Mohon tunggu...
Bening Christalica
Bening Christalica Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang menyukai budaya, seni, dan sastra. Suka menulis dan menari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lintang Parangkusumo

24 Desember 2022   23:05 Diperbarui: 24 Desember 2022   23:50 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lintang menjadi kesal. Jika jalan terbaik untuk hubungan mereka berdua seperti itu, mengapa Purnomo tidak mau melakukannya? Apa ia tidak berani? Kalau tidak berani melakukan berarti rasa cintanya selama ini hanya di bibir saja. Percuma saja Lintang jatuh bangun menjaga cinta itu. Cinta yang berulang kali ia redam dengan akal pikiran sehat, karena ketika Lintang datang ke Parangkusumo ia merasa tak butuh lagi cinta. Tetapi saat bertemu Purnomo yang melakukan penelitian di Parangkusumo, ia jatuh cinta pada laki-laki itu.

"Mengapa tidak, Mas?" tanya Lintang.

"Kalau keinginanmu seperti itu, aku tidak sanggup. Aku minta maaf, Tang."

"Kamu tega, Mas. Kamu tidak sungguh-sungguh mencintaiku," ucap Lintang bergetar. Ia bangun dari duduknya dan berlari meninggalkan pantai tanpa pamit.

Lintang merasa terluka, ia merasa jatuh dalam putaran air yang semakin lama berputar semakin cepat dan bersiap akan menenggelamkan dirinya.

"Lintang!" panggilan Purnomo tak lagi digubris oleh Lintang. Ia terus saja berlari menjauhi pantai.

Senja sudah menjadi gelap. Geliat Pantai Parangkusumo mulai terlihat. Namun hari itu Lintang benar-benar malas untuk melakukan apapun. Dalam pikirannya selalu saja terlintas tentang Purnomo. Sejak pertemuan terakhir itu, Purnomo tak pernah datang lagi, bahkan berkabar lewat WhatsApp pun tidak. Lintang mengedarkan pandangannya keluar jendela. Lampu-lampu warung dan tempat karaoke sepanjang pantai Parangkusumo pun sudah menyala. Di malam Jumat Kliwon, Pantai Parangkusumo pasti ramai dikunjungi banyak orang dengan berbeda-beda tujuan. Dari orang yang hanya ingin mencari segarnya angin pantai, mengikuti ritual labuhan, ngalap berkah, tirakatan, hingga wisata ziarah. 

"Sudah malam kok kamu belum berdandan, Tang?" Terdengar suara Bunda, mucikari yang mengangkatnya dari keterpurukanan karena Lintang tidak punya uang untuk melanjutkan kuliah. Alih-alih melanjutkan kuliah, setelah mengenal uang, Lintang malah memilih berhenti kuliah dan bekerja pada Bunda. Walaupun warung karaoke di kawasan Parangkusumo tak seramai dulu karena ada penertiban dan razia, namun Lintang masih bertahan. Untuk menghindari razia, Lintang dan teman-temannya juga sering mendapatkan pekerjaan lewat transaksi terselubung melaluli media digital.

Di tempat karaoke ini, Lintang merasa Bunda lebih perhatian padanya dari pada teman-teman perempuan malam lainnya. Apa karena Lintang selalu memberinya uang lebih dari pada yang lain? Atau apa karena Lintang adalah perempuan paling muda dan berharga yang selalu jadi rebutan tamu tempat karaokenya? Entahlah. Tempat karaoke milik Bunda yang ada di tepi Pantai Parangkusumo ini adalah seperti rumah sendiri bagi Lintang. Tempat karaoke ini tak jauh dari Cepuri Parangkusumo yang konon adalah tempat bertemunya Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Nyi Roro Kidul. Kini tempat itu sering dikunjungi banyak orang, terlebih saat malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon.

"Malam ini aku libur saja, Bun," jawab Lintang.

Bunda mendekati Lintang dan memegang pundaknya. Tangannya kemudian beralih membelai rambut Lintang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun