Kritik ini bukan semata-mata untuk menggugat kebijakan kampus, tetapi untuk merespons ketidakseriusan pemerintah dalam menghadirkan akses pendidikan bagi rakyatnya.Â
Apakah pemerintah benar-benar ingin menciptakan solusi atau hanya menjual masa depan mahasiswa dengan cara-cara di atas
Sebagai masyarakat, kita perlu meneliti lebih dalam dan mempertanyakan apakah kemudahan finansial yang dijanjikan oleh pinjol sebanding dengan risiko yang mungkin dihadapi mahasiswa.Â
Maraknya pinjol yang menghadirkan pinjaman kuliah seharusnya memicu kita untuk berpikir kritis tentang arah pendidikan tinggi ke depannya.
Kapitalisme Gaya Baru?
Pemberian akses pinjaman oleh perguruan tinggi kepada mahasiswanya melalui pinjol dapat dilihat sebagai manifestasi dari praktik kapitalisme yang meresap dalam sektor pendidikan tinggi. Mengapa begitu?
Dalam skema ini, pendidikan hanya dianggap sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan, bukan sebagai hak akses universal yang seharusnya diberikan kepada setiap warga negara.
Langkah-langkah ini seakan-akan memosisikan mahasiswa sebagai konsumen yang harus mencari pembiayaan dari sektor swasta, dalam hal ini, lembaga pinjol.Â
Mahasiswa dihadapkan pada pilihan untuk berhutang demi mendapatkan pendidikan, dan itulah manifestasi kapitalisme yang terlihat jelas.Â
Sistem ini juga memperkuat dominasi keuangan atas kebutuhan pendidikan. Dengan melibatkan lembaga pinjol, perguruan tinggi memberikan sinyal bahwa uang menjadi kekuatan pendorong utama di belakang proses pendidikan.Â
Kebijakan ini harus ditinjau ulang, melibatkan lembaga pinjol dalam pendidikan tinggi mengundang risiko eksploitasi finansial.Â