Mohon tunggu...
Bening Christalica
Bening Christalica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang menyukai budaya, seni, dan sastra. Suka menulis dan menari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lintang Parangkusumo

24 Desember 2022   23:05 Diperbarui: 24 Desember 2022   23:50 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lintang. Akhir-akhir ini Bunda melihat kamu seperti gelisah. Ada apa? Apa karena pacarmu itu sudah jarang berkunjung ke sini?"

Lintang meninggalkan jendela dan duduk di tempat tidurnya. Bunda mengikutinya.

"Tang, kamu itu cantik dan masih muda. Kamu bisa dengan mudah dapat tamu yang kamu sukai atau tamu yang kaya raya. Seberapa berartinya pacarmu itu, Tang?"

"Entahlah, Bun. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku merasa kehilangan Mas Pur. Buatku Mas Pur itu berbeda, aku merasa aku jatuh cinta padanya," tiba-tiba air mata mengalir di kedua pipi Lintang.

Ia menjadi teringat saat pertama kali berkenalan dengan Purnomo. Waktu itu Purnomo datang berkunjung ke Pantai Parangkusumo mencari data untuk kelengkapan tesisnya. Purnomo menemukannya di pojok luar Cepuri dan banyak bertanya pada Lintang. Perhatian Purnomo berhasil merobohkan pendiriannya yang tak percaya pada cinta. Namun Lintang sadar siapa dirinya. Apa pantas perempuan sepertinya mencintai Purnomo? Seiring waktu Purnomo juga malah sering datang ke tempat karaoke di mana Lintang bekerja, menumbuhkan benih-benih cinta antara keduanya.

"Simpan rasa cintamu itu, Tang. Perempuan seperti kita ini tidak pantas mempunyai cinta. Kamu harus bisa melawan rasa itu. Sudah semakin malam, segeralah berdandan," Bunda berkata sambil berdiri untuk menemui para tamu.

"Bun. Sekali lagi aku minta, malam ini saja aku minta libur!"

Dengan memakai jaket Lintang berjalan menuju pantai yang ramai oleh pengunjung. Semilir angin pantai menyebarkan harumnya bunga sesajen dan kemenyan. Sesekali tercium juga bau asap rokok yang menyengat saat melewati beberapa lelaki yang sedang bercengkrama di hamparan pasir pantai. Bau-bauan yang sudah tak asing lagi untuk Lintang. Bau yang sebenarnya tidak ia sukai. Namun semua terpaksa ia terima masuk ke dalam kehidupannya selama lebih dari tiga tahun.

Lintang duduk di pasir kering yang jauh dari keramaian. Sembari menatap ombak yang bergulung-gulung datang pergi, Lintang teringat kembali pada sosok lelaki tampan yang akhir-akhir ini membuat dadanya sesak. Sudah hampir tiga minggu Purnomo tidak datang dan tidak menghubunginya atau sekedar memberi kabar. Di tempat inilah ia mengenal Purnomo. Apabila boleh memilih, Lintang ingin memutar waktu untuk kembali ke Jogja kota dan tidak pernah pergi ke tepi laut selatan ini. Ia ingin mengenal Purnomo jauh-jauh hari sebelum dirinya bertemu Bunda. Namun apakah waktu bisa kembali?

"Dik, kok sendirian? Sudah malam lho," tiba-tiba seorang lelaki setengah baya sudah berdiri di hadapan Lintang. "Aku belum dapat gandhengan untuk tirakat, temani aku yuk?"

Lintang segera bangun berdiri ketika lelaki itu mendekatinya. Ia muak memandang wajah lelaki itu. Tirakat? Tirakat yang belum tentu kebenarannya dan tak bisa diterima akal sehat. Untuk mewujudkan sebuah keinginan harus tidur dengan perempuan yang bukan istrinya sendiri. Tirakat macam apa itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun