan kucing malas sok bagus."

Mata Musi membelalak melihat siput yang berjalan di depannya sambil mengejek. Ah binatang satu ini tahu saja aku ada di mana,  apakah punya sayap?  Musi berkata dalam hati.

"Kwekwekwek....  Iya kah?"

"Ho oh,  lihat saja dia,  kecil,  manja,  belagak sebagai harimau. Kutu di badannya saja takbisa dia gigit."

"Kwekwekwek." Bebek terbahak saja

Musi hanya memandangi dua mahluk itu, tak habis pikir mengapa siput berpikir demikian pada dirinya.

Sebuah capung hinggap di rerumputan, lalu terbang menjauh menarik perhatian Musi. Dikejarnya capung itu. Hingga berhenti pada sebuah kolam. Dengan perlahan dia mendekati capung dan hidungnya mulai mengendus-endus.

"Musi, kamu mau bermain?"

"Aku hanya ingin jalan-jalan dan bertualang."

"Tuanmu mencarimu,  aku lihat tadi berteriak memanggil namamu."

"Tidak apa nanti sebelum malam aku pulang. Kamu mau bermain denganku?"

"Ayo! Sebelum aku pergi jauh aku juga akan menikmati hari."

Musi pun bermain di sekitar kolam, berlari dan melompat ke sana kemari diikuti capung,  sambil tertawa riang.

"Memang kamu akan kemana?"

"Aku akan mati."

Mata Musi membelalak tak percaya dengan apa yang dia dengar.

"Ha ha kamu ternyata suka bergurau juga ya."

"Tidak,  aku memgatakan yang sebenarnya,ayo bermain lagi. Kita harus bersenang-senang."

Musi mulai terlihat serius dan tidak ingin melanjutkan bermain, tubunya segera merapat ke bumi duduk santai memperhatikan capung.

"Apa kamu sakit?"

Capung yang sedari tadi terbang kesana sini juga ikut berhenti, hinggap di tangkai sebuah tanaman.

"Aku tidak sakit,  umurku memang pendek. Hanya sehari."

"Aku sudah menemukan teman baik hari ini,  tapi ternyata takbisa lama bersama. Sepanjang bertemu siput aku selalu diejek saja."

"He he he, biarkan dia bicara sesuka dia, pepatah mengatakan siput menggonggong Musi pun berlalu. Ha ha ha."

Musi hanya tertawa geli mendengar kelakar capung.

"Kita nikmati usia yang diberi Tuhan dengan gembira,  tidak perlu meresahkan kambing yang mengembik,  burung yang mencicit, kuda yang meringkik. Lakukan tugasmu sebagaimana kamu diciptakan dengan sebaik-baiknya. Sabar dan tenang dalam menghabiskan usia sebelum waktunya pergi."

Musi hanya mengetip-ngetipkan mata mendengarkan ucapan capung, sesekali mengunyah rumput di depannya,  sepertinya gosok gigi.

"Yuhu sejak kapan kucing mau rumput." Siput sudah berada dekat Musi dan Capung,  seperti biasa dia selalu menggoda Musi. Tak ketinggalan bebek juga mengikuti.

"Kwekwekwek,  ternyata kamu masih di sini,  sudah dapat tikus? Jaman sekarang tidak ada kucing yang makan tikus, kwekkwekkwek."

Capung mendekati telinga Musi dan berbisik,"Bermain saja dengan riang, jangan dengarkan ucapan mereka."

"Hore! kolam,  aku mau bermain air." Bebek pun segera mencebur ke dalam kolam dan menenggelamkan badannya lalu berputar-putar, gembira. Tak disadari seekor ular mengintai dibalik semak.

Musi hanya memandangi binatang yang bisa bermain di darat dan di air itu.

Matanya nyalang saat merasakan akan suatu bahaya mengancam bebek. Diapun berteriak."Naik ke darat,  cepat!"

Seekor ular melesat ke dalam kolam akan memangsa bebek,  Bebek begitu ketakutan dan berenang sekuat tenaga ke pinggir kolam. Ular tak kalah gesit dia juga berusaha menangkap mangsanya.
Semua memberi semangat pada bebek agar berlari kencang hingga ke darat. Di atas kolam Musi sudah pasang badan membuat kuda-kuda untuk mengalihkan perhatian ular. Saat bebek sudah naik ke darat Musi langsung menghadang ular. Terjadilah pertarungan sengit antara Musi dan Ular. Bebek, siput, dan capung hanya bisa memandang ketakutan.

Musi terluka kakinya akibat gigitan ular,  tapi dia bisa melumpuhkan ular itu hingga mati. Digigit dan diseret menjauh dari kolam dilempar ke semak-semak.

Bebek yang sedari tadi gemetar ketakutan takbisa berkata apa-apa. Dia hanya mampu meminta maaf karena sudah ikut mengejek Musi.

"Terima kasih, Musi, kamu memyelamatkanku. Maafkan aku." Bebek menghampiri Musi yang menahan sakit di kakinya.
Siput hanya diam membisu setelah melihat kejadian tadi.

"Musi,  kamu hebat." Capung memberi semangat,  sebelum akhirnya terjatuh dan mati.

"Mengapa dengan capung?" Teriak siput dan bebek serempak bersuara.

"Dia telah pergi,  umurnya hanya sehari,  aku hanya sebentar mengenalnya tapi dia sudah memberikan semangat padaku untuk tetap sabar dan tenang. Dia akan selamanya kukenang takcukup hanya sehari."

"Musi, di sini kau rupanya, owh kakimu terluka. Aku khawatir kau hilang."

Pemilik Musi sudah menemukannya digendongnya Musi dan dibawa pulang untuk diobati.

Siput dan bebek hanya berpandangan, melihat Musi dan Tuannya berjalan menjauh. Musi merasa senang dan bahagia, tak disangka hari itu dia telah berbuat kebaikan untuk binatang lain, menolong bebek dari terkaman ular.

Terima kasih Capung,  bisik dalam hati Musi, dia berjanji akan selalu mengenang teman bermain yang dia kenal hanya sesaat namun memberi arti. 

>>>tamat<<<

Beranda Cerita,  07012021

Swarna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun