"Kalau mau ajak-ajak itu ngilo sek, Mas!" jawab Lintang ketus seraya menyingkir pergi.Â
"Ciblek elek!" seru lelaki itu.Â
Lintang berlari menuju tempat karaoke Bunda. Tak dipedulikannya teriakan lelaki setengah baya tadi. Dadanya sesak karena ia kangen dengan Purnomo.
Sampai di depan pintu masuk, Lintang terkejut. Ia menghentikan langkah karena ada sepasang mata menatapnya di bawah temaram cahaya lampu yang remang-remang. Lintang terbiasa dengan mata itu, mata yang telah membuatnya tak berdaya.
"Tang. Aku tak bisa melupakanmu. Ayo kita pergi dari sini dan menikah. Jangan jadi Lintang Parangkusumo lagi. Jadilah Lintang keluarga kita kelak!"
Lintang berdiri diam terpaku. Lidahnya terasa kaku dan tak bisa berkata-kata. Yang ia rasakan hanya gembira dan kelegaan yang luar biasa.
 *Cerpen ini menjadi juara 1 dalam Lomba Cerpen Daulat Sastra Jogja pada bulan Juli 2022 yang workshopnya diadakan di Sanggar Anak Alam, latihan pentas karya sastranya di Dinas Kebudayaan DIY, dan pentas serta penghargaannya dilaksanakan di Pelataran Joko Pekik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H