Sel surya perovskite atau perovskite solar cells (PSC) merupakan teknologi fotovoltaik terbaru yang memanfaatkan bahan perovskite sebagai lapisan untuk menyerap cahaya. Perovskite adalah material kristal dengan struktur khusus, terdiri atas kation logam (seperti timbal atau timah) yang terletak di pusat kubus, dikelilingi oleh enam ion halida (seperti fluor, klor, brom, atau iodium) yang membentuk struktur oktahedron, sementara kation organik atau anorganik (seperti metilamonium, kalsium, atau kalium) berada di sudut kubus.Â
PSC memiliki kelebihan dalam hal bahan dan proses produksinya yang sederhana serta biaya yang rendah, sehingga menjadi pilihan menarik untuk pengembangan komersial. Di samping itu, efisiensi konversi energi (PCE) pada PSC terus menunjukkan peningkatan signifikan, dengan sel surya perovskite saat ini mencapai PCE sebesar 22,1%.
Lapisan-Lapisan Pada Solar Cell Perovskite
Solar cell perovskite terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut.
1) ITO (Indium Timah Oksida) glass
ITO glass adalah bahan yang transparan dan konduktif, berfungsi sebagai substrat dasar untuk lapisan. ITO berperan sebagai elektroda transparan (anoda) yang memungkinkan cahaya masuk ke dalam perangkat dan mengalirkan arus listrik. Keberadaan ITO sangat penting untuk meningkatkan penyerapan cahaya di lapisan aktif perovskite.
2) ETL (Electron Transport Layer)
ETL berfungsi untuk mengalirkan elektron yang dihasilkan oleh lapisan perovskite ke elektroda negatif. Selain itu, ETL juga menghalangi hole agar tidak menuju elektroda negatif, sehingga meminimalkan rekombinasi antara elektron dan hole yang dapat mengurangi efisiensi perangkat. Bahan ETL yang umum digunakan antara lain ZnO, TiO2, dan SnO2.
3) Lapisan Perovskite
Lapisan ini adalah lapisan aktif utama dalam sel surya perovskite. Lapisan perovskite berperan dalam menyerap cahaya matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik. Bahan perovskite yang paling umum digunakan adalah CH3NH3PbI3 (metilamonium timbal iodida).
4) HTL (Hole Transport Layer)
HTL berfungsi untuk mengalirkan hole yang dihasilkan oleh perovskite ke elektroda positif (anoda). HTL juga mencegah elektron memasuki elektroda positif, sehingga mengurangi rekombinasi dengan hole. Bahan HTL yang sering digunakan antara lain Spiro-OMeTAD, PEDOT, dan CuSCN.
5) Back Electrode (Katoda)
Lapisan ini berfungsi sebagai katoda yang mengumpulkan elektron atau hole yang dihasilkan oleh lapisan perovskite dan mengalirkannya keluar dari sel surya untuk menghasilkan listrik. Bahan yang biasanya digunakan sebagai katoda adalah logam konduktif seperti perak (Ag) dan emas (Au).
Mekanisme Proses Annealing Pada Lapisan Perovskite
Annealing bertujuan untuk meningkatkan kualitas kristal, menghilangkan sisa pelarut, dan memperbaiki struktur material. Proses ini biasanya dilakukan dengan memanaskan lapisan perovskite pada suhu tertentu setelah diaplikasikan pada substrat. Mekanisme LaMer dapat membantu menjelaskan proses kristalisasi film perovskite, yang meliputi pembentukan partikel atau kristal dalam tiga tahap utama.
1) Tahap Supersaturasi
Supersaturasi adalah kondisi krusial yang dapat memicu proses nukleasi dan berperan penting dalam pertumbuhan kristal perovskite. Adapun tahapan dalam proses supersaturasi.
a. Proses Penguapan Prekursor
Pada tahap awal, prekursor perovskite (seperti PbI₂ dan CH₃NH₃I) dilarutkan dan diendapkan ke substrat menggunakan teknik spin coating, yang merupakan metode umum untuk mendistribusikan lapisan tipis bahan cair secara merata di permukaan substrat.
b. Mencapai Titik Supersaturasi
Pemanasan menyebabkan pelarut menguap, sehingga konsentrasi prekursor dalam lapisan meningkat. Ketika mencapai titik supersaturasi, di mana konsentrasi prekursor melebihi batas kelarutan, prekursor menjadi tidak stabil dan siap membentuk inti kristal.
2) Tahap Nukleasi Cepat
Pada tahap ini, inti kristal mulai terbentuk setelah supersaturasi tercapai. Adapun tahapan nukleasi cepat.
a. Nukleasi
Saat kondisi supersaturasi tercapai, konsentrasi zat terlarut melebihi batas keseimbangan pelarut pada suhu tertentu, menyebabkan ketidakstabilan saat sistem berusaha kembali ke keadaan jenuh. Dalam kondisi ini, zat terlarut cenderung mengendap atau membentuk padatan karena larutan tidak dapat menampung semuanya, yang memicu nukleasi cepat dan pembentukan endapan atau kristal.
b. Pembentukan Inti Kristal
Terbentuknya kristal perovskite ditandai dengan terbentuknya inti kristal kecil yang akan berkembang menjadi kristal yang lebih besar dan menyusun struktur film perovskite.
3) Tahap Pertumbuhan Kristal
Pada tahap ini, kristal kecil tumbuh menjadi kristal besar, membentuk lapisan perovskite yang lebih efisien. Setelah nukleasi, energi termal dari pemanasan mendorong pertumbuhan kristal dari inti yang terbentuk. Prekursor yang tersisa diserap oleh inti, menjadikannya lebih besar dan menghasilkan lapisan kristal perovskite yang lebih padat dan teratur. Kristal yang lebih besar memungkinkan aliran muatan, seperti elektron, menjadi lebih lancar, sehingga meningkatkan performa elektronik lapisan perovskite dan efisiensi sel surya dalam mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lapisan Perovskite
1) Lingkungan Saat Proses Annealing
Lingkungan memainkan peran penting dalam proses annealing. Atmosfer yang berbeda mempengaruhi pembentukan film dan stabilitas perangkat. Karena perovskite sensitif terhadap air, ia dapat terurai pada kelembaban tertentu. Oleh karena itu, persiapan perovskite biasanya dilakukan di bawah atmosfer gas inert dalam glove box.
2) Jumlah Tahapan Annealing yang Digunakan
Setelah perovskite dideposisikan, proses annealing dilakukan untuk menghilangkan pelarut, yang penting untuk membentuk lapisan padat dan seragam. Sisa pelarut dapat menyebabkan cacat yang menurunkan efisiensi perangkat. Proses ini juga mempengaruhi pertumbuhan butir; butiran yang terlalu besar dapat meningkatkan rekombinasi elektron dan lubang. Annealing dapat dilakukan dalam satu atau dua tahap: satu tahap untuk menghilangkan pelarut setelah spin coating, dan dua tahap melibatkan pemanasan bertahap untuk mencapai struktur fase yang diinginkan.
3) Waktu dan Temperatur Annealing
Morfologi perovskite yang dideposisikan dipengaruhi oleh suhu dan waktu, seperti terlihat dalam pengamatan SEM. Gambar (a) menunjukkan bahwa peningkatan suhu annealing membuat butir lebih banyak dan besar, bertransisi dari lapisan kontinu menjadi pulau-pulau terpisah. Gambar (b) menunjukkan morfologi sebelum annealing, dengan cakupan film tinggi dan pori-pori kecil. Annealing pada suhu 100°C dengan waktu yang lebih lama menyebabkan pori-pori membesar hingga 60 menit (Eperon dkk., 2013). Penelitian Bastian (2019) mengeksplorasi suhu annealing 110°C, 120°C, dan 130°C, dengan hasil efisiensi tertinggi 1,91% pada 130°C. Peningkatan suhu annealing juga meningkatkan intensitas, tingkat kekristalan, dan ukuran kristal.
Kemajuan Sel Surya Perovskite
1) Peningkatan Efisiensi
Sel surya perovskite pertama kali diproduksi pada tahun 2009 dengan efisiensi 3,8%, yang meningkat menjadi 19,3% pada tahun 2014. Efisiensi tertinggi yang tercatat mencapai 23,3%. Dalam 4-5 tahun, sel surya perovskite menunjukkan potensi besar, hampir menyaingi sel berbahan silikon. Dengan biaya produksi yang rendah, stabilitas baik, dan proses fabrikasi yang mudah, sel surya perovskite sangat menjanjikan untuk bersaing dengan sel silikon.
2) Fleksibilitas dan Produksi Biaya Rendah
Sel surya perovskite dapat diproduksi dengan metode yang lebih murah daripada silikon, seperti teknik larutan atau semprot. Selain itu, perovskite dapat diterapkan pada permukaan fleksibel, membuka peluang untuk penggunaan dalam perangkat elektronik portabel dan jendela yang menghasilkan energi.
3) Teknologi Tandem
Integrasi sel surya perovskit dengan teknologi silikon dalam struktur tandem merupakan kemajuan penting yang dapat meningkatkan efisiensi dengan memanfaatkan spektrum cahaya lebih luas. Perovskit dapat disesuaikan untuk merespons berbagai panjang gelombang, memungkinkan kombinasi dengan material penyerap lain untuk meningkatkan daya. Dalam arsitektur tandem, lapisan atas menyerap panjang gelombang pendek, sementara lapisan bawah menyerap panjang gelombang lebih panjang. Penggunaan beberapa material PV dapat mencapai efisiensi konversi daya lebih dari 33%. Tandem perovskit-perovskit juga dapat dirancang fleksibel dan ringan, menjadikannya cocok untuk aplikasi di sektor bergerak, tanggap bencana, dan pertahanan.
4) Penelitian Stabilitas
Stabilitas sel surya perovskit merupakan bidang penelitian yang terus berkembang. Para peneliti berusaha meningkatkan stabilitas perangkat dengan menambahkan lapisan pelindung dan mengoptimalkan komposisi material. Berikut adalah beberapa metode pelapisan yang digunakan:
a. Pelapisan Bilah:Â Larutan prekursor disebarkan ke substrat menggunakan bilah yang bergerak, membentuk film basah. Kualitas film dipengaruhi oleh sifat permukaan substrat, kecepatan bilah, dan sifat pelarut.
b. Lapisan Semprot:Â Metode ini, yang pertama kali diterapkan pada tahun 2014, menggunakan nosel untuk membentuk tetesan cairan kecil yang disemprotkan ke substrat.
c. Pelapisan Slot-die: Dalam metode ini, kepala pelapis didekatkan ke substrat, dan larutan prekursor dipompa melalui celah sempit ke substrat bergerak. Kualitas film sangat dipengaruhi oleh parameter seperti suhu substrat, keterbasahan, dan viskositas larutan.
d. Pencetakan Inkjet: Larutan prekursor disebarkan oleh nosel, dan faktor seperti suhu, keterbasahan substrat, dan viskositas memengaruhi kualitas film. Metode ini telah berhasil digunakan untuk mencetak modul PSC seluas 7 m², menunjukkan potensi aplikatif dalam fotovoltaik.
Tantangan Sel Surya Perovskite
1) Degradasi dan Stabilitas
Tantangan utama adalah stabilitas material perovskit, terutama terhadap kelembapan, oksigen, dan sinar ultraviolet. Tanpa perlindungan yang cukup, sel surya perovskit dapat terdegradasi dengan cepat, sehingga memiliki umur operasional yang jauh lebih pendek dibandingkan sel silikon.
2) Skalabilitas dan Proses Produksi
Walaupun metode produksinya menawarkan biaya lebih rendah, tantangan tetap ada dalam memproduksi sel surya perovskit secara besar-besaran dengan andal dan konsisten.
3) Kandungan Timbal
Banyak sel surya perovskit saat ini mengandung timbal (Pb), yang dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan jika terjadi kebocoran atau saat dibuang. Alternatif non-timbal masih dalam pengembangan dan belum mencapai efisiensi setara.
4) Pengembangan Pasar dan Regulasi
Teknologi perovskit masih baru di pasar komersial dan peraturan mengenai keamanan serta keberlanjutannya belum sepenuhnya berkembang, terutama terkait dampak lingkungan dari material yang digunakan.
5) Tantangan Untuk Peningkatan Perangkat
Teknik pengendapan yang dibahas sebelumnya bertujuan untuk membentuk film PVK dalam area besar. Metode lain, seperti CVD dan pengendapan lapisan lunak, memiliki parameter teknis yang dapat ditemukan di sumber lain. Namun, PCE perangkat menurun signifikan untuk area besar, sehingga peningkatan teknologi PVK untuk panel surya masih menghadapi tantangan menuju komersialisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H