Mohon tunggu...
Benedictus Adithia
Benedictus Adithia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasiana Youth Creator Batch 1 | Journalism Enthusiast

Ben mendefinisikan dirinya sebagai multiplatform storyteller, mencoba mengemas sebuah isu menjadi laporan mendalam berbasis jurnalistik menggunakan pendekatan informasi data sumber terbuka. Follow me on Instagram: @benedictus._

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Skema Pembiayaan Kuliah Berbasis Pinjol Buat Mahasiswa Dongkol

1 Februari 2024   02:07 Diperbarui: 1 Februari 2024   13:12 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maraknya kerja sama antara perguruan tinggi dengan lembaga pinjaman daring menimbulkan kontroversi. (Tribun Jabar/Gani Kurniawan)

Maraknya pinjaman daring atau pinjol sebagai solusi untuk pembiayaan pendidikan tinggi seperti Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa perguruan tinggi ternama patut disikapi dengan kritis. 

Tidak dapat dipungkiri, fenomena ini muncul sebagai alternatif cepat bagi mahasiswa yang terjebak dalam kungkungan biaya pendidikan yang melonjak.

Pertanyaannya, seberapa sehatkah langkah-langkah ini? Mengapa banyak perguruan tinggi  terpaksa atau memilih bekerja sama dengan pinjol sebagai solusi finansial bagi mahasiswanya? 

Apakah ini merupakan refleksi dari kebijakan pendidikan oleh pemerintah yang mungkin tidak lagi dapat memberikan dukungan finansial yang memadai bagi rakyatnya?

Sementara pihak kampus dan beberapa pihak menyebut kerja sama dengan pinjol sebagai "kemudahan finansial," kita perlu merenung lebih dalam tentang hal ini. 

Apakah memberikan akses kepada mahasiswa untuk berhutang pada lembaga non-keuangan adalah bentuk solusi yang sejalan dengan misi pendidikan tinggi?

Bukan rahasia lagi bahwa pinjol seringkali menghadirkan risiko finansial yang tinggi bagi peminjamnya. 

Tingginya suku bunga dan persyaratan pembayaran yang kadang membebani bisa memberikan beban lebih lanjut pada mahasiswa yang seharusnya berkonsentrasi pada pendidikan mereka. 

Mengapa sebagai seorang mahasiswa, harus kami yang langsung berurusan dengan pinjol tersebut? Mengapa bukan kampus atau pemerintah yang bekerja sama dengan pinjol tersebut untuk menghadirkan pinjaman versi resmi dari internal.

Jujur, mungkin banyak dari kita juga sudah tak lagi percaya dengan perusahaan-perusahaan pinjol tersebut. Bunga yang tinggi, tenor yang pendek, dan cara intimidatif dalam menagih, apa lagi yang harus ditoleransi?

Kritik ini bukan semata-mata untuk menggugat kebijakan kampus, tetapi untuk merespons ketidakseriusan pemerintah dalam menghadirkan akses pendidikan bagi rakyatnya. 

Apakah pemerintah benar-benar ingin menciptakan solusi atau hanya menjual masa depan mahasiswa dengan cara-cara di atas

Sebagai masyarakat, kita perlu meneliti lebih dalam dan mempertanyakan apakah kemudahan finansial yang dijanjikan oleh pinjol sebanding dengan risiko yang mungkin dihadapi mahasiswa. 

Maraknya pinjol yang menghadirkan pinjaman kuliah seharusnya memicu kita untuk berpikir kritis tentang arah pendidikan tinggi ke depannya.

Kapitalisme Gaya Baru?

Ilustrasi pinjaman digital. (Freepik/rawpixel.com)
Ilustrasi pinjaman digital. (Freepik/rawpixel.com)

Pemberian akses pinjaman oleh perguruan tinggi kepada mahasiswanya melalui pinjol dapat dilihat sebagai manifestasi dari praktik kapitalisme yang meresap dalam sektor pendidikan tinggi. Mengapa begitu?

Dalam skema ini, pendidikan hanya dianggap sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan, bukan sebagai hak akses universal yang seharusnya diberikan kepada setiap warga negara.

Langkah-langkah ini seakan-akan memosisikan mahasiswa sebagai konsumen yang harus mencari pembiayaan dari sektor swasta, dalam hal ini, lembaga pinjol. 

Mahasiswa dihadapkan pada pilihan untuk berhutang demi mendapatkan pendidikan, dan itulah manifestasi kapitalisme yang terlihat jelas. 

Sistem ini juga memperkuat dominasi keuangan atas kebutuhan pendidikan. Dengan melibatkan lembaga pinjol, perguruan tinggi memberikan sinyal bahwa uang menjadi kekuatan pendorong utama di belakang proses pendidikan. 

Kebijakan ini harus ditinjau ulang, melibatkan lembaga pinjol dalam pendidikan tinggi mengundang risiko eksploitasi finansial. 

Suku bunga yang tinggi dan persyaratan pembayaran yang kadang membebani dapat menjadi beban berat bagi mahasiswa di masa mendatang. 

Mahalnya Biaya Kuliah di Indonesia

Kenaikan biaya kuliah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks, dan hal yang banyak dijadikan alasan adalah tuntutan peningkatan kualitas perguruan tinggi dan minimnya bantuan yang diberikan kepada perguruan tinggi.

Mengutip Kompas.id, menurut M Budi Djatmiko, Ketua Umum Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi), salah satu pemicu kenaikan biaya kuliah adalah tuntutan pemerintah terhadap dosen untuk melakukan penelitian yang hasilnya dipublikasikan di jurnal. 

Proses ini, yang tentunya memerlukan biaya signifikan, menjadi salah satu kontributor utama pada kenaikan biaya pendidikan tinggi.

Selain itu, biaya akreditasi program studi juga dijadikan alasan peningkatan biaya kuliah. Sebagai contoh, jurusan kedokteran membutuhkan biaya akreditasi sebesar Rp 100 juta, ilmu kesehatan Rp 75 juta-Rp 85 juta, dan teknik Rp 35 juta-Rp 55 juta. 

Namun, pertanyaan yang perlu diajukan adalah sejauh mana biaya ini dapat dibenarkan dan apakah mahasiswa merasakan manfaat langsung dari peningkatan biaya ini dalam kualitas pendidikan mereka?

Di sisi lain, bantuan dana dari pemerintah untuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dinilai minim oleh Budi. Dengan hanya 30 persen bantuan dibandingkan dengan 70 persen untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), tercipta ketidaksetaraan yang signifikan.

Pada kenyataannya, sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia adalah PTS, sementara PTN hanya mencakup 112 institusi. 

Dengan proporsi yang tidak seimbang ini, pertanyaannya adalah apakah pendekatan ini benar-benar mencerminkan prinsip keadilan dalam mendukung keberlanjutan dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia?

Skema Pembiayaan Kuliah Alternatif

Skema pembiayaan kuliah alternatif menjadi sorotan dalam konteks kebijakan pendidikan tinggi, terutama mengingat maraknya pinjaman dengan perusahaan pinjol yang sering kali menerapkan bunga yang tidak wajar. 

Dalam merespons tantangan biaya pendidikan yang semakin tinggi, beberapa opsi alternatif yang bisa dilakukan:

1. Pendanaan Publik (Crowdfunding)

Pendanaan publik, atau crowdfunding, menjadi solusi yang menarik dalam mengatasi masalah biaya pendidikan. Melalui pendekatan ini, mahasiswa dapat mengumpulkan dana dari berbagai lapisan masyarakat atau kelompok tertentu.

Dana crowdfunding bukan hanya disalurkan dari beasiswa, tetapi jauh lebih baik ada platform atau lembaga yang mengatur skema pendanaan ini.

Di satu sisi, cara ini menciptakan hubungan erat antara mahasiswa dan masyarakat, membangun kesadaran bersama akan pentingnya pendidikan tinggi. 

Crowdfunding juga membuka peluang untuk mengurangi beban finansial yang ditanggung individu. Namun, tantangannya terletak pada keberlanjutan serta sejauh mana masyarakat dapat memberikan dukungan finansial. 

Kunci keberhasilan pendanaan publik adalah partisipasi aktif dan pemahaman akan pentingnya investasi dalam pendidikan.

2. Skema Deferred Enrollment

Penundaan penerimaan mahasiswa baru, atau skema deferred enrollment, menawarkan solusi bagi mereka yang ingin mengurangi beban finansial sebelum memulai studi.

Deferred enrollment adalah program yang memungkinkan siswa lulus SMA yang telah diterima di sebuah universitas untuk menunda pendaftaran mereka untuk jangka waktu tertentu. 

Dengan program ini, siswa bisa mendapatkan kuota kuliah di universitas tersebut sambil mengambil waktu untuk melakukan hal lain seperti gap year untuk bekerja. 

Sebagian besar universitas mengizinkan calon mahasiswanya untuk menunda pendaftaran mereka, tetapi mereka harus menghubungi universitas setelah diterima untuk mengonfirmasi bahwa mereka dapat menunda pendaftaran mereka.

3. Student Loan

Student loan yang dimaksud bukan dengan meminjam dana kuliah pada platform pinjaman daring atau pinjol. Melainkan student loan yang dikelola pihak kampus atau lembaga pendidikan dalam negeri.

Student loan menjadi opsi umum dalam pembiayaan pendidikan tinggi. Namun, untuk mewujudkan skema pinjaman yang adil dan berkelanjutan, perlu mempertimbangkan berbagai faktor. 

Tingkat bunga dan tenor pengembalian yang diterapkan harus sebanding dengan manfaat pendidikan yang diperoleh mahasiswa. Selain itu, mekanisme pembayaran kembali harus memperhatikan keberlanjutan ekonomi lulusan tanpa memberikan beban finansial yang berlebihan.

4. Batasan Biaya Kuliah

Terakhir, satu hal yang penting juga dalam memastikan tidak adanya praktik kapitalisme dalam pendidikan tinggi adalah penerapan batasan biaya kuliah untuk perguruan tinggi.

Penerapan batasan biaya kuliah dapat menjadi langkah penting dalam memastikan keterjangkauan pendidikan tinggi. Tentunya, hal ini dalam rangka memastikan akses pendidikan yang bisa dijangkau oleh masyarakat.

Selain itu, pemerintah juga punya kendali penuh akan fokus perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Maka dari itu, perlu dipahami tentang fokus dan misi pendidikan di Indonesia.

Epilog

Kita perlu memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dalam mencari solusi biaya pendidikan tidak hanya bersifat kosmetik (mempercantik luarnya saja), tetapi mampu mengubah paradigma pendidikan tinggi yang keberlanjutan, keadilan, dan kesetaraan.

Pemikiran kritis dan solusi holistik terutama oleh pemangku kebijakan dibutuhkan untuk menjawab tantangan ini dalam mencapai pendidikan Indonesia yang adil, merata, berkualitas dan berkelanjutan. 

Pendidikan bukanlah sekadar komoditas yang dapat diukur dengan harga, tetapi harus menjadi pengetahuan yang membuka pintu kesempatan bagi setiap individu untuk mewujudkan potensinya dan memberikan kontribusi berharga pada masyarakat dan negara.

Ref:

  • Gandhawangi, S. (2022, July 29). Peningkatan Kualitas hingga Minimnya Bantuan Penyebab Biaya Kuliah Tinggi. kompas.id. 
  • Irawati, E. (2024, January 29). Pengajuan keringanan biaya kuliah selalu tinggi. kompas.id. 
  • Napitupulu, E. L. (2024, January 29). Pinjaman Daring agar Mahasiswa Lancar Bayar Uang Kuliah. kompas.id. 
  • Rizaty, M. A., & Bayu, D. (2022, July 4). Makin Tinggi Jenjang, Biaya Pendidikan di Indonesia Makin Mahal. Data Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun